Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Angka Kasus Corona di Jawa Tengah Disorot, Seberapa Mengkhawatirkan?

KOMPAS.com - Kasus infeksi virus corona Covid-19 di Jawa Tengah (Jateng) belakangan ini mendapat sejumlah sorotan. Provinsi ini disebut berada dalam situasi kritis, yang dinilai dari beberapa indikator.

Hal tersebut diungkapkan oleh Pandemic Talks, akun diskusi di Instagram yang rutin menyajikan pantauan perkembangan Covid-19.

Dalam unggahannya di Instagram pada Sabtu (29/8/2020), Pandemi Talk menyebut Jateng dengan 34,9 juta penduduk sering lepas dari sorotan berita pandemi.

Mereka menyoroti sejumlah indikator penanganan Covid-19 di Jawa Tengah, yaitu: total kasus nomor 3 di Indonesia, tingkat kematian yang tinggi, positive rate yang melebihi standar WHO, dan minimnya jumlah tes PCR per hari.

Kematian tinggi, tes rendah

Sementara itu, dari analisis Pandemic Talks menggunakan data Kementerian Kesehatan dan Worldometers per (26/8/2020), tingkat kematian atau fatality rate di Jateng adalah yang tertinggi di Indonesia, yakni 9,3 persen.

Artinya, setiap 100 kasus positif di Jateng, mempunyai potensi 9-10 orang meninggal dunia, angka ini dua kali lipat dari angka nasional sebesar 4,3 persen.

Kemudian, positive rate Jateng tertinggi kedua di Indonesia, yakni 19,1 persen. Jauh di atas ambang batas yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebesar 5 persen.

Indikator lain yang disoroti adalah tingkat kesembuhan berbanding kematian atau recovered to death (RTD). Indikator itu adalah rasio menilai jumlah kematian per kesembuhan, semakin kecil semakin buruk nilainya.

Jateng memiliki RTD 7,2 persen, yang artinya setiap 7 orang yang sembuh setara dengan satu kematian akibat Covid-19. Nilai ini sangat kecil bila dibandingkan dengan angka RTD nasional sebesar 16,5 persen.

Indikator lainnya yang penting disoroti adalah adalah rendahnya tes PCR harian yang dilakukan. Provinsi ini baru mampu melakukan 1.925 tes PCR per hari, sedangkan standar WHO untuk Jateng menurut Pandemic Talk adalah 5.000 tes per hari.

Selalu tiga besar

Analis data, sekaligus salah satu inisiator Pandemic Talks Firdza Radiany mengatakan, pihaknya menyoroti situasi Covid-19 di Jateng, karena provinsi itu memiliki populasi terbesar ketiga di Indonesia, setelah Jawa Barat dan Jawa Timur.

Menggunakan data dari Kemenkes, selama satu bulan mereka mengamati situasi Covid-19 di Jateng. Hasilnya, provinsi itu secara konsisten menempati peringkat 3 secara nasional, salah satunya dalam hal total kasus konfirmasi positif.

"Ternyata setelah ditelaah lagi..., tingkat kematiannya konsisten nomor satu terus. Dulu kami kira itu hanya sesaat, namun ternyata tidak. Bahkan Jawa Timur yang episentrum utama, itu tingkat kematianya hanya 7 persen, sementara Jawa Tengah 9 persen," kata Firdza saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (29/8/2020).

Disinggung apakah tingginya angka kematian ini berkaitan dengan tingginya occupancy rate, atau ketersediaan tempat tidur rumah sakit di Jateng, Firdza memberikan penjelasannya. 

Mengenai hal itu, Firdza tidak menyatakan bahwa kedua hal tersebut saling berkaitan secara langsung. Namun, sebagai gambaran, dia memaparkan analisis data mengenai ketersediaan tempat tidur rumah sakit di Jateng.

"Jawa Tengah ini termasuk 14 provinsi yang occupancy rate-nya di atas rata-rata nasional, yaitu 41 persen. Jawa Tengah itu 50,6 persen, dan ada di posisi 6. Lalu, sampai saat ini, pemerintah provinsi bersama pemkab, dan dinkes, menyediakan 3.860 tempat tidur. Sisa tempat tidurnya itu 1.906 bed," kata Firdza.

Dia mengakui bahwa angka tersebut bersifat dinamis. Namun, mereka kemudian mencoba membandingkan 1.906 tempat tidur yang tersisa dengan populasi Jateng, yang mereka sebut dengan rasio Ketersediaan Tempat Tidur RS Covid-19 (KTRC).

