Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

WHO: Belum Ada Cukup Bukti, Vaksin Booster Tingkatkan Imun

Kompas.com - 17/09/2021, 17:30 WIB
Rosy Dewi Arianti Saptoyo,
Rendika Ferri Kurniawan

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan bahwa booster vaksin Covid-19 belum terbukti meningkatkan repons imun. Penelitian dan bukti yang ada hingga kini masih lemah.

Sementara berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia, telah memulai suntikan vaksin Covid-19 dosis ketiga atau booster pada beberapa kelompok masyarakat.

Lantas, apakah betul vaksin booster meningkatkan respons imun?

Simak jawaban WHO berikut:

Baca juga: 3 Cara Pendaftaran Vaksin Covid-19 Secara Online

Belum ada cukup bukti

Direktur Departemen Imunisasi, Vaksin dan Biologi di Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Katherine O'Brien mengatakan, belum ada bukti kuat terkait pemberian vaksin booster dapat meningkatkan imun.

"Tetapi masalah lainnya adalah, haruskah dosis (booster) itu diberikan? Seperti yang saya sebutkan sebelumnya, buktinya lemah untuk membuat argumen itu. Kami tentu saja tidak melihat bukti yang meyakinkan bahwa dosis booster dibutuhkan bagi sebagian besar orang yang sidah divaksinasi," kata dia.

Bukti yang saat ini dimiliki WHO bahwa sebagian kecil orang memang mengalami immunocompromised serius, sehingga mereka membutuhkan vaksin dosis ketiga, agar respons imun benar-benar bekerja.

Akan tetapi, vaksin dosis lengkap tanpa booster, sudah terbukti efektif mengurangi keparahan penyakit dan kematian akibat Covid-19.

Pihaknya mengatakan, pemberian dosis ketiga perlu dipantau terkait masalah keamanan. Adapun database keamanan WHO belum membuat rekomendasi semacam terkait vaksin booster.

Baca juga: Indosat dan 3 Merger Jadi Satu, Bagaimana Layanan Pelanggan?

Mencegah varian baru

WHO berulangkali memperingatkan, negara-negara yang memprioritaskan vaksin booster, agar mengutamakan kesetaraan akses vaksin.

"Jadi fokus sekarang untuk pasokan perlu melindungi orang-orang yang belum terlindungi sama sekali oleh vaksin," tutur O'Brien.

Saat ini banyak negara-negara berpenghasilan rendah tidak mendapat akses vaksin. Bahkan masih banyak orang yang belum menerima dosis pertamanya.

Apablia cakupan vaksinasi global terhambat dengan adanya booster, maka akan meningkatkan risiko munculnya varian-varian baru. Hal ini karena virus menjangkiti mereka yang belum sempat mendapat suntikan vaksin.

"Ini akan mengurangi penularan, akan mengurangi kemungkinan munculnya lebih banyak varian, dan ini akan memberi kita waktu untuk melihat lebih banyak bukti tentang apakah dosis booster pada akhirnya akan dibutuhkan atau tidak," lanjut O'Brien.

Setelah sebagian populasi di dunia dipastikan mendapat sunitkan vaksin, menurut O'Brien, para peneliti akan memiliki waktu lebih banyak untuk meneliti tentang penggunaan booster.

"Tidak ada yang selamat sampai semua mendapat kesempatan divaksinasi, untuk mendapat perlindungan melawan virus serta cakupan vaksin yang semakin meningkat," imbuh O'Brien.

Baca juga: Jadwal Seleksi Kompetensi PPPK Guru dan Non-Guru, Cek di Link Berikut

Tiga alasan pemberian booster

WHO mengamati, alasan mengapa ada wacana untuk menggunakan dosis vaksin Covid-19 sebagai booster. Alasan tersebut, yakni:

1. Adanya gangguan sistem kekebalan

Jika orang yang mendapat suntikan vaksin Covid-19 tidak menunjukkan respons imun meski telah mendapat dosis lengkap.

"Kami memiliki beberapa informasi bahwa untuk orang dengan gangguan kekebalan, mungkin perlu menerima dosis ketiga karena dua yang pertama tidak melakukan apa yang mereka lakukan pada orang normal dan sehat," ujar O'Brien.

2. Kekebalan terbukti berkurang

Alasan kedua untuk mempertimbangkan booster, apabila adanya bukti yang menunjukkan bahwa kekebalan semakin berkurang seiring berjalannya waktu. Atau apabila setelah vaksinasi dosis lengkap, tetapi respons imun tidak tercapai.

