"Mereka lebih aristokratis di Venezia," katanya.
Jerman, yang juga ada Fasching -karnaval dalam bahasa setempat- bagi Luna, terlalu banyak minum alkohol.
"Saya lebih suka di sini, di Swiss, meskipun banyak teman mengatakan mengapa ke Swiss, yang terkenal sangat tertutup," imbuhnya.
Hal serupa diungkapkan Francois, perempuan yang tinggal di Paris.
"Saya selalu ke Lucerne kalau Fasnacht," katanya.
Francois datang tidak hanya berkostum, namun juga bersama grup musiknya, genderang dari Afrika.
"We want just fun, fun, and fun," katanya.
Sepekan ini, Lucerne tiap hari berganti wajah.
Dari sore porak poranda, menjelang fajar pasukan kuning dengan sangat cepat akan membersihkan kembali kota turisme ini. Berantakan akan dirapikan, kotor disapu bersih, selama sepekan.
Fitri, turis asal Jakarta mengaku kaget dengan kegiatan ini.
Karena tidak suka dengan keributan, dia memilih pindah ke Zermatt.
Baca juga: Saat Warkop ala Indonesia Makin Eksis di Swiss...
"Saya tidak menyangka dari sore hingga pagi, lalu kembali ritual yang sama, tiap hari, ratusan ribu orang," katanya.
Karnaval ini nyatanya tidak hanya pecah di Lucerne.
Kegiatan serupa juga terjadi di desa, kecamatan, dan kabupaten di Swiss Tengah.
"Namun puncaknya memang di Lucerne, dari desa-desa itu, mereka akan berkumpul di Lucerne," kata Helene, warga Lucerne.