KHARTUM, KOMPAS.com - Para pemimpin militer Sudan menuduh politisi sipil membuka kesempatan bagi kudeta dengan mengabaikan kesejahteraan publik sambil diliputi oleh pertengkaran internal.
Di bawah kesepakatan pembagian kekuasaan pada Agustus 2019, setelah penggulingan penguasa lama Omar Al-Bashir, Sudan diperintah oleh badan militer dan politisi sipil gabungan yang dikenal sebagai dewan berdaulat yang bertugas mengawasi transisi ke pemerintahan sipil penuh.
Pihak berwenang militer Sudan mengatakan pada Senin (20/9/2021) bahwa mereka telah menahan 21 petugas yang berusaha untuk mengambil alih kekuasaan pada dini hari, seperti yang dilansir dari Al Jazeera pada Rabu (22/9/2021).
Baca juga: Upaya Kudeta Digagalkan, Jenderal Top Sudan Langsung Ditangkap
Al Jazeera melaporkan bahwa masih "tidak ada jawaban atas apa yang dikatakan orang-orang di balik kudeta selama interogasi".
Namun, ancaman perebutan kekuasaan tampaknya telah meningkatkan ketegangan antara militer dengan mitra politisi sipil dalam pemerintahan transisi Sudan, yang hubungannya telah retak.
Berbicara pada wisuda militer di Omdurman, Jenderal Abdel Fattah Al-Burhan, kepala Dewan Berdaulat, dan wakilnya Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo, menuduh politisi sipil mencari keuntungan pribadi dan melupakan tujuan revolusi.
“Politisi sipil adalah penyebab utama di balik kudeta karena mereka telah mengabaikan warga pada umumnya...dan lebih peduli memperebutkan bagaimana mereka bisa tetap berkuasa,” kata Dagalo, yang dikenal luas sebagai Hemeti, seperti dikutip oleh kantor berita resmi SUNA.
“Ini telah menciptakan kekecewaan di antara warga,” tambah kepala paramiliter yang ditakuti itu dalam sebuah pidato kepada pasukan di sebuah kamp militer di barat Khartoum.
Baca juga: Muncul 29 Jenazah Manusia di Sungai, Sudan Panggil Dubes Etiopia
Setelah upaya kudeta, Perdana Menteri sipil Abdalla Hamdok telah mengulangi seruan untuk merestrukturisasi militer dan membawa kepentingan bisnisnya di bawah pengawasan sipil, sumber utama perselisihan, dalam pidato yang tidak menekankan persatuan militer-sipil, seperti yang telah dia lakukan sebelumnya.
Partai politik Sudan meminta warga untuk menolak kekuasaan militer dan melindungi revolusi. Al-Burhan menyebut pernyataan seperti itu “tidak dapat diterima”.
“Siapa yang harus mereka bangkitkan untuk melindungi revolusi? Dari kami, militer? Kami adalah orang-orang yang melindunginya dari mereka, orang-orang yang ingin mencurinya,” kata Al-Burhan.
Al-Burhan mengatakan militer adalah kelompok yang paling tertarik pada transisi menuju demokrasi dan pemilihan umum.
Baca juga: Sekitar 50 Mayat Orang Tigray Ditemukan Mengambang di Sungai Sudan
“Mereka sibuk berkelahi dan berteriak dan mengarahkan semua panah mereka ke kami,” katanya menuduh para politisi sipil.
Al Jazeera melaporkan pidato tersebut menyoroti gesekan antara kedua belah pihak.
Para pemimpin militer menyalahkan politisi atas situasi Sudan saat ini.
“Mereka berbicara tentang ekonomi. Mereka mengatakan bahwa politisi tampaknya fokus untuk mendapatkan kekuasaan dan tidak fokus pada isu-isu yang penting bagi warga sipil," kata Al-Burhan.
Baik Al-Burhan dan Dagalo mengatakan mereka merasa angkatan bersenjata tidak dihargai.
“Militer dihina dan dilecehkan siang malam, jadi bagaimana tidak ada kudeta,” kata Dagalo.
Baca juga: Sudan Selatan Kembalikan 72.000 Dosis Vaksin Covid-19 ke Covax
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.