Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bambang Asrini Widjanarko
Kurator seni

Kurator seni, esais isu-isu sosial budaya, aktivis, dan seorang guru. Kontak: asriniwidjanarko@gmail.com

On & Off Pressure: Seni Jalanan Memandang Muram Negeri 2021

Kompas.com - 20/01/2022, 07:22 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

HAMPIR sebulan berselang di awal tahun, selalu menimbulkan kecamuk rasa dan pikiran terutama mengenang yang sudah.

Tahun 2021 adalah tahun yang muram, utamanya bagi ingatan komunal seniman-seniman jalanan atau karib disebut street artist.

Polemik Nasional penghapusan sejumlah mural oleh petugas keamanan lokal di Tanah Air, telah memaksa Presiden Joko Widodo harus merespons desakan dan protes publik, yang terdiri dari budayawan, jurnalis, pekerja seni, mahasiswa, akademisi, aktivis, kritikus dll.

Mereka bergerak bersama, di TV, juga dengan teks-teks dan meme para netizen di lini media sosial pun aksi-aksi nyata di tembok-tembok kota dengan coretan graffiti.

Terhitung tiga kali, Presiden Jokowi, dalam catatan penulis, memberi komentar, puncaknya sekitar Agustus/September 2021, dengan mengundang beberapa media arus utama di Istana Negara.

Jokowi menyampaikan bahwa Polri jangan terlalu reaktif pada kebebasan ekspresi para seniman.

Kritik di tembok-tembok diperlukan untuk memberi masukan pada Pemerintah, kata Presiden.

Penulis sendiri yang merangkap kurator eksibisi On and Off Pressure pada November 2021, mengingat bahwa pada momentum Juli dan Agustus awal—tepat polemik puncak mural yang dihapus, utamanya imej Jokowi Not Found-- mencoba berpartisipasi dan menginisiasi sejumlah bincang daring terbuka.

Penulis mencari masukan dan membuka wacana dengan dialog yang “menghidupkan kewarasan”.

Menggagas acara diskusi; dengan mengundang berbagai nara sumber ahli, kemudian menjadi moderator seminar daring yang pada akhirnya disambut L Project, sebuah platform proyek digital nasional.

Inisiator eksibisi privat daring yang digagas oleh Ali Kusno Fusin, seorang kolektor dan pemilik galeri rumah lelang untuk menggelar pameran khusus street art.

Selanjutnya, perencanaan acara luring disambut sejumlah komunitas seni jalanan dan individu-individu seniman, dipanggungkan secara luring dengan protokol kesehatan ketat di kompleks perumahahan di Tangerang, dengan membuat graffiti, mural, stencil dll di tembok, mobil, traktor bahkan kanvas yang dikerjakan hanya dalam empat hari.

Lokasinya, satu kilometer dari “episentrum gempa” polemik nasional pada Juli 2021 itu.

Cermin tekanan mati dan hidup

Sebagai kurator, tentu saja penulis tak gegabah mengundang para seniman yang akan berpartisipasi dalam acara.

Selain komitmen mempresentasikan refleksi Polemik Nasional tentang Mural, juga pertimbangan untuk memilah dan memilih mereka yang sudah sepuluh tahun lebih berkiprah.

Yang lain adalah meneliti jenis dan pola estetik mereka yang majemuk dan menemukan nama-nama ini: Anagard, Digie Sigit, Farhan Siki, Popo, Arman Jamparing aka Act Move, Bujangan Urban aka Jablay, Media Legal, Edi Bonetski, Hana Madness dan Bunga Fatia.

Mereka, selain berpengalaman terlibat festival street art manca negara, membangun komunitas besar street art selama 15 tahun terakhir, berpameran di galeri-galeri privat dan museum, berpartisipasi di art fair pun menjadi aktivis visual dalam isu-isu sosial, seperti contohnya penolakan Penambangan di daerah Wadas, Jawa tengah dan bergabung dengan sejumlah LSM nasional dalam isu-isu lingkungan hidup juga aktif membela kaum disabilitas.