Cara menghitungnya adalah kapasitas tempat tidur RS untuk pasien Covid-19 per 100.000 populasi penduduk. Indeks rasio ini adalah perhitungan sederhana dari Pandemic Talks, dan perlu kajian komprehensif yang lebih dari sisi ilmiah, serta dibandingkan dengan negara-negara lain.

"Setiap 11 tempat tidur yang disediakan oleh pemprov, itu bahasa ekstremnya diperebutkan oleh 100.000 penduduk. Jawa Tengah ini ada di posisi 8 nasional kalau ketersediaan tempat tidur ini," ujar dia.

Oleh karena itu, selain menahan laju tingkat kematian, dan positive rate, Firdza mengatakan Pemprov Jateng sebaiknya mulai menghitung ulang daya tampung rumah sakit untuk jangka waktu 3-6 bulan ke depan, dengan mempertimbangkan kecepatan rata-rata kasus per hari.

Jateng masih berjuang keras

Melihat kondisi saat ini di Jateng, Juru Bicara Satuan Tugas Covid-19 RS UNS, Tonang Dwi Ardyanto mengatakan, memang harus diakui, Jateng saat ini masih berjuang keras untuk memenuhi indikator-indikator keberhasilan pengendalian pandemi Covid.

"Saya sebut berjuang keras, dalam tetap berpikir positif, untuk terus berusaha sebaik-baiknya," kata Tonang saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (29/8/2020).

Mengenai rendahnya tes PCR di Jateng, Tonang memaparkan, sebenarnya sudah ada beberapa laboratorium yang bekerja keras di Jateng untuk mencapai standar kapasitas PCR sesuai standar WHO, yaitu 1 pemeriksaan per 1000 penduduk per pekan.

"Target untuk Jawa Tengah adalah sekitar 4.900 per hari. Sementara memang kami belum mencapainya. Ini masalah kita bersama juga, termasuk di tingkat nasional," kata Tonang.

Dia menambahkan, beberapa hambatan dalam usaha meningkatkan kapasitas tes PCR di Jateng antara lain, menjaga ketersediaan reagen dan bahan habis pakai pendukungnya.

Namun, Tonang menampik bahwa tingkat fatalitas tinggi Jateng disebabkan oleh adanya kendala di sistem kesehatan.

Dia juga menyebut bahwa saat ini ketersediaan tempat tidur masih belum mencapai titik yang mengkhawatirkan.

"Secara prinsip kok tidak demikian ya. Ketersediaan TT (tempat tidur) masih ada, dalam arti belum sampai ke titik kritis. Hanya memang persebarannya tidak merata di semua wilayah," kata Tonang.

Persebaran yang tidak merata itu disebabkan jumlah kasus yang juga tidak merata di tiap-tiap wilayah di Jateng.

"Untuk itu, Pak Gubernur sudah mengajak bergotong royong agar ada resource sharing antar wilayah, antar RS dalam menyangga bersama kebutuhan sumber daya pelayanan Covid-19," kata Tonang.

Perlu pembenahan

Mengenai pembatasan mobilitas antar wilayah atau kota di Jateng, Tonang menyebut bahwa fakta lapangan tersebut memang bagian pelik dari penanganan Covid-19 di Jateng.

Dia mengatakan, sejak awal sebenarnya Gubernur Jateng Ganjar Pranowo sudah menginisiasi program Jaga Tangga untuk memperkuat ketahanan masing-masing wilayah.

"Tapi memang dengan sudah berlangsung sekian bulan, maka ada kejenuhan, ada tekanan kebutuhan. Repotnya memang menjaga antara gas dan rem ini," kata dia.

Untuk menghadapi permasalahan itu, ada beberapa poin yang menurutnya bisa dilakukan:

  • Perlu ketegasan dari pimpinan dan pejabat: membuka akses ekonomi sosial tapi ketat menerapkan protokol kesehatan.
  • Perlu keteladanan dari pimpinan dan pejabat itu sendiri dalam menerapkan protokol kesehatan.

"Dua hal itu yang menurut saya, masih perlu ditingkatkan," jelasnya.

https://www.kompas.com/tren/read/2020/08/29/152000065/angka-kasus-corona-di-jawa-tengah-disorot-seberapa-mengkhawatirkan-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke