Ancaman kesehatan tersebut menurutnya bisa bersifat akut atau segera. Sebagai contoh, ketika kena mata partikel bisa menyebabkan mata pedih dan inflamasi.
Kemudian ketika kena kulit, orang yang sensitif bisa timbul gatal-gatal.
"Nah yang bahaya itu bagi saluran nafas, karena udara itu kan dihirup," ujarnya.
Baca juga: Masker Facekini Jadi Tren untuk Hadapi Gelombang Panas di China, seperti Apa Bentuknya?
Ketika menghirup udara dengan kualitas udara di atas 150 maka risikonya saluran napas akan bermasalah seperti timbul iritasi dan inflamasi.
Pada orang dengan asma atau penyakit paru-paru kronik, udara kotor bisa meningkatkan risiko kekambuhan penyakit yang ada.
Adapun risiko jangka lama, jika udara kotor terus-terusan terhirup, maka bisa menyebabkan berbagai gangguan kardiovaskular.
Syahril mengatakan, masker diperlukan karena masker dapat menyaring udara yang kotor.
"Kalau partikel di atas PM 2,5 maka partikel bisa nyangkut (masuk ke masker kemudian ke saluran napas). Oleh karena itu, pakainya jangan sembarang masker," ujarnya.
Ia menerangkan, masker bisa dilepas saat berada di dalam rumah, namun bisa dipakai saat ke luar rumah atau berada di lingkungan berpolusi.
"Berapa lama (masker dipakai) ya tergantung berapa lama di tempat itu (luar rumah atau tempat berpolusi)," ujarnya.
Adapun untuk penggantian masker, menurutnya masker N95 dan KN95 bisa lebih lama, 2-3 hari.
Sedangkan masker bedah dan yang lainnya, sebaiknya diganti setiap hari.
"Harapannya masyarakat pakai masker standar tak sekedar pakai saja," ujarnya.
Baca juga: Polusi Jakarta, Luhut Panggil Menteri, Gubernur, dan Wajibkan Masker
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.