Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bambang Asrini Widjanarko
Kurator seni

Kurator seni, esais isu-isu sosial budaya, aktivis, dan seorang guru. Kontak: asriniwidjanarko@gmail.com

On & Off Pressure: Seni Jalanan Memandang Muram Negeri 2021

Kompas.com - 20/01/2022, 07:22 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Episentrum gempa polemik mural nasional

Dalam acara On and Off Pressure penulis sempat mewawancarai tak hanya sepuluh seniman personal itu, juga mengundang dari sejumlah komunitas Tangerang dan yang lain (komunitas Perempuan dari Jakarta) dengan presentasi dan bersama berkarya dengan para seniornya di tembok-tembok bersebelahan langsung di kompleks Perumahan itu.

Yang paling mengesankan dua seniman muda, sekitar usia 20-an awal, pelaku orisinal pembuat mural paras menyerupai Jokowi dengan penutup mata dengan teks Not Found itu.

Seniman mural bertutur bahwa sempat dimata-matai sejumlah intel Kepolisian di Tangerang.

Mereka menyamar sebagai jurnalis dan ingin mewawancarai pelaku pembuat mural pada Juli- awal Agustus 2021.

“Saya memang yang membuat karya itu dengan sengaja, usai melihat di youtube karya Watchdog, dan terinspirasi untuk mengerjakan mural di Batu Ceper, Tangerang. Filem dokumenter lokal itu melaporkan tentang kerusakan lingkungan hidup disinyalir ada andil di dalamnya sejumlah pejabat dan pengusaha yang terkait di lingkup Istana Negara,” ujar Temon, salah satu pembuat mural.

Ia juga menyatakan, karyanya terinspirasi ajakan komunitas Serikat Mural Surabaya (SMS) yang memberi imbauan kepada seluruh seniman jalanan Tanah Air bahwa Indonesia tak sedang baik-baik saja pada Mei-Juni 2021 di lini media sosial dengan poster digital.

Komunitas SMS memang memulai membuat karya mural bersama dengan teks dan imej yang menyindir bahwa negeri ini hanyalah tempat jargon-jargon semata, tanpa ada tindakan kongkret selama wabah bahkan diekspolitasi oleh aksi koruptif.

Mereka menyitir Negara Kesatuan Republik Internet sebagai jargon NKRI, dan imej seonggok gambar botol dan suntikan bertuliskan vaksin; yang melayangkan ingatan bahwa memang terjadi polemik tentang kondisi pandemi dan respons pemerintah yang dinilai tak menentu dalam membuat kebijakan penanganan Covid 19.

SMS juga mengkritisi Omnibus Law, UU Cipta Kerja buatan DPR dan Pemerintah yang dibuat misterius dan dinilai inkonstitusional pada masa awal pandemi pada 2020 dan melahirkan demonstrasi di sejumlah daerah.

Pernyataan jujur Temon dan temannya selain fenomena komunitas SMS sangat masuk akal.

Dalam data penulis memang Indonesia pada saat masa kritis, usai dihajar pandemi sejak 2020 mengalami puncak kematian orang yang terinfeski Covid 19 perhari di dunia pada Juli-Agustus 2021 menurut webdomater.

Selain itu, munculnya Korupsi Bantuan Sosial, Polemik Hutang Luar Negeri, UU ITE yang mengancam demokrasi dan implikasinya sekian aktivis netizen menghadapi persekusi, Kondisi Perekonomian yang makin melemah dan menjadi perbincangan di sejumlah seminar akademis dll.

Saat yang sama karya Temon yang dihapus diikuti oleh sejumlah Polisi Pamong Praja di berbagai daerah, menghapus karya-karya protes dan satire mural-mural di Jawa dan Luar Jawa, termasuk Banjarmasin, Kalimantan Selatan, sedang Bangil juga Jakarta dan Bandung mewakili Pulau Jawa, dengan menghilangnya berbagai teks dan imej mural seperti “Tuhan Saya Lapar”, “Dipaksa Sehat di Negara Sakit”, “Urus Saja Moralmu, Bukan Muralku”, “Mural is Dead” dll.

Meskipun memasuki akhir September, polemik tentang Mural tersebut kemudian menurun, sekali lagi sempat disinggung Presiden di TV pada awal Desember 2021, bahwa isu tentang mural adalah soal yang mustinya tak lagi membuat polemik, justru ormas-ormas yang menciptakan keonaran dan melanggar ketertiban umum sudah semestinya yang ditindak dan diburu Polisi.

Kembali pada hajatan On and Off Pressure dan pencerapan atas terjadinya Polemik Nasional tentang mural, estetika kemudian memang tak lagi menjadi sandaran utama.

Mengingat, mereka bersepuluh itu, dengan pengalaman puluhan tahun,-- selain juga Temon dan generasi seniman jalanan lain yang lebih muda dan berani,-- di udara terbuka, di ketinggian tembok dan risiko jatuh secara fatal; kesulitan ekstrem teknis selain diancam cuaca pun minimnya cahaya malam hari tatkala beraksi, selain tentu saja: kemungkinan diburu pihak keamanan, tak membuat mereka jeri.

Terus saja mereka bersaksi, di tembok-tembok itu untuk menjaga negeri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com