Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Ketua KPU Terbukti Langgar Etik, Apa Dampaknya bagi Pemilu 2024?

Putusan tersebut dibacakan oleh Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Heddy Lugito dalam sidang putusan di Jakarta, Senin (5/2/2024).

"Hasyim Asy'ari sebagai teradu 1 terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara Pemilu," ujar Heddy.

Dalam putusan itu, Hasyim disebut terlambat berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah setelah keluar putusan Mahkamah Konstitusi yang mengubah syarat batas usia capres-cawapres pada 16 Oktober 2023.

Atas pelanggaran etik tersebut, DKPP memberikan sanksi berupa peringatan keras terakhir kepada Hasyim.

Lalu, apa dampak pelanggaran etik yang dilakukan Ketua KPU Hasyim Asy'ari terhadap pelaksanaan Pemilu 2024?

Dampak pelanggaran etik ketua KPU

Ahli hukum tata negara Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Agus Riewanto mengatakan, pelanggaran etik ini akan berdampak terhadap Hasyim selaku ketua KPU dan Gibran Rakabuming Raka yang berhubungan dengan adanya perubahan aturan di MK.

Namun, ia menegaskan bahwa penyelenggaraan Pemilu 2024 dan institusi KPU tidak akan terpengaruh dari putusan pelanggaran etik tersebut.

Sementara, produk hukum yang dikeluarkan KPU juga dinyatakan tidak bermasalah. Ini berarti putusan tersebut juga tidak akan berpengaruh pada pencalonan Gibran sebagai calon wakil presiden (cawapres) saat ini.

"Pelanggaran etik itu bukan pelanggaran hukum. Tetapi, putusan KPU (terkait perubahan usia capres-cawapres) tidak berpengaruh, tetap berlaku," ujar dia, saat dihubungi Kompas.com, Senin (5/2/2024).

Berpengaruh pada legitimasi Gibran sebagai cawapres

Kendati demikian, putusan pelanggaran etik yang diterima Hasyim justru akan memengaruhi posisi Gibran yang terlibat dalam perubahan aturan pencalonan capres-cawapres.

"Akan berdampak terhadap legitimasi Gibran sebagai cawapres karena produk pencalonannya melanggar etika," ujar dia.

Apalagi, pencalonan Gibran dalam Pilpres 2024 berkaitan dengan dua putusan pelanggaran etik, yakni pelanggaran etik oleh ketua KPU dan pelanggaran yang dilakukan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman.

Menurutnya, dua pelanggaran itu akan berdampak pada lemahnya legitimasi etik Gibran sebagai cawapres.

Jadi alat bukti saat perselisihan hasil pemilu

Selain itu, putusan pelanggaran etik Ketua KPU juga dapat dimanfaatkan sebagai alat bukti, jika ada perselisihan hasil pemilu (PHPU) 2024 di MK.

Agus menilai, putusan itu dapat membuktikan adanya pelanggaran di tahapan pemilu secara terstruktur, sistematis, dan masif.

Pasalnya, pelanggaran etik yang dilakukan oleh Hasyim menunjukkan ketidakcermatan KPU.

Akibatnya, tercipta sistem yang dapat dianggap sebagai bukti penggunaan kekuasaan dalam memuluskan jalan Gibran menjadi wakil presiden.

"Putusan itu bisa jadi alat bukti kalau ada orang melakukan gugatan mengenai ketidakabsahan pencalonannya (Gibran)," imbuh dia.

Dia menambahkan, UU Pemilu telah mengatur pelanggaran di tahap pencalonan capres-cawapres termasuk salah satu pelanggaran administrasi dalam prosedur pemilu.

Ancam posisi Ketua KPU

Agus menuturkan, Hasyim melanggar kode etik KPU berupa kewajiban bersikap transparan, terbuka, tidak diskriminatif, hati-hati, dan cermat dalam penyelenggaraan pemilu.

Menurutnya, pelanggaran etik yang dilakukan Hasyim membuat posisinya sebagai Ketua KPU itu berpotensi diberhentikan dari posisinya.

Risiko ini muncul karena dia mendapat sanksi peringatan keras oleh DKPP.

"Dia tidak boleh melanggar (kode etik) sekali lagi. Begitu dia melanggar, sekecil apa pun, hukumannya dihentikan," tegasnya.

Agus menjelaskan, DKPP juga memiliki beberapa sanksi bagi anggota KPU yang melanggar kode etik.

Sanksi itu berupa teguran lisan, teguran tertulis, peringatan, teguran keras, pemberhentian dari posisi ketua, serta pemberhentian sebagai anggota KPU.

https://www.kompas.com/tren/read/2024/02/06/073000265/ketua-kpu-terbukti-langgar-etik-apa-dampaknya-bagi-pemilu-2024-

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke