Kelompok sayuran ini mengandung fitokimia beracun yang dikenal sebagai glikoalkaloid. Khusus kentang, tercatat mengandung dua glikoalkaloid utama berupa solanin dan chaconine.
Merujuk EFSA Journal (2020), keracunan glikoalkaloid setelah mengonsumsi kentang pernah dilaporkan pada manusia dan hewan.
Kendati demikian, laporan keracunan serupa jarang terjadi, dan dalam banyak kasus lebih banyak tidak terdiagnosis.
Sementara itu, dalam dosis rendah, glikoalkaloid biasanya akan menimbulkan gejala ringan, seperti sakit kepala, sakit perut, diare, mual, dan muntah.
Untuk kasus lebih serius, keracunan dapat memicu gangguan saraf, pernapasan cepat, detak jantung cepat, tekanan darah rendah, demam, bahkan kematian.
Namun, efek samping kentang tersebut hanya berpotensi jika mengonsumsi terlalu banyak.
Misalnya, orang dengan berat badan 70 kilogram harus makan lebih dari 2 kilogram kentang per hari untuk mendapatkan dosis mematikan.
Oleh karena itu, sebaiknya hindari mengonsumsi kentang terlalu banyak untuk mencegah potensi keracunan glikoalkaloid.
Baca juga: 4 Efek Samping Mengonsumsi Berlebihan Ubi Jalar bagi Tubuh
Selain glikoalkaloid, efek keracunan juga dapat berasal dari senyawa akrilamida, seperti menurut Medical News Today.
Akrilamida adalah kontaminan yang terbentuk dalam makanan kaya karbohidrat, termasuk kentang, saat dimasak pada suhu yang sangat tinggi.
Senyawa ini kerap ditemukan pada olahan yang digoreng maupun dipanggang, tetapi tidak ditemukan pada kentang segar, direbus, atau dikukus.
Biasanya, jumlah akrilamida akan meningkat seiring dengan meningkatnya suhu penggorengan dan durasi memasak.
Namun, dibandingkan makanan lain, kentang goreng dan keripik kentang mengandung akrilamida dengan jumlah jauh lebih tinggi.
Meski jumlah akrilamida dalam makanan umumnya rendah, paparan jangka panjang mungkin berpotensi berbahaya.