Penulis: Burak Uenveren/DW Indonesia
ANKARA, KOMPAS.com - Senyum menghiasi wajah Presiden Recep Tayyip Erdogan ketika menjawab pertanyaan DW, "Kami sudah tidak lagi mempertahankan hubungan dagang intensif dengan Israel. Isunya sudah selesai,” kata dia dalam jumpa pers di akhir kunjungan Presiden Jerman Frank-Walter Steinmeier di Ankara, dua pekan lalu.
Saat itu, rencana Turkiye "membatasi" ekspor sebanyak 54 jenis komoditas ke Israel baru berupa ancaman. Beberapa hari setelah pernyataan Erdogan, Kementerian Perdagangan akhirnya mengumumkan penghentian kerja sama ekspor dan impor dengan Israel.
Kedua negara sejatinya menjalin kekariban bisnis. Menurut Asosasi Ekspor Turkiye, TIM, perdagangan bilateral antara Turkiye dan Israel "memiliki struktur yang stabil dan independen secara politik.”
Baca juga: Turkiye Setop Perdagangan dengan Israel sampai Gencatan Senjata Permanen di Gaza
Pada 2022 silam, volume perdagangan antara kedua negara mencapai sembilan miliar dollar AS. Israel mengekspor barang senilai dua miliar dollar AS, sementara Turkiye membukukan penjualan senilai tujuh miliar dollar AS.
Volume dagang kedua negara sejak itu berkurang dan hanya mencapai tujuh miliar dollar AS pada 2023.
Bagaimana penghentian dagang dengan Israel akan berdampak pada ekonomi Turkiye yang sedang dilanda krisis? Menurut Oguz Oyan, ekonom dan tokoh oposisi Turkiye, langkah tersebut akan menyulitkan Ankara menemukan investor asing.
"Negara Barat, terutama Amerika Serikat dan Eropa, memandang negatif negara yang menjatuhkan sanksi terhadap Israel,” kata dia.
"Penghentian dagang tidak hanya memperburuk hubungan dengan Israel, tetapi juga dengan pasar keuangan, dan artinya juga aliran dana investasi ke Turkiye.”
Salah satu sektor ekonomi yang akan paling terdampak di Turkiye adalah pariwisata. Bagi turis Israel, negeri dua benua itu selama ini merupakan negara tujuan wisata paling populer.
Pada 2022, misalnya, sebanyak 850.000 warga Israel berpelesir ke Turkiye. Tahun 2023 jumlahnya berkurang sembilan persen.
Di Israel, Menteri Luar Negeri Israel Katz merespons keras keputusan Turkiye untuk sepenuhnya menghentikan hubungan dagang.
"Erdogan melanggar perjanjian internasional dengan memblokir pelabuhan. Dia mengabaikan kepentingan rakyat Turkiye dan pengusaha Turkiye. Beginilah tindakan seorang diktator," kata dia.
Apakah keputusan Ankara akan memicu konsekuensi hukum? "Tidak,” kata Profesor Funda Basaran Yava?lar di Universitas Marmara, Istanbul, spesialis dalam hukum keuangan internasional.
Karena sejauh ini, belum ada kontrak bisnis yang diakhiri secara sepihak. Basaran yakin, situasinya belum akan berubah.