KOMPAS.com – Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan, polusi udara membunuh 7 juta orang per tahun di seluruh dunia.
Badan tersebut menambahkan, polusi udara kini menjadi salah satu ancaman lingkungan terbesar bagi kesehatan manusia.
Pada Rabu (22/9/2021), WHO memperkuat pedoman kualitas udaranya. Tindakan mendesak diperlukan untuk mengurangi paparan polusi udara.
Baca juga: PBB: Spesies Migrasi Asia-Pasifik Paling Rentan Polusi Plastik
WHO menuturkan, polusi udara saat ini menimbulkan ancaman penyakit yang setara dengan merokok dan mengonsumsi makanan yang tidak sehat.
Pedoman tersebut bertujuan untuk melindungi orang dari dampak buruk polusi udara dan digunakan oleh pemerintah sebagai acuan untuk standar yang mengikat secara hukum.
Badan kesehatan PBB tersebut terakhir kali mengeluarkan pedoman kualitas udara pada 2005.
Melansir Daily Sabah, pedoman tersebut memiliki dampak signifikan pada kebijakan pengurangan polusi di seluruh dunia.
Baca juga: Polusi Udara Berpotensi Timbulkan Skizofrenia dan Depresi
WHO mengatakan, dalam 16 tahun sejak pedoman kualitas udara terakhir diterbitkan, bukti yang jauh lebih kuat telah muncul.
Fakta yang ditemukan WHO menunjukkan bahwa polusi udara rupanya sangat berdampak pada kesehatan daripada yang dipahami sebelumnya.
"Bukti yang terkumpul cukup untuk membenarkan tindakan mengurangi paparan populasi terhadap polutan udara. Tidak hanya di negara atau wilayah tertentu tetapi dalam skala global," kata WHO.
Baca juga: Demi Tekan Polusi Udara, Perancis Berencana Larang Penerbangan Jarak Pendek
Pedoman baru tersebut dirilis menjelang pertemuan iklim global COP26 yang diadakan di Glasgow mulai 31 Oktober hingga 12 November.
WHO mengatakan, di samping perubahan iklim, polusi udara adalah salah satu ancaman lingkungan terbesar bagi kesehatan manusia.
Badan tersebut menambahkan, meningkatkan kualitas udara juga akan meningkatkan upaya mitigasi perubahan iklim, begitu pula sebaliknya.
Pedoman baru WHO merekomendasikan batas toleran untuk enam polutan termasuk ozon, nitrogen dioksida, sulfur dioksida, dan karbon monoksida.
Baca juga: Kapal Tanker Korea Selatan Berisi 2 WNI Ditahan, Iran Tuding karena Polusi Minyak
Dua lainnya adalah PM10 dan PM2,5 atau partikel yang berdiameter sama atau lebih kecil dari 10 dan 2,5 mikron.
Penelitian WHO menunjukkan, PM2,5 dapat memasuki aliran darah, terutama mengakibatkan masalah kardiovaskular, pernapasan, serta memengaruhi organ lain.
Pada 2019, lebih dari 90 persen populasi dunia tinggal di daerah yang melebihi pedoman AQG 2005 untuk paparan PM2,5 jangka panjang.
Asia Tenggara adalah wilayah yang terkena dampak terburuk.
“Polusi udara merupakan ancaman kesehatan di semua negara, paling parah menyerang orang-orang di negara berpenghasilan rendah dan menengah,” kata kepala WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus.
WHO mengatakan, kualitas udara telah meningkat tajam sejak tahun 1990-an di negara-negara berpenghasilan tinggi.
Di sisi lain, kualitas udara justru memburuk di sebagian besar negara lain sejalan dengan pertumbuhan ekonomi mereka.
Baca juga: Soal Polusi Udara, AS Juga Salahkan China di Hari Bumi
“Setiap tahun, paparan polusi udara diperkirakan menyebabkan 7 juta kematian dini dan mengakibatkan hilangnya jutaan tahun kehidupan yang lebih sehat,” kata WHO.
Pada anak-anak, polusi dapat menurunkan pertumbuhan dan fungsi paru-paru, infeksi pernapasan, serta menyebabkan asma yang memburuk.
Pada orang dewasa, penyakit jantung koroner dan stroke adalah penyebab paling umum kematian dini yang disebabkan oleh polusi udara di luar ruangan.
WHO mengatakan, beban penyakit yang disebabkan oleh polusi udara setara dengan risiko kesehatan lainnya seperti pola makan yang tidak sehat dan merokok.
Baca juga: Lockdown India: Polusi Berkurang, Himalaya pun Bisa Dipandang
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.