Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

139 Petugas Medis di Myanmar Hadapi Ancaman Penjara Junta Militer

Kompas.com - 22/04/2021, 17:44 WIB
Shintaloka Pradita Sicca

Penulis

NAYDIYDAW, KOMPAS.com - Setidaknya 139 petugas kesehatan di Myanmar menghadapi ancaman penjara, karena terlibat dalam gerakan anti-kudeta.

Melansir The Guardian pada Rabu (21/4/2021), petugas medis di Myanmar telah menghadapi serangan kekerasan secara rutin oleh junta militer sejak kudeta pada 1 Februari.

Pasukan militer menggerebek klinik, menembaki ambulans, serta memukuli dan menahan para dokter.

Baca juga: Krisis Myanmar Makin Parah, Jutaan Orang Terancam Kelaparan

Sejumlah petugas medis tidak lagi mengenakan seragam mereka, karena mereka takut hal itu memicu risiko kekerasan lebih besar oleh junta militer yang menargetkan mereka.

Dokter untuk Hak Asasi Manusia (PHR), sebuah LSM yang berbasis di AS yang telah memantau pelanggaran terhadap petugas kesehatan.

PHR mengatakan 160 petugas medis telah ditangkap sejak 13 April.

Kantor berita Irrawaddy melaporkan, pada Senin (19/4/2021) bahwa tuntutan hukum telah diajukan terhadap 139 dokter yang sedang dalam pencarian junta militer.

Baca juga: Myanmar: Apa yang Bisa Diharapkan dari Pertemuan Pemimpin ASEAN

Sementara, junta militer Myanmar belum mengkonfirmasi berapa banyak yang ditahan.

Dokter yang dituntut dan dihukum bisa menghadapi hukuman 3 tahun penjara.

Junta militer juga mengancam akan mencabut paspor para dokter yang terlibat dalam gerakan anti-kudeta dan melarang mereka melakukan praktik medis, menurut media lokal yang mengutip pernyataan dari televisi militer.

Fasilitas kesehatan swasta yang memiliki hubungan dengan dokter pemerintah yang mogok akan dicabut izinnya, kata laporan itu.

Baca juga: Junta Militer Myanmar Bertindak Brutal, Hampir 250.000 Orang Mengungsi

Dokter pemerintah menjadi sasaran karena berpartisipasi dalam gerakan pemberontakan sipil yang bertujuan untuk menggulingkan junta militer dengan melumpuhkan layanan umum penting.

Sementara, dokter swasta mengatakan mereka diserang hanya karena merawat pengunjuk rasa dan saksi mata.

Sandra Mon, seorang ahli Dokter untuk Hak Asasi Manusia, mengatakan penganiayaan junta terhadap petugas kesehatan tidak dapat diterima.

"Kami telah menerima beberapa laporan sejauh ini tentang individu dengan kebutuhan medis yang mengerikan, yang meninggal karena tidak menerima perawatan darurat," kata Sandra Mon.

Baca juga: Penindasan Kelompok Agama Minoritas di China dan Myanmar Terparah di Dunia

"Pengurangan sistematis terhadap petugas kesehatan oleh junta di tengah pandemi, hanya memperburuk disparitas yang ada dalam sistem kesehatan Myanmar yang rapuh, dan meletakkannya di jalan untuk melumpuhkan seluruh generasi di tahun-tahun mendatang,” ungkapnya.

Dokter untuk Hak Asasi Manusia mengatakan mereka mengetahui laporan bahwa warga sipil non-medis telah ditangkap dan didakwa dengan dakwaan pengkhianatan.

Alasannya, mereka memiliki obat-obatan yang dijual bebas dan persediaan pertolongan pertama.

Ribuan orang telah ditahan dan 738 orang telah dibunuh oleh junta militer sejak kudeta terjadi, menurut kelompok advokasi Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik.

Baca juga: Lagi, Uni Eropa Jatuhkan Sanksi ke 10 Petinggi Junta Myanmar dan 2 Perusahaan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

143 Orang Tewas akibat Banjir di Brasil, 125 Lainnya Masih Hilang

143 Orang Tewas akibat Banjir di Brasil, 125 Lainnya Masih Hilang

Global
Serangan Ukraina di Belgorod Rusia, 9 Orang Terluka

Serangan Ukraina di Belgorod Rusia, 9 Orang Terluka

Global
Inggris Selidiki Klaim Hamas Terkait Seorang Sandera Terbunuh di Gaza

Inggris Selidiki Klaim Hamas Terkait Seorang Sandera Terbunuh di Gaza

Global
Serangan Drone Ukraina Sebabkan Kebakaran di Kilang Minyak Volgograd Rusia

Serangan Drone Ukraina Sebabkan Kebakaran di Kilang Minyak Volgograd Rusia

Global
PBB Serukan Gencatan Senjata di Gaza Segera, Perang Harus Dihentikan

PBB Serukan Gencatan Senjata di Gaza Segera, Perang Harus Dihentikan

Global
Pendaki Nepal, Kami Rita Sherpa, Klaim Rekor 29 Kali ke Puncak Everest

Pendaki Nepal, Kami Rita Sherpa, Klaim Rekor 29 Kali ke Puncak Everest

Global
4.073 Orang Dievakuasi dari Kharkiv Ukraina akibat Serangan Rusia

4.073 Orang Dievakuasi dari Kharkiv Ukraina akibat Serangan Rusia

Global
Macron Harap Kylian Mbappe Bisa Bela Perancis di Olimpiade 2024

Macron Harap Kylian Mbappe Bisa Bela Perancis di Olimpiade 2024

Global
Swiss Juara Kontes Lagu Eurovision 2024 di Tengah Demo Gaza

Swiss Juara Kontes Lagu Eurovision 2024 di Tengah Demo Gaza

Global
Korsel Sebut Peretas Korea Utara Curi Data Komputer Pengadilan Selama 2 Tahun

Korsel Sebut Peretas Korea Utara Curi Data Komputer Pengadilan Selama 2 Tahun

Global
Rangkuman Hari Ke-808 Serangan Rusia ke Ukraina: Bala Bantuan untuk Kharkiv | AS Prediksi Serangan Terbaru Rusia

Rangkuman Hari Ke-808 Serangan Rusia ke Ukraina: Bala Bantuan untuk Kharkiv | AS Prediksi Serangan Terbaru Rusia

Global
Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Global
Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Global
Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Global
Rusia Klaim Rebut 5 Desa dalam Pertempuran Sengit di Kharkiv

Rusia Klaim Rebut 5 Desa dalam Pertempuran Sengit di Kharkiv

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com