KOMPAS.com - Majelis hakim di pengadilan beberapa kali memutuskan suatu perkara pidana dengan vonis bebas atau vonis lepas.
Meski sama-sama berakibat pada terdakwa yang tidak menerima hukuman pidana, tetapi vonis bebas dan lepas memiliki perbedaan, terutama dari segi pembuktian.
Lantas, apa perbedaannya?
Sebelum membahas perbedaan vonis bebas dan vonis lepas, ketahui dulu apa saja bentuk putusan hakim.
Merujuk pada Pasal 1 angka 11 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), terdapat tiga bentuk putusan yang dapat diambil hakim dalam sidang pengadilan.
“Putusan pengadilan adalah suatu pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.”
Berdasarkan uraian pasal tersebut, putusan pengadilan di dalam lingkup pidana dapat dibagi menjadi tiga, yakni:
Putusan pemidanaan adalah saat di mana terdakwa dijatuhi hukuman pidana sesuai dengan ancaman yang ditentukan dalam pasal yang didakwakan.
Pasal 193 ayat (1) KUHAP mengatur, “Jika Pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, maka pengadilan menjatuhkan pidana.”
Putusan jenis ini diambil apabila hakim berpendapat bahwa tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan.
Secara sah dan meyakinkan yang dimaksud adalah berdasarkan minimal dua alat bukti yang sah, serta keyakinan hakim bahwa terdakwa benar-benar melakukan tindak pidana.
Lantas, apa perbedaan putusan bebas dan putusan lepas?
Baca juga: Apakah Bersikap Sopan Bisa Meringankan Vonis? Ini Kata Dosen Hukum
Perbedaan vonis bebas dan vonis lepas terdapat dalam Pasal 191 ayat (1) dan (2) KUHAP.
Menurut Pasal 191 ayat (1) KUHAP, vonis atau putusan bebas apabila dari hasil pemeriksaan di persidangan, kesalahan terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan.
“Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa diputus bebas.”
Perbuatan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan yang dimaksud adalah tidak cukup terbukti menurut penilaian hakim.
Dengan kata lain, putusan bebas atau vrijspraak merupakan lawan dari putusan pemidanaan.
Baca juga: Apa Itu Hukum Pidana?
Sementara itu, menurut Pasal 191 ayat (2) KUHAP, vonis atau putusan lepas apabila perbuatan yang didakwakan terbukti, tetapi perbuatan itu bukan suatu tindakan pidana.
“Jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindakan pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum.”
Dilansir dari buku Hukum Acara Pidana (2007) karya Lilik Mulyadi, putusan lepas terjadi apabila perbuatan terbukti bersalah, tetapi terdakwa tidak dapat dijatuhi pidana karena perbuatan bukan ranah pidana.
Misalnya, perbuatan tersebut termasuk dalam bidang hukum perdata, hukum adat, atau hukum administrasi negara.
Baca juga: Apa Itu Hukum Perdata?
Selain dilihat dari segi pembuktiannya, penjatuhan vonis bebas dan vonis lepas oleh hakim juga dapat dilihat dari ada tidaknya alasan penghapus pidana atau strafuitsluitingsgronden.
Dilansir dari buku Hukum Pidana (2007) oleh D. Schaffmeister, alasan penghapus pidana terbagi menjadi dua, yakni alasan pembenar dan alasan pemaaf.
Alasan pembenar adalah alasan yang meniadakan atau menghapuskan sifat melawan hukum perbuatan yang dilakukan.
Artinya, perbuatan yang dilakukan terdakwa dianggap sebagai perbuatan yang patut dan benar karena dilakukan dalam rangka:
Alasan pemaaf adalah alasan yang menghapuskan kesalahan dalam diri terdakwa.
Artinya, perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa tetap bersifat perbuatan pidana, tetapi “dimaafkan” karena sebab-sebab berikut:
Baca juga: Macam-macam atau Jenis Penggolongan Hukum
Contoh alasan penghapus pidana yang mempengaruhi putusan pengadilan apakah vonis bebas atau lepas, adalah sebagai berikut:
Terdakwa terbukti melakukan tindak pidana pembunuhan sebagaimana diatur dalam Pasal 338 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Namun, di dalam persidangan, terdakwa terbukti tidak dapat dimintai pertanggungjawaban karena pembunuhan yang ia lakukan dalam rangka membela diri.
Jika terdakwa tidak membela dirinya (membunuh) saat kejadian, bisa jadi terdakwa yang dibunuh.
Dengan demikian, maka putusannya menjadi vonis lepas (ontslag van rechtsvervolging) dan bukan vonis bebas (vrijspraak).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.