Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemimpin Oposisi Rusia Yakin Putin Tahu Operasi Meracuninya

Kompas.com - 16/12/2020, 10:31 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum,
Ardi Priyatno Utomo

Tim Redaksi

Sumber CNN

BERLIN, KOMPAS.com - Tokoh oposisi Rusia, Alexey Navalny mengatakan dia yakin Presiden Vladimir Putin tahu operasi bayangan yang dilakukan agen elit Rusia sebelum dia diracuni.

"Saya benar-benar yakin Putin telah mengetahuinya," kata Navalny, saat wawancara dengan Christiane Amanpour dari CNN pada Selasa (15/12/5050).

"Operasi dengan keterampilan seperti itu dan untuk waktu yang lama tidak dapat dilakukan tanpa keputusan dari kepala (Dinas Keamanan Rusia) FSB, Tuan Bortnikov. Dan dia tidak akan pernah berani melakukannya tanpa perintah langsung dari Presiden Putin."

Kelompok antikorupsi Rusia bereaksi terhadap penyelidikan oleh kelompok Bellingcat dan bergabung dengan CNN, yang menyimpulkan bagaimana unit FSB mengikuti timnya selama perjalanan Agustus ke Siberia.

Investigasi menemukan bahwa dua tim yang terdiri dari lima atau enam agen dikerahkan dalam perjalanan Navalny di Siberia pada Agustus 2020, termasuk orang-orang yang berspesialisasi dalam racun saraf.

Baca juga: Diracun dan Koma Hampir 3 Pekan, Dokter Nyatakan Navalny Telah Sadar

Pemerintah Rusia belum menanggapi laporan tersebut, meskipun Kremlin sebelumnya telah membantah terlibat dalam kasus keracunan Alexey Navalny.

Investigasi CNN  dan Bellingcat juga menemukan bahwa tim FSB telah mengikuti tim Navalny dalam lebih dari 30 perjalanan ke dan dari Moskow sejak 2017.

Pimpinan oposisi Rusia, Alexey Navalny berharap penyelidikan oleh Bellingcat dan CNN akan mengarah pada serangkaian sanksi keras terhadap elit di sekitar Putin.

Sejauh ini dia kecewa dengan tanggapan Amerika Serikat. "Presiden Trump ditanya tentang itu dan dia berkata, mari kita bicarakan ini nanti," kata Navalny kepada CNN sambil mengangkat bahu.

Di bawah undang-undang AS, jika muncul informasi yang meyakinkan bahwa negara asing telah menggunakan senjata kimia, pemerintah wajib menerapkan berbagai sanksi, termasuk sanksi impor dan ekspor.

Terlepas dari risikonya, Navalny berencana untuk kembali ke Rusia segera setelah dokternya menjelaskan semuanya.

Baca juga: Menlu AS Klaim Tahu Siapa yang Racuni Navalny

"Saya akan kembali dan saya akan kembali karena saya seorang politikus Rusia. Saya milik negara ini," katanya.

"Saya memahami keseluruhan operasi ini dilakukan sekarang. Saya tidak akan pernah memberi Putin hadiah dengan membiarkan tindakannya itu."

Pembalasan untuk FSB

Sebelumnya, lebih dari seminggu setelah Navalny dibawa ke rumah sakit Charité Berlin, masih dalam keadaan koma, Kanselir Jerman Angela Merkel menyatakan hasil lab menunjukkan "tanpa keraguan" bahwa keracunan itu adalah "percobaan pembunuhan dengan zat racun saraf."

Uni Eropa kemudian menjatuhkan sanksi kepada beberapa pejabat senior, termasuk Direktur FSB, Aleksandr Bortnikov.

Ia dinyatakan bertanggung jawab untuk memberikan dukungan kepada orang-orang yang melakukan atau terlibat dalam keracunan Navalny.

Baca juga: Rusia Khawatir Jerman Bawa-bawa Kasus Navalny dalam Proyek Kerja Sama Pipa Gas

CNN tidak dapat memastikan dengan pasti bahwa unit yang bermarkas di Jalan Akademika Vargi-lah yang meracuni Navalny dengan Novichok pada malam 19 Agustus.

Tetapi aktivitasnya pada bulan Juli dan Agustus menunjukkan bahwa tindakan Eropa terhadap Bortnikov dan pejabat senior lainnya tidak salah tempat.

Baik Kremlin dan dinas keamanan Rusia telah berulang kali membantah peran apa pun dalam keracunan Navalny.

"Untuk mengatakan bahwa di wilayah Rusia, terdapat produksi atau persediaan racun tingkat militer tentu saja adalah disinformasi," kata kepala dinas intelijen luar negeri Rusia, Sergei Naryshkin, pada 15 September.

