Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Revitalisasi Gambut Riau: Menanam Tanpa Membakar, Mensejahterakan Tanpa Merusak Alam

Kompas.com - 31/12/2021, 16:02 WIB
Ellyvon Pranita,
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Tim Redaksi

Sesuai dengan namanya, kopi jenis liberika ini berasal dari Desa Kedaburapat, Kecamatan rangsang Pesisir, Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau

 

Ketua Indikasi Geografis (IG) Liberika Rangsang Meranti, Al Hakim menuturkan bahwa kopi gambut liberika di Kedaburapat ini memiliki perpaduan rasa yang unik karena memiliki aroma buah, meskipun di tanam satu lahan atau berdampingan dengan pohon kelapa.

"Kopi Liberika Meranti ini adalah kopi yang unik karena memiliki ciri khas ada rasa (buah) nangkanya. Kalau sudah dirosting, rada cokelat warnanya macam warna milo," kata Al Hakim saat ditemui di kediaman sekaligus tempat produksi Kopi Liberika Meranti, Minggu (14/2/2021).

Tetapi setelah para pemangku kebijakan melihat langsung kondisi perkebunan yang ada, kebijakan pun diubah kembali dan budidaya kopi pun diizinkan di lahan gambut Kedaburapat ini.

Tantangan yang dihadapi para petani kopi liberika meranti saat ini adalah memenuhi permintaan pasar, sementara stok produksi kopi siap distribusi belum mencukupi itu.

Baca juga: BRG Paparkan 4 Persoalan Lahan Gambut yang Harus Dituntaskan

"Pernah ada permintaan menyiapkan 90 ton per bulan, tetapi kita sekarang baru bisa menampung 30 ton saja. Meski dulu cuma bisa menampung 1-3 ton".

Selain itu, Al Hakim menyebutkan, permintaan pasar domestik akan kopi liberika meranti hingga saat ini belum begitu banyak. Sedangkan, pandemi Covid-19 membuat akses jual-beli ke negara lain termasuk Malaysia tidak semudah sebelumnya.

Selanjutnya, tantangan lain yang dihadapi mereka adalah mengenai varian produk kopi liberika meranti ini.

Mereka pernah mencoba membuat varian lain dari produk kopi liberika meranti ini dengan varian luwak liberika kopi.

Tetapi, harga operasionalnya saja sudah cukup tinggi sehingga hasil kopi siap sajinya juga lebih tinggi dibandingkan jenis kopi luwak yang sudah ada dipasaran.

"Tapi permintaan kurang. Pasarnya belum jalan. Harganya operasionalnya tinggi," ucapnya.

Baca juga: 6 Jenis Pendekatan untuk Mengatasi Kebakaran Lahan Gambut di Indonesia

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com