Yang lain, tetap bergerilya mandiri dengan suara-suara kritis di tembok-tembok kota atau sekedar berkarya bersama menambah jejaring komunitas street art.

Penulis juga memberi perhatian pada cara berekspresi seni jalanan dengan pola stencil dan graffiti, wheat paste atau mural juga tak lepas dari keterwakilan seniman perempuan dan mereka yang sungguh-sungguh terlibat pada aksi-aksi seni aktivisme jalanan; yang hampir separuh lebih dari mereka memang melakukannya selama hidupnya.

Sejumlah seniman jalanan menyelesaikan pembuatan mural dalam acara On & Off Pressure di Jakarta Barat, Senin (8/11/2021). Kegiatan seni ini mengajak 10 seniman jalanan atau street artist  berkolaborasi melukis mural bersama di dalam satu kawasan di wilayah kota Tangerang.KOMPAS.com / KRISTIANTO PURNOMO Sejumlah seniman jalanan menyelesaikan pembuatan mural dalam acara On & Off Pressure di Jakarta Barat, Senin (8/11/2021). Kegiatan seni ini mengajak 10 seniman jalanan atau street artist berkolaborasi melukis mural bersama di dalam satu kawasan di wilayah kota Tangerang.

On and Off Pressure bisa dimaknai secara bebas, selayaknya cermin yang menangkap wajah-wajah pluralitas seni jalanan.

Dengan itikad mengamati bahwa Polemik Nasional wajib direspons mereka dengan kemajemukan karya pun sebagai saksi-saksi di masa silam, tentang yang personal dan yang komunal.

Utamanya tentang Indonesia dan penghapusan mural atau keterkaitan yang mendalam dalam irisan ingatan tentang satu kebersamaan: empati yang sama pada sebuah peristiwa.

Sepuluh seniman oleh penulis diminta untuk meninjau ulang konsep bahwa seni jalanan bagian dari seni publik dalam tinjauan seni kontemporer; yang beresonansi pada kemungkinan nilai-nilai apa saja: sejarah, hal-hal yang paling abstrak secara personal, pengalaman visual ketangguhan menghadapi rintangan di jalanan, energi untuk bermain-main yang mengsplorasi alter ego sampai komitmen pada keberpihakan nyata secara politis pada masyarakat marjinal atau mengkritisi kehidupan urban.

Hajatan On and Off Pressure bisa jadi sebuah saklar, memati hidupkan energi berkesenian mereka, menantang dan memaknai ulang siapa mereka dan bagaimana menjawab kondisi hari-hari itu usai Polemik Nasional yang mengharu-biru itu.

Dalam catatan, terutama hampir dua bulanan sejak November-Desember, penulis memberi komentar-komentar dan perpektif di lini media sosial Instagram hasil karya-karya mereka, semacam upaya menjaga jarak secara obyektif; memahami masing-masing personal seniman tersebut dan aktifitas-aktifitasnya di media sosial dengan para followernya; dari jauh selain mengalami kedekatan fisik.

Pada akhirnya, kekayaan visual dan upaya menggali makna yang disodorkan seniman secara impresif berintimasi dengan personal penulis, baik saat proses berkarya, hasil karya dan membangun narasi-narasi kecil tiap detil aktiftas usai empat hari tersebut, termasuk relasi dan responsnya seniman-seniman tersebut tatkala hadirnya sosok oposan politik, cendekiawan dan ekonom tangguh di lokasi: DR. Rizal Ramli.

Ada yang memang beritikad bermain-main dan cerdas membangun keunikan tertentu, sebagai upaya memberi penanda bahwa mereka hadir.

Ada yang secara serius dan lantang secara verbal menggambar dan menuliskan teks berpihak pada masyarakat marjinal pun mereka yang bagi.

Kita semua pastilah memuji atas keindahan fisikal karyanya, yakni keelokan parasnya, harmoni objek dengan warna dan kemampuan berinteraksi dengan bentuk-bentuk visual.

