Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kudeta Militer Sudan Berlanjut Protes, 1.300 WNI Akan Dievakuasi Jika Kondisi Memburuk

Kompas.com - 27/10/2021, 22:37 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Editor

KHARTOUM, KOMPAS.com - Kedutaan Besar Republik Indonesia di Khartoum tengah menyiapkan cadangan logistik bagi sekitar 1.300 WNI di tengah gejolak krisis di Sudan, sejak kudeta militer awal pekan ini.

Selain itu, KBRI menyiapkan kemungkinan evakuasi apabila keadaan memburuk di negara Afrika tersebut.

Baca juga: Setelah Ditahan di Rumah Pemimpin Kudeta, PM Sudan Dibebaskan

Pemimpin militer Sudan, Jenderal Abdel Fattah al-Burhan, mengatakan pihaknya melancarkan kudeta Senin lalu untuk mencegah perang saudara.

Semua penerbangan dari dan ke Sudan dibekukan hingga Sabtu (23/10/2021).

Aksi protes menentang kudeta itu terus berlanjut di Ibu Kota Khartoum. Sejumlah jalan, jembatan, dan toko-toko ditutup.

Setidaknya sepuluh orang dilaporkan tewas dalam sejumlah kerusuhan.

Bagaimana dengan WNI di Sudan?

Derry Iskandar, Kuasa Usaha Ad Interim dari Kedutaan Besar Republik Indonesia di Khartoum, mengungkapkan jaringan komunikasi terganggu.

Dia menambahkan pihaknya sudah menyiapkan langkah-langkah untuk membantu warga Indonesia di Sudan seandainya situasi memburuk.

"Agar para WNI tetap di rumah, selalu waspada, dan terus menjalin komunikasi dengan KBRI Khartoum," ujarnya kepada BBC News Indonesia, Selasa malam (26/10/2021).

Baca juga: Jenderal Militer Sebut Kudeta Sudan demi Hindari Perang Saudara

Warga Sudan turun ke jalan memprotes penangkapan para pemimpin sipil oleh militer pada 25 Oktober 2021.AFP PHOTO/GETTY IMAGES via BBC INDONESIA Warga Sudan turun ke jalan memprotes penangkapan para pemimpin sipil oleh militer pada 25 Oktober 2021.

Derry mengungkapkan saat ini terdapat 1.386 WNI di Sudan, mayoritas berada di Ibu Kota Khartoum dan negara bagian al-Gezira.

KBRI Khartoum saat ini sedang menyiapkan cadangan logistik dan bahan pokok untuk WNI di Sudan, dalam mengantisipasi kelangkaan bahan-bahan pokok di negara itu.

Selain itu, rencana evakuasi juga dipersiapkan bila situasi memburuk di Sudan.

"Saat ini KBRI Khartoum sedang melakukan assessment dan koordinasi dengan Kementerian Luar Negeri RI di Jakarta terhadap kemungkinan-kemungkinan evakuasi apabila keadaan semakin buruk," ujar Derry.

PM Sudan sudah dibebaskan

Sementara itu, Perdana Menteri Sudan Abdalla Hamdok yang sempat ditahan di rumah pemimpin kudeta "demi menjamin keselamatannya", dilaporkan telah kembali ke rumah.

Dalam jumpa pers Selasa (26/10/2021) Jenderal Burhan mengungkap alasan militer mengambil alih kekuasaan Senin lalu.

"Bahaya yang kita saksikan pekan lalu bisa membawa negeri ini dilanda perang saudara," katanya.

Baca juga: Kudeta Sudan Tewaskan 7 Orang dan 140 Orang Terluka Saat Militer Tembaki Massa

Jenderal Abdel Fattah al-Burhan.
AFP PHOTO/GETTY IMAGES via BBC INDONESIA Jenderal Abdel Fattah al-Burhan.

"Perdana menteri saat itu berada di rumahnya namun kami khawatir dia akan disakiti," lanjut Burhan.

"Saya berada bersamanya kemarin malam...dan dia menjalani hidupnya... dia akan kembali ke rumahnya saat krisis usai dan semua ancaman hilang."

Jenderal Burhan selanjutnya menyatakan dia telah membubarkan pemerintahan sipil, menangkap para pemimpin politik dan menyerukan keadaan darurat. Sebab. Kata dia kelompok-kelompok politik telah menghasut warga sipil melawan pasukan keamanan.

Wartawan BBC Mohamed Osman di Khartoum mengatakan fakta bahwa Jenderal Burhan telah menyiapkan daftar para menteri, serta berjanji mengumumkan pengangkatan hakim tinggi dalam waktu dua hari, menunjukkan sudah ada perencanaan yang luas sebelum kudeta.

Kecaman internasional

Aksi militer itu menimbulkan kecaman internasional. AS, Inggris, Uni Eropa, dan Uni Afrika, yang dianggotai Sudan, menuntut pembebasan segera atas semua pemimpin politik, termasuk para anggota kabinet PM Hamdok.

Sekjen PBB Antonio Guterres mengatakan Sudan termasuk 'epidemi kudeta' yang berdampak pada Afrika dan Asia. Dia mendesak 'negara-negara besar" untuk kompak mengeluarkan sikap melalui Dewan Keamanan PBB.

Sekjen PBB Antonio Guterres.GETTY IMAGES via BBC INDONESIA Sekjen PBB Antonio Guterres.

Baca juga: Kudeta Sudan: Militer Bubarkan Pemerintah, Umumkan Keadaan Darurat

Sementara itu Amerika Serikat (AS) menangguhkan bantuan 700 juta dollar AS ke Sudan dan Uni Eropa juga mengancam hal yang sama. Mereka menuntut dipulihkannya lagi pemerintahan sipil tanpa syarat di Sudan.

Sejak Senin (25/10/2021), para tentara dikabarkan melakukan operasi dari rumah ke rumah di Khartoum untuk menangkap para pemimpin aksi demo.

Koresponden  mengungkapkan bahwa ribuan orang turun ke jalan untuk memprotes kudeta, kebanyakan di lingkungan permukiman dekat pusat kota.

Para pegawai bank sentral dikabarkan melakukan aksi mogok kerja. Para dokter pun dilaporkan menolak melanjutkan kerja di rumah sakit milik militer, kecuali untuk keperluan darurat.

Para pemimpin sipil dan militer tidak memiliki hubungan harmonis sejak pemimpin yang lama berkuasa, Omar al-Bashir, digulingkan pada 2019.

Muncul kesepakatan pembagian kekuasaan antara pemimpin sipil dan militer untuk membawa Sudan kepada demokrasi. Namun kemudian muncul beberapa kali upaya kudeta, sebelumnya terjadi pada bulan lalu.

Jenderal Burhan, yang memimpin dewan pembagian kekuasaan, mengatakan Sudan berkomitmen pada transisi menuju pemerintahan sipil dan pemilu yang sudah direncanakan digelar Juli 2023.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

Korsel Sebut Peretas Korea Utara Curi Data Komputer Pengadilan Selama 2 Tahun

Korsel Sebut Peretas Korea Utara Curi Data Komputer Pengadilan Selama 2 Tahun

Global
Rangkuman Hari Ke-808 Serangan Rusia ke Ukraina: Bala Bantuan untuk Kharkiv | AS Prediksi Serangan Terbaru Rusia

Rangkuman Hari Ke-808 Serangan Rusia ke Ukraina: Bala Bantuan untuk Kharkiv | AS Prediksi Serangan Terbaru Rusia

Global
Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Global
Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Global
Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Global
Rusia Klaim Rebut 5 Desa dalam Pertempuran Sengit di Kharkiv

Rusia Klaim Rebut 5 Desa dalam Pertempuran Sengit di Kharkiv

Global
Di Balik Serangan Israel ke Rafah yang Bahkan Tak Bisa Dihalangi AS

Di Balik Serangan Israel ke Rafah yang Bahkan Tak Bisa Dihalangi AS

Global
Israel Perintahkan Warga Palestina Mengungsi dari Rafah

Israel Perintahkan Warga Palestina Mengungsi dari Rafah

Global
[UNIK GLOBAL] Majikan Bunuh Diri, PRT Diwarisi Rp 43,5 Miliar | Karyawan Nekat ke Italia demi Makan Pizza Padahal Besok Kerja

[UNIK GLOBAL] Majikan Bunuh Diri, PRT Diwarisi Rp 43,5 Miliar | Karyawan Nekat ke Italia demi Makan Pizza Padahal Besok Kerja

Global
Tak Ada yang Bicara Perubahan Iklim di Pemilu India, Apa Sebabnya?

Tak Ada yang Bicara Perubahan Iklim di Pemilu India, Apa Sebabnya?

Global
Di Texas, Orangtua Bisa Dipenjara Jika Tinggalkan Anak Sendirian dalam Rumah

Di Texas, Orangtua Bisa Dipenjara Jika Tinggalkan Anak Sendirian dalam Rumah

Global
Turkiye Setop Berbisnis dengan Israel, Pakar: Akan Sulitkan Ankara

Turkiye Setop Berbisnis dengan Israel, Pakar: Akan Sulitkan Ankara

Global
Tentara Israel Diserang Ratusan Lebah di Gaza Selatan

Tentara Israel Diserang Ratusan Lebah di Gaza Selatan

Global
Kritikan Paling Keras AS untuk Israel, Dituduh Mungkin Langgar Hukum Internasional

Kritikan Paling Keras AS untuk Israel, Dituduh Mungkin Langgar Hukum Internasional

Global
Ukraina Evakuasi Ratusan Orang dari Kharkiv Usai Serangan Rusia

Ukraina Evakuasi Ratusan Orang dari Kharkiv Usai Serangan Rusia

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com