"Dan faktanya, bukti saat ini menunjukkan bahwa vaksin bertahan dengan sangat baik untuk melindungi Anda dari penyakit parah, rawat inap, atau bahkan kematian. Jadi kami tidak melihat bukti kuat yang mengarah pada kebutuhan untuk memberikan dosis ketiga untuk orang yang telah divaksinasi," tegas O'Brien.

3. Kinerja vaksin berkurang

Alasan lainnya adalah jika adanya bukti yang menunjukkan bahwa kinerja vaksin berkurang. Terutama adanya kekhawatiran terkait kemampuannya menghadapi varian baru.

O'Brien mengatakan, belum ada bukti kuat yang mendukung ketiga alasan tersebut. Vaksin yang ada hingga kini masih terbukti ampuh tanpa perlu penggunaan booster.

"Dan sekali lagi, vaksin yang kami miliki saat ini melawan variannya dan kami mengamatinya dengan sangat hati-hati bertahan dengan sangat baik terhadap spektrum penyakit yang parah. Secara umum, vaksin berkinerja sangat baik," imbuh dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Riwayat Kafe Xakapa di Lembah Anai, Tak Berizin dan Salahi Aturan, Kini 'Tersapu' oleh Alam

Riwayat Kafe Xakapa di Lembah Anai, Tak Berizin dan Salahi Aturan, Kini "Tersapu" oleh Alam

Tren
Video Viral Detik-detik Petugas Damkar Tertabrak hingga Kolong Mobil

Video Viral Detik-detik Petugas Damkar Tertabrak hingga Kolong Mobil

Tren
Izin Paytren Aset Manajemen Dicabut OJK, Ini Alasannya

Izin Paytren Aset Manajemen Dicabut OJK, Ini Alasannya

Tren
Kelas BPJS Kesehatan Dihapus, Kemenkes Sebut KRIS Sudah Bisa Diterapkan

Kelas BPJS Kesehatan Dihapus, Kemenkes Sebut KRIS Sudah Bisa Diterapkan

Tren
Paus Fransiskus Umumkan 2025 sebagai Tahun Yubileum, Apa Itu?

Paus Fransiskus Umumkan 2025 sebagai Tahun Yubileum, Apa Itu?

Tren
Bisakah Cairkan JHT BPJS Ketenagakerjaan Tanpa Paklaring Usai Resign?

Bisakah Cairkan JHT BPJS Ketenagakerjaan Tanpa Paklaring Usai Resign?

Tren
Apa Itu Gerakan Blockout 2024 yang Muncul Selepas Met Gala dan Merugikan Taylor Swift juga Zendaya?

Apa Itu Gerakan Blockout 2024 yang Muncul Selepas Met Gala dan Merugikan Taylor Swift juga Zendaya?

Tren
Balon Udara Meledak di Ponorogo, Korban Luka Bakar 63 Persen, Polisi: Masuk Ranah Pidana

Balon Udara Meledak di Ponorogo, Korban Luka Bakar 63 Persen, Polisi: Masuk Ranah Pidana

Tren
Warga Korsel Dilaporkan Hilang di Thailand dan Ditemukan di Dalam Tong Sampah yang Dicor Semen

Warga Korsel Dilaporkan Hilang di Thailand dan Ditemukan di Dalam Tong Sampah yang Dicor Semen

Tren
Harta Prajogo Pangestu Tembus Rp 1.000 Triliun, Jadi Orang Terkaya Ke-25 di Dunia

Harta Prajogo Pangestu Tembus Rp 1.000 Triliun, Jadi Orang Terkaya Ke-25 di Dunia

Tren
Media Asing Soroti Banjir Bandang Sumbar, Jumlah Korban dan Pemicunya

Media Asing Soroti Banjir Bandang Sumbar, Jumlah Korban dan Pemicunya

Tren
Sejarah Lari Maraton, Jarak Awalnya Bukan 42 Kilometer

Sejarah Lari Maraton, Jarak Awalnya Bukan 42 Kilometer

Tren
Rekonfigurasi Hukum Kekayaan Intelektual terhadap Karya Kecerdasan Buatan

Rekonfigurasi Hukum Kekayaan Intelektual terhadap Karya Kecerdasan Buatan

Tren
Basuh Ketiak Tanpa Sabun Diklaim Efektif Cegah Bau Badan, Benarkah?

Basuh Ketiak Tanpa Sabun Diklaim Efektif Cegah Bau Badan, Benarkah?

Tren
BPJS Kesehatan Tegaskan Kelas Pelayanan Rawat Inap Tidak Dihapus

BPJS Kesehatan Tegaskan Kelas Pelayanan Rawat Inap Tidak Dihapus

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com