Estetika memang tak lagi menjadi sandaran utama, namun pengalaman puluhan tahun, keberpihakan moral, ketulusan berbagi dengan sesama seniman jalanan, yang mengakibatkan tantangan teks konsep kuratorial mungkin tertolak sebagian, sisanya, dalam jumlah lebih besar: mencerap bahkan secara laten mengamini bahwa ingatan bersama menyalak: Indonesia memang tak sedang baik-baik saja.

Ancaman dan kolaborasi di tembok

Sejak awal, kurator yakin bahwa seni publik khusus ini adalah jenis seni urban yang menantang tak hanya secara fisik, dengan beraksi —hit and run—sebagai sebab stigma vandal oleh siapa saja yang tak mau “dikotori” tembokmya (pemilik tembok).

Namun juga mental yang kuat disiapkan, jika ada aksi penolakan sebab menyoal ijin dan bermasalah dengan pihak keamanan setempat atau tak disukai teman sejawat, yang paling sering adalah dihapus (sesama seniman jalanan di masa lalu sering saling tiban karya).

Keunikan, kelincahan menyusun teks, dan simbol-simbol yang kuat dan mengena di jalanan memberi jalan meredusir ancaman dengan mengunggahnya di media sosial dan digandakan oleh follower seniman jalanan itu tatkala dihapus.

Rata-rata, mereka berusia kurang dari 35 tahun yang jumlahnya ribuan. Karya menjadi abadi tak lekang oleh tiban sejawat, hujan dan terik matahari atau malahan memperolok penguasa negeri yang alergi.

Alhasil, penulis menantang untuk kerja kolaboratif, untuk acara On and OFF sudah pasti berijin; tak hanya jamming—hanya bersama berkarya, namun ada konsep yang mereka telah tanam dalam benak.

Kemajemukan dan saling menjaga antar seniman--- mengingat terbiasa di jalanan, membawa berkah, tatkala secara spontan di tembok 1 dan 2 membawa narasi yang tak langsung beririsan terkait Polemik Nasional itu, yang kemudian tak terlalu jauh dengan tema dan bentuk-bentuk pada tembok lainnya.

Narasi yang menarik bagi penulis atas kolaborasi mereka adalah tentang keberuntungan (baca: kekuasaan dan uang) membawa pada kemuliaan sekaligus bencana, kebingungan, psikologi dislokasi di mana mereka mempertahankannya di cyber media atau di dunia riil, atas simbol-simbol keberhasilan dan kuasa di ranah urban dan nasional, sampai kesadaran atas tercabiknya nasionalisme yang bermuara penindasan yang kuasa pada masyarakat yang lemah.

Meskipun sebagian teks secara verbal bicara pembelaan pada yang termarjinalkan dan di tembok lain mengemukan tentang ketidak adilan pada alam serta imej paras wong cilik, tapi juga sebagian seniman memunculkan imej harapan atas negeri yang menjunjung perdamaian yang di saat sama harapan juga atas pembebasan stigma tertentu pada kaum minoritas dan disabilitas.

Kolaborasi sesuai dengan harapan, bahwa mereka dengan waktu yang pendek bersepakat bahwa keberbedaan jenis dan pola ekspresi menghadirkan bahwa tantangan terbesar tak hanya membuat indah (secara fisik), tapi memprovokasi pikiran, mewaraskan nalar pun kesadaran dengan imajinasi tentang peran dan manifestasi riil seni jalanan itu mengada untuk apa?

Memunculkan ide-ide lantang dan segar merespons konsep kuratorial dan akhirnya: menyentuh hati untuk memahami situasi Indonesia saat itu.

Episentrum gempa polemik mural nasional

Tangkapan layar gambar mural #404NotFound yang saat ini sudah dihapusscreenshoot Tangkapan layar gambar mural #404NotFound yang saat ini sudah dihapus

Dalam acara On and Off Pressure penulis sempat mewawancarai tak hanya sepuluh seniman personal itu, juga mengundang dari sejumlah komunitas Tangerang dan yang lain (komunitas Perempuan dari Jakarta) dengan presentasi dan bersama berkarya dengan para seniornya di tembok-tembok bersebelahan langsung di kompleks Perumahan itu.

Yang paling mengesankan dua seniman muda, sekitar usia 20-an awal, pelaku orisinal pembuat mural paras menyerupai Jokowi dengan penutup mata dengan teks Not Found itu.

Seniman mural bertutur bahwa sempat dimata-matai sejumlah intel Kepolisian di Tangerang.

Mereka menyamar sebagai jurnalis dan ingin mewawancarai pelaku pembuat mural pada Juli- awal Agustus 2021.

“Saya memang yang membuat karya itu dengan sengaja, usai melihat di youtube karya Watchdog, dan terinspirasi untuk mengerjakan mural di Batu Ceper, Tangerang. Filem dokumenter lokal itu melaporkan tentang kerusakan lingkungan hidup disinyalir ada andil di dalamnya sejumlah pejabat dan pengusaha yang terkait di lingkup Istana Negara,” ujar Temon, salah satu pembuat mural.

Ia juga menyatakan, karyanya terinspirasi ajakan komunitas Serikat Mural Surabaya (SMS) yang memberi imbauan kepada seluruh seniman jalanan Tanah Air bahwa Indonesia tak sedang baik-baik saja pada Mei-Juni 2021 di lini media sosial dengan poster digital.

Komunitas SMS memang memulai membuat karya mural bersama dengan teks dan imej yang menyindir bahwa negeri ini hanyalah tempat jargon-jargon semata, tanpa ada tindakan kongkret selama wabah bahkan diekspolitasi oleh aksi koruptif.

Mereka menyitir Negara Kesatuan Republik Internet sebagai jargon NKRI, dan imej seonggok gambar botol dan suntikan bertuliskan vaksin; yang melayangkan ingatan bahwa memang terjadi polemik tentang kondisi pandemi dan respons pemerintah yang dinilai tak menentu dalam membuat kebijakan penanganan Covid 19.

SMS juga mengkritisi Omnibus Law, UU Cipta Kerja buatan DPR dan Pemerintah yang dibuat misterius dan dinilai inkonstitusional pada masa awal pandemi pada 2020 dan melahirkan demonstrasi di sejumlah daerah.

Pernyataan jujur Temon dan temannya selain fenomena komunitas SMS sangat masuk akal.

Dalam data penulis memang Indonesia pada saat masa kritis, usai dihajar pandemi sejak 2020 mengalami puncak kematian orang yang terinfeski Covid 19 perhari di dunia pada Juli-Agustus 2021 menurut webdomater.

Selain itu, munculnya Korupsi Bantuan Sosial, Polemik Hutang Luar Negeri, UU ITE yang mengancam demokrasi dan implikasinya sekian aktivis netizen menghadapi persekusi, Kondisi Perekonomian yang makin melemah dan menjadi perbincangan di sejumlah seminar akademis dll.

Saat yang sama karya Temon yang dihapus diikuti oleh sejumlah Polisi Pamong Praja di berbagai daerah, menghapus karya-karya protes dan satire mural-mural di Jawa dan Luar Jawa, termasuk Banjarmasin, Kalimantan Selatan, sedang Bangil juga Jakarta dan Bandung mewakili Pulau Jawa, dengan menghilangnya berbagai teks dan imej mural seperti “Tuhan Saya Lapar”, “Dipaksa Sehat di Negara Sakit”, “Urus Saja Moralmu, Bukan Muralku”, “Mural is Dead” dll.

Meskipun memasuki akhir September, polemik tentang Mural tersebut kemudian menurun, sekali lagi sempat disinggung Presiden di TV pada awal Desember 2021, bahwa isu tentang mural adalah soal yang mustinya tak lagi membuat polemik, justru ormas-ormas yang menciptakan keonaran dan melanggar ketertiban umum sudah semestinya yang ditindak dan diburu Polisi.

Kembali pada hajatan On and Off Pressure dan pencerapan atas terjadinya Polemik Nasional tentang mural, estetika kemudian memang tak lagi menjadi sandaran utama.

