Mengenai hal itu, Firdza tidak menyatakan bahwa kedua hal tersebut saling berkaitan secara langsung. Namun, sebagai gambaran, dia memaparkan analisis data mengenai ketersediaan tempat tidur rumah sakit di Jateng.
"Jawa Tengah ini termasuk 14 provinsi yang occupancy rate-nya di atas rata-rata nasional, yaitu 41 persen. Jawa Tengah itu 50,6 persen, dan ada di posisi 6. Lalu, sampai saat ini, pemerintah provinsi bersama pemkab, dan dinkes, menyediakan 3.860 tempat tidur. Sisa tempat tidurnya itu 1.906 bed," kata Firdza.
Baca juga: Sanksi Bagi Pelanggar Protokol Kesehatan di Jateng Dinilai Masih Lemah
Dia mengakui bahwa angka tersebut bersifat dinamis. Namun, mereka kemudian mencoba membandingkan 1.906 tempat tidur yang tersisa dengan populasi Jateng, yang mereka sebut dengan rasio Ketersediaan Tempat Tidur RS Covid-19 (KTRC).
Cara menghitungnya adalah kapasitas tempat tidur RS untuk pasien Covid-19 per 100.000 populasi penduduk. Indeks rasio ini adalah perhitungan sederhana dari Pandemic Talks, dan perlu kajian komprehensif yang lebih dari sisi ilmiah, serta dibandingkan dengan negara-negara lain.
"Setiap 11 tempat tidur yang disediakan oleh pemprov, itu bahasa ekstremnya diperebutkan oleh 100.000 penduduk. Jawa Tengah ini ada di posisi 8 nasional kalau ketersediaan tempat tidur ini," ujar dia.
Oleh karena itu, selain menahan laju tingkat kematian, dan positive rate, Firdza mengatakan Pemprov Jateng sebaiknya mulai menghitung ulang daya tampung rumah sakit untuk jangka waktu 3-6 bulan ke depan, dengan mempertimbangkan kecepatan rata-rata kasus per hari.
Melihat kondisi saat ini di Jateng, Juru Bicara Satuan Tugas Covid-19 RS UNS, Tonang Dwi Ardyanto mengatakan, memang harus diakui, Jateng saat ini masih berjuang keras untuk memenuhi indikator-indikator keberhasilan pengendalian pandemi Covid.
"Saya sebut berjuang keras, dalam tetap berpikir positif, untuk terus berusaha sebaik-baiknya," kata Tonang saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (29/8/2020).
Baca juga: Mulai 24 Agustus, Pelanggar Protokol Kesehatan di Jateng Kena Sanksi, Apa Hukumannya?
Mengenai rendahnya tes PCR di Jateng, Tonang memaparkan, sebenarnya sudah ada beberapa laboratorium yang bekerja keras di Jateng untuk mencapai standar kapasitas PCR sesuai standar WHO, yaitu 1 pemeriksaan per 1000 penduduk per pekan.
"Target untuk Jawa Tengah adalah sekitar 4.900 per hari. Sementara memang kami belum mencapainya. Ini masalah kita bersama juga, termasuk di tingkat nasional," kata Tonang.
Dia menambahkan, beberapa hambatan dalam usaha meningkatkan kapasitas tes PCR di Jateng antara lain, menjaga ketersediaan reagen dan bahan habis pakai pendukungnya.
Namun, Tonang menampik bahwa tingkat fatalitas tinggi Jateng disebabkan oleh adanya kendala di sistem kesehatan.
Dia juga menyebut bahwa saat ini ketersediaan tempat tidur masih belum mencapai titik yang mengkhawatirkan.
"Secara prinsip kok tidak demikian ya. Ketersediaan TT (tempat tidur) masih ada, dalam arti belum sampai ke titik kritis. Hanya memang persebarannya tidak merata di semua wilayah," kata Tonang.
Persebaran yang tidak merata itu disebabkan jumlah kasus yang juga tidak merata di tiap-tiap wilayah di Jateng.