Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Angka Kasus Corona di Jawa Tengah Disorot, Seberapa Mengkhawatirkan?

Kompas.com - 29/08/2020, 15:20 WIB
Jawahir Gustav Rizal,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kasus infeksi virus corona Covid-19 di Jawa Tengah (Jateng) belakangan ini mendapat sejumlah sorotan. Provinsi ini disebut berada dalam situasi kritis, yang dinilai dari beberapa indikator.

Hal tersebut diungkapkan oleh Pandemic Talks, akun diskusi di Instagram yang rutin menyajikan pantauan perkembangan Covid-19.

Dalam unggahannya di Instagram pada Sabtu (29/8/2020), Pandemi Talk menyebut Jateng dengan 34,9 juta penduduk sering lepas dari sorotan berita pandemi.

Mereka menyoroti sejumlah indikator penanganan Covid-19 di Jawa Tengah, yaitu: total kasus nomor 3 di Indonesia, tingkat kematian yang tinggi, positive rate yang melebihi standar WHO, dan minimnya jumlah tes PCR per hari.

Baca juga: UPDATE Covid-19 di Jabar, Jateng, Banten, Sumsel, Babel, dan Lampung 28 Agustus 2020

 
 
 
Lihat postingan ini di Instagram
 
 
 

Sebuah kiriman dibagikan oleh Pandemic Talks #ProtokolVDJ (@pandemictalks) pada 28 Agu 2020 jam 4:51 PDT

Total kasus terkonfirmasi positif Covid-19 di Jateng, sampai Jumat (28/8/2020) berdasar laman covid19.go.id, adalah 13.467 kasus, peringkat 3 di Indonesia, di belakang DKI Jakarta dan Jawa Timur.

Kematian tinggi, tes rendah

Sementara itu, dari analisis Pandemic Talks menggunakan data Kementerian Kesehatan dan Worldometers per (26/8/2020), tingkat kematian atau fatality rate di Jateng adalah yang tertinggi di Indonesia, yakni 9,3 persen.

Artinya, setiap 100 kasus positif di Jateng, mempunyai potensi 9-10 orang meninggal dunia, angka ini dua kali lipat dari angka nasional sebesar 4,3 persen.

Kemudian, positive rate Jateng tertinggi kedua di Indonesia, yakni 19,1 persen. Jauh di atas ambang batas yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebesar 5 persen.

Indikator lain yang disoroti adalah tingkat kesembuhan berbanding kematian atau recovered to death (RTD). Indikator itu adalah rasio menilai jumlah kematian per kesembuhan, semakin kecil semakin buruk nilainya.

Jateng memiliki RTD 7,2 persen, yang artinya setiap 7 orang yang sembuh setara dengan satu kematian akibat Covid-19. Nilai ini sangat kecil bila dibandingkan dengan angka RTD nasional sebesar 16,5 persen.

Indikator lainnya yang penting disoroti adalah adalah rendahnya tes PCR harian yang dilakukan. Provinsi ini baru mampu melakukan 1.925 tes PCR per hari, sedangkan standar WHO untuk Jateng menurut Pandemic Talk adalah 5.000 tes per hari.

Baca juga: Kasus Corona di Jateng Meningkat, Ganjar: Seperti Kita Menjala Ikan...

Selalu tiga besar

Analis data, sekaligus salah satu inisiator Pandemic Talks Firdza Radiany mengatakan, pihaknya menyoroti situasi Covid-19 di Jateng, karena provinsi itu memiliki populasi terbesar ketiga di Indonesia, setelah Jawa Barat dan Jawa Timur.

Menggunakan data dari Kemenkes, selama satu bulan mereka mengamati situasi Covid-19 di Jateng. Hasilnya, provinsi itu secara konsisten menempati peringkat 3 secara nasional, salah satunya dalam hal total kasus konfirmasi positif.

"Ternyata setelah ditelaah lagi..., tingkat kematiannya konsisten nomor satu terus. Dulu kami kira itu hanya sesaat, namun ternyata tidak. Bahkan Jawa Timur yang episentrum utama, itu tingkat kematianya hanya 7 persen, sementara Jawa Tengah 9 persen," kata Firdza saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (29/8/2020).

Disinggung apakah tingginya angka kematian ini berkaitan dengan tingginya occupancy rate, atau ketersediaan tempat tidur rumah sakit di Jateng, Firdza memberikan penjelasannya. 

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

[POPULER TREN] Pencairan Jaminan Pensiun Sebelum Waktunya | Prakiraan Cuaca BMKG 24-25 Mei

[POPULER TREN] Pencairan Jaminan Pensiun Sebelum Waktunya | Prakiraan Cuaca BMKG 24-25 Mei

Tren
Rumput Lapangan GBK Jelang Kualifikasi Piala Dunia usai Konser NCT Dream Disorot, Ini Kata Manajemen

Rumput Lapangan GBK Jelang Kualifikasi Piala Dunia usai Konser NCT Dream Disorot, Ini Kata Manajemen

Tren
Bukan UFO, Penampakan Pilar Cahaya di Langit Jepang Ternyata Isaribi Kochu, Apa Itu?

Bukan UFO, Penampakan Pilar Cahaya di Langit Jepang Ternyata Isaribi Kochu, Apa Itu?

Tren
5 Tokoh Terancam Ditangkap ICC Imbas Konflik Hamas-Israel, Ada Netanyahu

5 Tokoh Terancam Ditangkap ICC Imbas Konflik Hamas-Israel, Ada Netanyahu

Tren
Taspen Cairkan Gaji ke-13 mulai 3 Juni 2024, Berikut Cara Mengeceknya

Taspen Cairkan Gaji ke-13 mulai 3 Juni 2024, Berikut Cara Mengeceknya

Tren
Gaet Hampir 800.000 Penonton, Ini Sinopsis 'How to Make Millions Before Grandma Dies'

Gaet Hampir 800.000 Penonton, Ini Sinopsis "How to Make Millions Before Grandma Dies"

Tren
Ramai soal Jadwal KRL Berkurang saat Harpitnas Libur Panjang Waisak 2024, Ini Kata KAI Commuter

Ramai soal Jadwal KRL Berkurang saat Harpitnas Libur Panjang Waisak 2024, Ini Kata KAI Commuter

Tren
Simak, Ini Syarat Hewan Kurban untuk Idul Adha 2024

Simak, Ini Syarat Hewan Kurban untuk Idul Adha 2024

Tren
BMKG Keluarkan Peringatan Dini Kekeringan di DIY pada Akhir Mei 2024, Ini Wilayahnya

BMKG Keluarkan Peringatan Dini Kekeringan di DIY pada Akhir Mei 2024, Ini Wilayahnya

Tren
8 Bahaya Mencium Bayi, Bisa Picu Tuberkulosis dan Meningitis

8 Bahaya Mencium Bayi, Bisa Picu Tuberkulosis dan Meningitis

Tren
3 Alasan Sudirman Said Maju sebagai Gubernur DKI Jakarta, Siap Lawan Anies

3 Alasan Sudirman Said Maju sebagai Gubernur DKI Jakarta, Siap Lawan Anies

Tren
Starlink Indonesia: Kecepatan, Harga Paket, dan Cara Langganan

Starlink Indonesia: Kecepatan, Harga Paket, dan Cara Langganan

Tren
AS Hapuskan 'Student Loan' 160.000 Mahasiswa Senilai Rp 123 Triliun

AS Hapuskan "Student Loan" 160.000 Mahasiswa Senilai Rp 123 Triliun

Tren
Apakah Setelah Pindah Faskes, BPJS Kesehatan Bisa Langsung Digunakan?

Apakah Setelah Pindah Faskes, BPJS Kesehatan Bisa Langsung Digunakan?

Tren
Apakah Gerbong Commuter Line Bisa Dipesan untuk Rombongan?

Apakah Gerbong Commuter Line Bisa Dipesan untuk Rombongan?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com