Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jenis Masker yang Aman Dipakai untuk Hadapi Polusi Udara Jakarta Menurut Kemenkes

Kompas.com - 21/08/2023, 07:00 WIB
Nur Rohmi Aida,
Inten Esti Pratiwi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kualitas udara di Jakarta saat ini tengah menjadi sorotan publik.

Dalam beberapa hari terakhir, Jakarta dikategorikan sebagai kota besar yang memiliki kualitas udara terburuk di dunia menurut AQAir.

Seperti pada Sabtu (19/8/2023), indeks kualitas udara di Ibu Kota tercatat di angka 166.

Terkait dengan kotornya udara Ibu Kota ini, pemerintah mengimbau agar masyarakat kembali mengenakan masker.

"Jadi sekarang kita harus wajibkan (pakai) masker lagi. Kita sarankan terutama teman-teman polisi itu semua, kemarin sudah mulai pakai masker," kata Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dikutip dari Kompas,com (18/8/2023).

Lantas, masker seperti apa yang sebaiknya dikenakan masyarakat menghadapi polusi Jakarta?

Baca juga: Polusi Udara di Indonesia Disorot, Ini Cara Mengatasinya Menurut KLHK dan Pakar

Penjelasan Kemenkes

Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Muhammad Syahril membenarkan bahwa masker sangat dianjurkan untuk dipakai guna menghadapi polusi udara Jakarta.

Namun sebaiknya masker yang dikenakan oleh masyarakat yakni masker yang memiliki kemampuan filtrasi PM 2.5 di atas 50 persen.

Particulate Matter (PM2.5) adalah partikel udara yang berukuran lebih kecil dari atau sama dengan 2.5 mikrometer.

Syahril mencontohkan, masker tersebut yakni seperti masker N95 dan KN95.

"Masker bedah masih bisa, masih filtrasi PM 2.5 sekitar 50 persen," kata dia.

"Kalau masker kain, tidak direkomendasikan," imbuhnya.

Masker kain tidak direkomendasikan karena dari data ilmiah, masih banyak partikel PM 2.5 yang bisa menembus permukaan masker kain.

Dampak polusi udara

Lebih lanjut Syahril menjelaskan, polusi udara mengandung oksidan dan dapat bersifat toksik.

Jika indeks kualitas udara di atas 150-an, maka hal ini bisa menimbulkan sejumlah masalah kesehatan.

Ancaman kesehatan tersebut menurutnya bisa bersifat akut atau segera. Sebagai contoh, ketika kena mata partikel bisa menyebabkan mata pedih dan inflamasi.

Kemudian ketika kena kulit, orang yang sensitif bisa timbul gatal-gatal.

"Nah yang bahaya itu bagi saluran nafas, karena udara itu kan dihirup," ujarnya.

Baca juga: Masker Facekini Jadi Tren untuk Hadapi Gelombang Panas di China, seperti Apa Bentuknya?

Ketika menghirup udara dengan kualitas udara di atas 150 maka risikonya saluran napas akan bermasalah seperti timbul iritasi dan inflamasi.

Pada orang dengan asma atau penyakit paru-paru kronik, udara kotor bisa meningkatkan risiko kekambuhan penyakit yang ada.

Adapun risiko jangka lama, jika udara kotor terus-terusan terhirup, maka bisa menyebabkan berbagai gangguan kardiovaskular.

Mengapa masker dibutuhkan?

Syahril mengatakan, masker diperlukan karena masker dapat menyaring udara yang kotor.

"Kalau partikel di atas PM 2,5 maka partikel bisa nyangkut (masuk ke masker kemudian ke saluran napas). Oleh karena itu, pakainya jangan sembarang masker," ujarnya.

Ia menerangkan, masker bisa dilepas saat berada di dalam rumah, namun bisa dipakai saat ke luar rumah atau berada di lingkungan berpolusi.

"Berapa lama (masker dipakai) ya tergantung berapa lama di tempat itu (luar rumah atau tempat berpolusi)," ujarnya.

Adapun untuk penggantian masker, menurutnya masker N95 dan KN95 bisa lebih lama, 2-3 hari.

Sedangkan masker bedah dan yang lainnya, sebaiknya diganti setiap hari.

"Harapannya masyarakat pakai masker standar tak sekedar pakai saja," ujarnya.

Baca juga: Polusi Jakarta, Luhut Panggil Menteri, Gubernur, dan Wajibkan Masker

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com