Mengingat, mereka bersepuluh itu, dengan pengalaman puluhan tahun,-- selain juga Temon dan generasi seniman jalanan lain yang lebih muda dan berani,-- di udara terbuka, di ketinggian tembok dan risiko jatuh secara fatal; kesulitan ekstrem teknis selain diancam cuaca pun minimnya cahaya malam hari tatkala beraksi, selain tentu saja: kemungkinan diburu pihak keamanan, tak membuat mereka jeri.

Terus saja mereka bersaksi, di tembok-tembok itu untuk menjaga negeri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Rumput Lapangan GBK Jelang Kualifikasi Piala Dunia usai Konser NCT Dream Disorot, Ini Kata Manajemen

Rumput Lapangan GBK Jelang Kualifikasi Piala Dunia usai Konser NCT Dream Disorot, Ini Kata Manajemen

Tren
Bukan UFO, Penampakan Pilar Cahaya di Langit Jepang Ternyata Isaribi Kochu, Apa Itu?

Bukan UFO, Penampakan Pilar Cahaya di Langit Jepang Ternyata Isaribi Kochu, Apa Itu?

Tren
5 Tokoh Terancam Ditangkap ICC Imbas Konflik Hamas-Israel, Ada Netanyahu

5 Tokoh Terancam Ditangkap ICC Imbas Konflik Hamas-Israel, Ada Netanyahu

Tren
Taspen Cairkan Gaji ke-13 mulai 3 Juni 2024, Berikut Cara Mengeceknya

Taspen Cairkan Gaji ke-13 mulai 3 Juni 2024, Berikut Cara Mengeceknya

Tren
Gaet Hampir 800.000 Penonton, Ini Sinopsis 'How to Make Millions Before Grandma Dies'

Gaet Hampir 800.000 Penonton, Ini Sinopsis "How to Make Millions Before Grandma Dies"

Tren
Ramai soal Jadwal KRL Berkurang saat Harpitnas Libur Panjang Waisak 2024, Ini Kata KAI Commuter

Ramai soal Jadwal KRL Berkurang saat Harpitnas Libur Panjang Waisak 2024, Ini Kata KAI Commuter

Tren
Simak, Ini Syarat Hewan Kurban untuk Idul Adha 2024

Simak, Ini Syarat Hewan Kurban untuk Idul Adha 2024

Tren
BMKG Keluarkan Peringatan Dini Kekeringan di DIY pada Akhir Mei 2024, Ini Wilayahnya

BMKG Keluarkan Peringatan Dini Kekeringan di DIY pada Akhir Mei 2024, Ini Wilayahnya

Tren
8 Bahaya Mencium Bayi, Bisa Picu Tuberkulosis dan Meningitis

8 Bahaya Mencium Bayi, Bisa Picu Tuberkulosis dan Meningitis

Tren
3 Alasan Sudirman Said Maju sebagai Gubernur DKI Jakarta, Siap Lawan Anies

3 Alasan Sudirman Said Maju sebagai Gubernur DKI Jakarta, Siap Lawan Anies

Tren
Starlink Indonesia: Kecepatan, Harga Paket, dan Cara Langganan

Starlink Indonesia: Kecepatan, Harga Paket, dan Cara Langganan

Tren
AS Hapuskan 'Student Loan' 160.000 Mahasiswa Senilai Rp 123 Triliun

AS Hapuskan "Student Loan" 160.000 Mahasiswa Senilai Rp 123 Triliun

Tren
Apakah Setelah Pindah Faskes, BPJS Kesehatan Bisa Langsung Digunakan?

Apakah Setelah Pindah Faskes, BPJS Kesehatan Bisa Langsung Digunakan?

Tren
Apakah Gerbong Commuter Line Bisa Dipesan untuk Rombongan?

Apakah Gerbong Commuter Line Bisa Dipesan untuk Rombongan?

Tren
Kapan Tes Online Tahap 2 Rekrutmen BUMN 2024? Berikut Jadwal, Kisi-kisi, dan Syarat Lulusnya

Kapan Tes Online Tahap 2 Rekrutmen BUMN 2024? Berikut Jadwal, Kisi-kisi, dan Syarat Lulusnya

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com