KOMPAS.com - Sepasang penjelajah yang terdiri atas ayah dan anak asal Inggris, berhasil mencapai salah satu tempat paling terpencil di Dunia.
Chris Brown (62), sang ayah, saat ini tengah menjalankan misi menjadi orang pertama yang mengunjungi tempat-tempat terpencil di Bumi atau disebut sebagai a pole of inaccessibility.
Salah satu dari tempat yang sulit diakses tersebut adalah Point Nemo, titik terpencil di lautan yang dijuluki sebagai oceanic pole of inaccessibility.
Ekspedisi terbaru membawanya ke Point Nemo yang terletak di Samudra Pasifik bagian selatan antara Selandia Baru dan Chile, jaraknya sekitar 2.688 kilometer dari daratan.
Titik samudra yang tidak mudah diakses ini sangatlah terpencil. Bahkan, terkadang titik tersebut terasa lebih dekat dengan para astronot di Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) dibandingkan siapa pun yang berada di daratan kering terdekat.
"Secara spesifik, ada tiga pulau terdekat yakni Pulau Paskah, Pulau Pitcairn, dan Pulau Maher di Antartika, dan jaraknya 2.688 kilometer dari masing-masing pulau tersebut," ujar Brown kepada IFL Science, Sabtu (18/5/2024).
Baca juga: Mengenal Point Nemo, Lokasi Kuburan Roket dan Sampah Luar Angkasa
Ditemani putranya, Mika (30), Chris Brown mulai berlayar menyusuri samudra pada 12 Maret 2024 dari Puerto Montt, Chile.
Untuk mencapai titik sejauh ini dari daratan bukanlah hal yang mudah. Mereka menunggang kapal Hanse Explorer. Jenis kapal ini tepat untuk menaklukkan gelombang di atas 7 meter.
Menurut Brown, kapal yang diawaki sekelompok pelaut berpengalaman pun belum tentu menjamin mereka kebal akan dampak perjalanan jauh ke titik terpencil di Bumi.
Beruntungnya, duo penjelajah ayah-anak ini berhasil selamat dan menjadi orang pertama yang bisa sampai dan berenang di Point Nemo.
"Semua pertanyaan ketika kami pergi ke sana adalah, bagaimana caramu melakukan perjalanan di laut?" tutur Brown.
"Awalnya saya tidak punya jawaban karena belum pernah melakukannya. Sekarang kami tahu, jawabannya sangatlah mengerikan," sambung dia.
Selama perjalanan, mereka berulang kali diadang dengan gelombang setinggi rumah standar di Inggris. Mabuk laut hingga badai menjadi menu sehari-hari yang perlu dihadapi.
"Saya tegaskan kalau saya pecinta daratan, saya tidak punya kaki laut, itu pasti," kata ayah dua anak tersebut.
Pria asal Harrogate, North Yorkshire, Inggris itu mengaku, gejolak di laut dan cuaca buruk bukanlah bahaya terbesar bagi awak kapal. Ancaman terbesar adalah jauhnya jarak dengan daratan mana pun.