Hendri lebih menyarankan para pemilih untuk menggunakan pertimbangan objektif terlebih dahulu, ketimbang pertimbangan subjektif.
"Misalnya, 'Saya perlu enggak sih program-programnya dia (calon)?'. Menurut kita sendiri, program-program yang dia janjikan itu bakal terlaksana atau tidak," ujarnya.
Menurut dia, objektif tidak hanya soal pertimbangan manfaat memilih calon kepala daerah, perlu juga mempertimbangkan apa yang akan di dapat daerah setelah calon terpilih.
"Saya mendorong untuk lebih melakukan atau mempertimbangkan pilihan dari sisi objektif dari program-program kerja, ketimbang emosional," kata Hendri.
Hendri mengatakan, melakukan pertimbangan objektif akan lebih mudah dilakukan jika ada petahana atau sanak famili dari pemimpin sebelumnya di suatu daerah.
"Justru paling mudah. Kenapa? Karena mereka (petahana) sudah bertugas, ada hasilnya atau tidak? Lebih berat itu memilih secara objektif kalau petahana-nya enggak ada," kata Hendri.
Baca juga: Menimbang Risiko Petugas KPPS Jemput Suara Pasien Covid-19 pada Pilkada 2020
"Beruntung kalau misalnya ada sanak famili dari kepala daerah sebelumnya. Itu lebih mudah juga. Misalnya, 'Kemarin bapaknya janji-janji enggak jalan. Nanti saya pilih anaknya bisa jadi begitu'" imbuhnya.
Hendri menilai, dengan adanya petahana, maka pemilih bisa melakukan pertimbangan objektif dengan melihat rekam jejak petahana selama periode kepemimpinan yang sebelumnya.
Kepedulian terhadap pandemi
Selain itu, Hendri menyarankan masyarakat juga perlu mempertimbangkan kepedulian calon kepala daerah terhadap situasi pandemi virus corona.
Kepedulian tersebut menurutnya bisa dicerminkan saat kampanye, apakah calon kepala daerah menerapkan protokol kesehatan atau tidak.
"Intinya, kalau mereka tidak peduli dengan kesehatan mereka, bagaimana mereka mau peduli dengan kesehatan rakyat?" ujar Hendri.
"Kalau mereka justru bikin konser, kerumunan, mendingan enggak usah dipilih deh. Artinya, mereka hanya berpikir sesaat saja" imbuhnya.