KOMPAS.com - Rumah sakit di Rafah, Gaza selatan, mulai kehabisan bahan bakar untuk terus beroperasi menangani korban serangan Israel.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengungkapkan, bahan bakar hanya cukup untuk tiga hari, terhitung sejak Rabu (8/5/2024).
Sayangnya, pasukan Israel yang menguasai penyeberangan Rafah menghambat penyaluran bahan bakar dan bantuan kemanusian untuk warga sipil Palestina.
Pada Selasa (7/5/2024) lalu, Israel mengirim pasukan darat dan tank ke Kota Rafah, merebut perbatasan dengan Mesir tersebut yang merupakan jalur utama penyaluran bantuan ke Gaza yang terkepung.
Baca juga: Mengenal Rafah, Tempat Perlindungan Terakhir Warga Gaza yang Terancam Diserang Israel
Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan, bahan bakar yang rencananya diizinkan masuk oleh Badan Kesehatan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ini pada Rabu pun telah diblokir.
"Penutupan perbatasan terus menghalangi PBB untuk membawa bahan bakar," ujarnya Tedros, dikutip dari Aljazeera.
Tanpa bahan bakar, menurutnya, semua operasi kemanusiaan di Jalur Gaza akan terhenti. Penutupan perbatasan juga menghambat pengiriman bantuan kemanusiaan ke Gaza.
"Rumah sakit di Gaza selatan hanya mempunyai sisa bahan bakar untuk tiga hari, yang berarti layanan akan segera terhenti," sambungnya.
Baca juga: Alasan Israel Alihkan Serangan dari Gaza ke Rafah, Kota Pertahanan Terakhir Warga Palestina
Sebelumnya, Israel telah mengancam akan melakukan serangan besar-besaran di Rafah untuk mengalahkan ribuan pasukan Hamas yang diklaim bersembunyi di sana.
Di sisi lain, kota di perbatasan ini juga merupakan tempat perlindungan terakhir bagi lebih dari 1,4 juta warga Palestina dari wilayah lain yang hancur akibat pertempuran sebelumnya.
Warga sipil, termasuk wanita dan anak-anak, tampak berdesakan di tenda-tenda dan tempat penampungan.
Mereka menjalani hidup sehari-hari sembari menderita kekurangan makanan, air, serta dan obat-obatan.
Diberitakan Reuters, rumah sakit bersalin utama di Rafah, tempat hampir separuh kelahiran di Gaza, telah berhenti menerima pasien.
Pejabat Dana Kependudukan PBB (UNFPA), Dominic Allen mengatakan, rumah sakit bernama Rumah Sakit Bersalin Al-Helal Al-Emairati itu telah menangani sekitar 85 dari 180 kelahiran di Gaza setiap hari sebelum serangan Israel ke Rafah.
Baca juga: Alasan Israel Tolak Proposal Gencatan Senjata yang Disetujui Hamas
Rumah Sakit Emirati hanya memiliki lima tempat tidur bersalin. Namun, menyusul masuknya banyak orang ke Rafah sejak Desember, rumah sakit beralih menjadi tempat utama bagi perempuan untuk melahirkan di Rafah.