KOMPAS.com - Spesies yang bermigrasi di kawasan Asia-Pasifik, termasuk yang paling rentan terhadap polusi plastik.
Ini menurut tinjauan studi baru yang diterbitkan PBB, dilansir Independent.
Laporan yang dirilis Selasa (31/8/2021) oleh Konvensi PBB tentang Konservasi Spesies Migrasi Satwa Liar (CMS), menilai untuk pertama kalinya dampak polusi plastik pada hewan yang hidup di darat dan di lingkungan air tawar di kawasan Asia-Pasifik.
Baca juga: Manfaat Medan Magnet Bumi pada Migrasi Hewan
“Fokusnya sejauh ini pada pembersihan di lautan kita, tetapi itu sudah terlambat dalam prosesnya. Kita perlu fokus pada solusi dan pencegahan polusi plastik di hulu,” kata Sekretaris Eksekutif CMS Amy Fraenkel.
Laporan tersebut juga mencatat bahwa spesies yang dilindungi di bawah CMS dipengaruhi polusi plastik di ekosistem sungai dan darat, termasuk spesies air tawar, hewan darat, dan burung.
“Karena sebagian besar polusi plastik dihasilkan di darat, sayangnya tidak mengherankan jika hal itu berdampak pada migrasi dan spesies hewan lain yang hidup di darat dan di lingkungan air tawar,” kata Fraenkel.
Menurut laporan tersebut, mamalia air tawar yang menghirup udara seperti lumba-lumba sungai di Sungai Gangga, hewan darat seperti gajah Asia, dan burung yang bermigrasi, jadi yang paling terkena dampak polusi plastik di kawasan Asia-Pasifik.
Dengan spesies yang bermigrasi sudah berada di bawah beberapa penyebab stres lingkungan, termasuk dampak perubahan iklim, laporan tersebut mengatakan polusi plastik merupakan pemicu stres tambahan yang mengancam kelangsungan hidup mereka.
“Spesies yang bermigrasi akan menghadapi berbagai lingkungan yang lebih luas termasuk lingkungan yang terindustrialisasi dan sangat tercemar, yang mengarah pada kemungkinan paparan yang lebih tinggi terhadap plastik dan kontaminan terkait,” para ahli PBB mencatat dalam sebuah pernyataan.
Baca juga: Migrasi Gajah Asia Terpanjang Terjadi di China, Peneliti Kebingungan
Dalam kasus mamalia air tawar, kata para ahli, terjeratnya sampah plastik mencegah mereka mencapai permukaan, dan menyebabkan mereka tenggelam.
Dengan hanya 3.500 individu Lumba-lumba Sungai Gangga yang diperkirakan hidup di alam liar, laporan tersebut menegaskan bahwa spesies tersebut jadi spesies paling rentan kedua yang berisiko terjerat dan efek negatif dari alat tangkap yang dibuang di sungai.
Di sungai Mekong, terjerat jaring adalah “ancaman utama” bagi Lumba-lumba Irrawaddy yang mungkin hanya eksis kurang dari 100 individu di alam liar.
Terjerat serta menelan plastik juga mengancam mamalia sungai Dugong di India dan Thailand, kata laporan itu.
Laporan tersebut juga secara khusus menyoroti ancaman yang ditimbulkan peralatan penangkap ikan yang dibuang di sungai Gangga dan sungai Mekong untuk spesies air yang tenggelam karena terjerat.
Baca juga: Video Migrasi Gajah Tinggalkan Jejak Kerusakan Lebih dari Rute Jakarta-Semarang
Lumba-lumba sungai di India yang tertangkap dalam jaring ikan, baik secara tidak sengaja atau sengaja, juga dibunuh untuk diambil minyaknya, yang kemudian digunakan sebagai umpan untuk menangkap ikan lele.
Sementara penelitian tentang dampak polusi plastik di lingkungan darat “kurang terwakili,” kata laporan itu.
Hal itu dapat “berdampak buruk” pada berbagai macam hewan di darat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.