Agus menilai, putusan itu dapat membuktikan adanya pelanggaran di tahapan pemilu secara terstruktur, sistematis, dan masif.
Pasalnya, pelanggaran etik yang dilakukan oleh Hasyim menunjukkan ketidakcermatan KPU.
Akibatnya, tercipta sistem yang dapat dianggap sebagai bukti penggunaan kekuasaan dalam memuluskan jalan Gibran menjadi wakil presiden.
"Putusan itu bisa jadi alat bukti kalau ada orang melakukan gugatan mengenai ketidakabsahan pencalonannya (Gibran)," imbuh dia.
Dia menambahkan, UU Pemilu telah mengatur pelanggaran di tahap pencalonan capres-cawapres termasuk salah satu pelanggaran administrasi dalam prosedur pemilu.
Baca juga: Tak Mau Kematian Ratusan Petugas KPPS Terulang, KPU Terbitkan Kebijakan Pemilu 2024
Agus menuturkan, Hasyim melanggar kode etik KPU berupa kewajiban bersikap transparan, terbuka, tidak diskriminatif, hati-hati, dan cermat dalam penyelenggaraan pemilu.
Menurutnya, pelanggaran etik yang dilakukan Hasyim membuat posisinya sebagai Ketua KPU itu berpotensi diberhentikan dari posisinya.
Risiko ini muncul karena dia mendapat sanksi peringatan keras oleh DKPP.
"Dia tidak boleh melanggar (kode etik) sekali lagi. Begitu dia melanggar, sekecil apa pun, hukumannya dihentikan," tegasnya.
Agus menjelaskan, DKPP juga memiliki beberapa sanksi bagi anggota KPU yang melanggar kode etik.
Sanksi itu berupa teguran lisan, teguran tertulis, peringatan, teguran keras, pemberhentian dari posisi ketua, serta pemberhentian sebagai anggota KPU.
Baca juga: Cek, Daftar 63 Lembaga Survei Kredibel yang Resmi Terdaftar di KPU untuk Pilpres 2024
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.