KOMPAS.com - Sri Lanka jatuh mengalami krisis ekonomi terburuk sejak merdeka pada 1948.
Mereka telah menutup sekolah dan menghentikan layanan pemerintah non-esensial guna menghemat cadangan bahan bakar.
Bahkan, cadangan bahan bakar minyak (BBM) di Sri Lanka hanya cukup untuk beberapa hari lagi.
Pada April lalu, Sri Lanka menyatakan gagal bayar utang luar negeri senilai 51 miliar dollar AS atau sekitar Rp 755,33 triliun.
Sebuah tim dari Dana Moneter Internasional (IMF) telah tiba di Sri Lanka pada Senin (20/6/2022) guna membicarakan program bailout.
Tak kunjung membaik, apa penyebab Sri Lanka jatuh ke dalam krisis ekonomi?
Baca juga: Sri Lanka Bangkrut dan Mulai Tutup Perlahan
Dikutip dari BBC, cadangan uang asing Sri Lanka tak mampu lagi membayar impor makanan pokok dan bahan bakar.
Pemerintah menyalahkan pandemi Covid-19 yang memengaruhi pariwisata dan kedatangan turis ke Sri Lanka, salah satu penghasil mata uang asing terbesarnya.
Selain itu, mereka menyebut wisatawan juga ketakutan oleh serangkaian serangan bom mematikan di gereja-gereja pada 2019.
Akan tetapi, banyak ahli menilai kesalahan dalam mengurus ekonomi negara jadi penyebab krisis itu.
Di penghujung perang saudara pada 2009, Sri Lanka memilih untuk lebih fokus menyediakan barang untuk pasar domestik daripada mencoba masuk ke luar negeri.
Hal itu menjadikan pendapatan dari ekspor rendah, sementara tagihan impor terus bertambah.
Sri Lanka sekarang mengimpor 3 miliar dollar AS lebih banyak daripada ekspornya setiap tahun. Itulah sebabnya mereka kehabisan cadangan mata uang asing.
Baca juga: Militer Sri Lanka Lepaskan Tembakan untuk Tahan Kerusuhan di SPBU