SUDAH lebih dari 100 hari Presiden Joko Widodo (Jokowi) menakhodai periode kedua pemerintahannya yang diramu melalui Kabinet Indonesia Maju.
Sejak musim kampanye, Jokowi punya visi yang berbeda dibandingkan periode pertama pemerintahannya.
Di era kedua, Jokowi memiliki visi menciptakan sumber daya manusia Indonesia maju dan unggul.
Visi ini dituangkan dalam Rancangan Teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2020-2024, yakni Meningkatkan SDM Berkualitas dan Berdaya Saing.
Dalam dokumen tersebut, berbagai target yang akan dicapai adalah pemenuhan layanan dasar; peningkatan kualitas anak, perempuan dan pemuda; serta percepatan perbaikan gizi masyarakat.
Yang menarik, ketiga indikator tersebut seluruhnya terkait erat dengan pengendalian konsumsi merokok di Indonesia.
Pemerintah sepertinya sadar betul bahwa pengendalian konsumsi rokok di Indonesia sudah sangat mendesak dilakukan.
Apalagi, tingkat konsumsi rokok terus meningkat dari tahun ke tahun. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan 2018 menyebutkan sebanyak 9,1 persen penduduk berusia 10-18 tahun merokok.
Para pemerhati kesehatan pun memberikan apresiasi ketika pemerintah memutuskan menaikkan cukai rokok sebesar 23 persen dan harga jual eceran sebesar 35 persen.
Kenaikan cukai terbesar selama satu dekade ini memberi harapan baru dalam upaya menekan prevalensi perokok di Indonesia, khususnya di kalangan anak dan remaja.
Sayangnya, niat mulia ini seolah masih jauh panggang dari api. Pelaksanaan di lapangan, pabrikan rokok masih dapat menjual rokok dengan harga yang sangat murah.
Adalah Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-25/BC/2018 tentang Tata Cara Penetapan Tarif Cukai Hasil Tembakau yang menjadi biang keladi.
Peraturan ini ternyata "merestui" praktik penjualan rokok murah jauh di bawah 85 persen dari harga jual eceran (banderol), asalkan dilakukan di daerah yang sudah disepakati.
Tidak jelas benar alasan di balik pemerintah memperbolehkan praktik rokok murah atau di bawah harga seharusnya.
Kebijakan yang memperbolehkan rokok dijual semurah-murahnya seperti menggerogoti aturan pemerintah di atasnya, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 152/PMK.010/2019 tentang Tarif Cukai Tembakau.