CNN mendekati Kremlin dan FSB tentang penyelidikan tersebut. Juru bicara Putin menolak berkomentar. Tidak ada tanggapan yang diterima dari FSB.

Pada hari Senin, CNN mengunjungi rumah Tayakin, yang memantau komunikasi tim racun tersebut saat Navalny berada di Siberia. Ketika ditanya apakah dia terlibat dengan unit tersebut, dia tiba-tiba menutup pintu tanpa berkomentar.

Baca juga: Belarus Klaim Racun Novichok untuk Navalny Rekayasa Jerman dan Polandia

Pejabat dan media Rusia telah mengajukan lusinan skenario untuk menjelaskan keracunan Navalny.

Mereka menuding hal itu mungkin dilakukan di pesawat yang membawanya ke Jerman. Salah satu teori favorit media pemerintah adalah bahwa Pevchikh bertanggung jawab. Dia disebut bekerja untuk intelijen Inggris dalam upaya mencemarkan nama baik pemerintah Rusia.

Pevchikh membantah tuduhan tersebut.

Pada hari Jumat, Putin mengatakan kepada Dewan Hak Asasi Manusia Rusia bahwa, meskipun tidak perlu membuka penyelidikan kriminal setiap kali seseorang hampir mati, dia telah meminta jaksa untuk menyelidiki kasus Navalny.

Putin mengatakan, analis Rusia sedang melihat materi yang tersedia untuk mereka. Namun akses terhadap analis itu diblokir.

"Spesialis kami siap melakukan perjalanan ke luar negeri - ke Prancis, Jerman, dan Belanda - untuk menemui spesialis yang mengklaim bahwa agen perang beracun telah ditemukan di sana," kata Putin.

"Tidak ada yang mengundang kita. Kita mengundang mereka ke kita. Mereka tidak mendatangi kita."

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Swiss Juara Kontes Lagu Eurovision 2024 di Tengah Demo Gaza

Swiss Juara Kontes Lagu Eurovision 2024 di Tengah Demo Gaza

Global
Korsel Sebut Peretas Korea Utara Curi Data Komputer Pengadilan Selama 2 Tahun

Korsel Sebut Peretas Korea Utara Curi Data Komputer Pengadilan Selama 2 Tahun

Global
Rangkuman Hari Ke-808 Serangan Rusia ke Ukraina: Bala Bantuan untuk Kharkiv | AS Prediksi Serangan Terbaru Rusia

Rangkuman Hari Ke-808 Serangan Rusia ke Ukraina: Bala Bantuan untuk Kharkiv | AS Prediksi Serangan Terbaru Rusia

Global
Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Global
Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Global
Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Global
Rusia Klaim Rebut 5 Desa dalam Pertempuran Sengit di Kharkiv

Rusia Klaim Rebut 5 Desa dalam Pertempuran Sengit di Kharkiv

Global
Di Balik Serangan Israel ke Rafah yang Bahkan Tak Bisa Dihalangi AS

Di Balik Serangan Israel ke Rafah yang Bahkan Tak Bisa Dihalangi AS

Global
Israel Perintahkan Warga Palestina Mengungsi dari Rafah

Israel Perintahkan Warga Palestina Mengungsi dari Rafah

Global
[UNIK GLOBAL] Majikan Bunuh Diri, PRT Diwarisi Rp 43,5 Miliar | Karyawan Nekat ke Italia demi Makan Pizza Padahal Besok Kerja

[UNIK GLOBAL] Majikan Bunuh Diri, PRT Diwarisi Rp 43,5 Miliar | Karyawan Nekat ke Italia demi Makan Pizza Padahal Besok Kerja

Global
Tak Ada yang Bicara Perubahan Iklim di Pemilu India, Apa Sebabnya?

Tak Ada yang Bicara Perubahan Iklim di Pemilu India, Apa Sebabnya?

Global
Di Texas, Orangtua Bisa Dipenjara Jika Tinggalkan Anak Sendirian dalam Rumah

Di Texas, Orangtua Bisa Dipenjara Jika Tinggalkan Anak Sendirian dalam Rumah

Global
Turkiye Setop Berbisnis dengan Israel, Pakar: Akan Sulitkan Ankara

Turkiye Setop Berbisnis dengan Israel, Pakar: Akan Sulitkan Ankara

Global
Tentara Israel Diserang Ratusan Lebah di Gaza Selatan

Tentara Israel Diserang Ratusan Lebah di Gaza Selatan

Global
Kritikan Paling Keras AS untuk Israel, Dituduh Mungkin Langgar Hukum Internasional

Kritikan Paling Keras AS untuk Israel, Dituduh Mungkin Langgar Hukum Internasional

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com