KOMPAS.com - Pemungutan suara pada Pilkada serentak 2020 akan digelar pada Rabu (9/12/2020). Pesta demokrasi yang diadakan di 270 daerah ini dilaksanakan di tengah masa pandemi Covid-19.
Kegiatan ini sebenarnya dikhawatirkan para ahli epidemiologi, sebab berpotensi menjadi lokasi penyebaran virus corona dan menjadi klaster.
Pakar epidemiologi dari Universitas Diponegero, Ari Udiyono, mengatakan dibutuhkan upaya ekstra dari segala pihak, baik pihak regulator, penyelenggara, dan masyarakat untuk menekan potensi tersebut.
"Penekanan adalah pada protokol kesehatan. Semua harus menggunakan masker dan jarak diatur sedemikian rupa sehingga tidak terjadi kerumunan," kata Ari saat dihubungi Kompas.com, Senin (7/12/2020).
Menurutnya, KPU telah membuat sejumlah peraturan saat pencoblosan. Apabila ditaati masyarakat, Ari menilai, sudah cukup untuk mencegah penyebaran virus corona.
Baca juga: FSGI Minta Daerah yang Gelar Pilkada Tunda Buka Sekolah pada Januari 2021
Peraturan KPU tersebut di antaranya:
Baca juga: Sederet Aturan Baru dalam Pelaksanaan Pilkada 2020
Selain itu, ia mengatakan, ada satu cara yang bisa digunakan untuk membatasi interaksi yang terjadi antara pemilih yang dapat diterapkan penyelenggara Pilkada 2020.
"Saya menyarankan yang datang dimulai dari yang paling dekat dengan TPS dan bergeser ke yang lebih jauh," sebutnya.
Metode ini memungkinkan terjadinya interaksi antara masyarakat yang terkelompok dan terbatas. Sehingga, para pemilih hanya akan bertemu dengan orang-orang yang memang tinggal berdekatan dengannya.
Jika terjadi hal yang tidak diinginkan, menurutnya pelacakan pun akan lebih mudah dilakukan.
Di sisi lain, Ari menitikberatkan pesan bagi para petugas Kelompok Panitia Pemungutan Suara (KPPS) yang bertugas. Sebab pada petugas KPPS yang akan bertemu banyak orang.
"Terkait keselamatan dari panitia KPPS, mereka harus bisa menjaga kondisi diri agar selama proses pilkada berlangsung, tidak terlalu letih dan stres," kata Ari.
Baca juga: Berikut Daftar 270 Daerah yang Gelar Pilkada Serentak 9 Desember 2020
Berkaca pada proses Pemilu 2019, petugas KPPS memiliki beban yang berat dan tidak sedikit di antaranya kelelahan hingga meninggal dunia. Hal itu dikarenakan waktu bertugas yang sangat lama.
"Biasanya menjelang sekitar subuh pada hari H mereka sudah sibuk dan menjelang subuh hari berikutnya laporan baru selesai dan harus dikirim ke kelurahan. Di Kelurahan masih menjalani proses yang panjang. Sepengetahuan saya, mereka baru bisa masuk rumah paling cepat jam 06.00 pagi, bahkan ada yang jam 08.00 pagi baru pulang," ujarnya.
Jika hal yang sama kembali terulang pada Pilkada 2020, Ari khawatir kondisi para petugas KPPS akan menjadi semakin buruk.