Sebelum memulai perjalanan, Midun mengungkapkan dirinya sempat mendapatkan penentangan dari banyak pihak, termasuk atasannya di Dinas Pariwisata Batu. Atasannya saat itu meminta Midun tidak berangkat ke Jakarta menggunakan sepeda dan membawa keranda.
"Saya rasa Pak Kadis bukan kemauanya sendiri. Ya wajar semua itu punya kekhawatiranya sendiri," kata Midun.
Tak hanya itu, banyak rekan kerja yang melarangnya pergi. Mereka mengkhawatirkan kondisi dirinya dan rintangan sepanjang perjalanan. Meski begitu, Midun tetatp berangkat karena ia menyebut dirinya berniat baik.
Sementara itu, usaha untuk mencegah keberangakat Midun juga muncul dari keluarganya. Salah satu anaknya sempat dijanjikan mendapatkan rekreasi sekeluarga jika ia berangkat tidak membawa keranda.
Baca juga: Deretan Protes ke Arema FC Usai Tragedi Kanjuruhan, Kantor Dirusak sampai Bus Dilempar Batu
Bonek pendukung klub Persebaya Surabaya ikut mengantarkan Midun menuju Stadion Gelora Bung Tomo. Ia juga diberi kaos dan tempat untuk menginap.
"(Kaos) ini dari arek Suroboyo untuk arek Malang, sebagai simbol kemanusiaan. Semoga bisa menemani (perjalanan), dan menghilangkan rasa dingin," kata Cak Tulus, salah satu tokoh Bonek.
Sementara Ultras Mania pendukung Gresik United juga menyambutnya di stadion mereka. Panser Biru pendukung PSIS Semarang juga mengapresiasi dan mendukung aksi ini.
Dilansir dari Kompas.com (8/8/2023), Midun membawa keranda dalam keadaan kosong untuk menggambarkan korban yang meninggal saat Tragedi Kanjuruhan Malang. Baginya, keranda merupakan simbol kendaraan di akhir hayat.
Namun, banyak warga yang peduli dengan perjalanannya. Mereka pun memberinya barang-barang yang kemudian disimpan di keranda sampai penuh. Tak hanya barang, warga menitipkan pesan atas tragedi tersebut melalui kerandanya.
"Saya berangkat dari rumah itu, keranda itu polos, tapi mereka (keluarga korban Tragedi Kanjuruhan) menitipkan pesan di keranda itu. Itu dari keluarga korban," kata Midun, dilansir dari Kompas.com (14/8/2023).
Kain hitam penutup keranda tersebut bertuliskan "Football Without Violence" atau berarti sepak bola tanpa kekerasan. Ada juga tulisan "Justice for Kanjuruhan" atau keadilan untuk Kanjuruhan. Di bagian depan dan belakang keranda tertulis angka 135 sesuai jumlah korban Tragedi Kanjuruhan.
Sejumlah pesan dari keluarga korban juga digantung dengan kardus di sekeliling sepeda dan keranda. Pesan yang dituliskan antara lain "Tetapkan Tragedi Kanjuruhan Sebagai Pelanggaran HAM Berat !!!"
Midun tiba di SUGBK pada Senin (14/8/2023) siang. Namun petugas keamanan stadion tidak membolehkannya masuk ke dalam lapangan membawa sepeda.
”Perjalanan ini berjudul ekspedisi lintas stadion. Selain menjalin silaturahmi dengan kelompok suporter di wilayah yang saya lewati (menuju Jakarta), tujuannya (perjalanan ini) untuk melawan lupa atau merawat ingatan bahwa Tragedi Kanjuruhan belum selesai,” tutur Midun, dikutip dari Kompas.id (14/8/2023).
Karena tidak boleh masuk, ia tampak menghela napas panjang dan tertunduk di depan SUGBK bersama kelompok pendukung klub yang menyambutnya.
Untuk menyelesakan ekspedisi ini, sepedanya sampai harus diperbaiki tiga kali di Semarang, Pemalang, dan Bulungan, Jakarta Selatan. Perbaikan diperlukan untuk mengganti kampas rem dan pengelasan. Walaupun begitu, kondisi sepedanya dalam keadaan baik di SUGBK.
Meski tidak bisa masuk SUGBK, Midun menyatakan ia menemui kelompok penggemar klub sepak bola Indonesia yang berbaik hati membantu dan menyemangatinya. Mereka juga tampak bisa berbaur meskipun mendukung klub bola yang berbeda.
”Rivalitas antarsuporter itu harusnya hanya 90 menit di lapangan. Setelah itu kita semua bersaudara, bagian dari Indonesia,” ujar dia.
(Sumber: Kompas.com/Nugraha Perdana, Michael Hangga Wismabrata, Muchamad Dafi Yusuf, Joy Andre | Editor: Andi Hartik, Ardi Priyatno Utomo, Jessi Carina)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.