Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perdana Menteri Mengaku Sri Lanka Bangkrut, Peringatkan Krisis Akan Terus Berlanjut hingga 2023

Kompas.com - 05/07/2022, 22:32 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

Sumber AFP

COLOMBO, KOMPAS.com - Sri Lanka bangkrut dan penderitaan akut dari krisis ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya akan bertahan sampai setidaknya akhir 2023, menurut Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe mengatakan kepada parlemen pada Selasa (5/7/2022).

Negara kepulauan yang berpenduduk 22 juta orang itu telah mengalami inflasi selama berbulan-bulan, dan pemadaman listrik terjadi berkepanjangan setelah pemerintah kehabisan mata uang asing untuk mengimpor barang-barang kebutuhan vital.

Baca juga: Krisis Sri Lanka Diyakini Bisa Membaik dalam 18 Bulan, Ini Rencana Pemerintahnya

Wickremesinghe mengatakan negara yang pernah makmur itu akan mengalami resesi yang dalam tahun ini, dan kekurangan makanan, bahan bakar, dan obat-obatan akan terus berlanjut.

"Kami juga harus menghadapi kesulitan pada 2023," kata perdana menteri. "Inilah kebenarannya. Inilah kenyataannya."

Dia mengatakan pembicaraan bailout Sri Lanka yang sedang berlangsung dengan Dana Moneter Internasional (IMF) bergantung pada penyelesaian rencana restrukturisasi utang dengan kreditur pada Agustus.

"Kami sekarang berpartisipasi dalam negosiasi sebagai negara bangkrut," kata Wickremesinghe sebagaimana dilansir AFP.

"Karena keadaan kebangkrutan negara kita, kita harus menyerahkan rencana keberlanjutan utang kita kepada mereka secara terpisah. Hanya ketika (IMF) puas dengan rencana itu kita bisa mencapai kesepakatan."

Baca juga: [POPULER GLOBAL] Stok BBM Sri Lanka Tinggal Sehari | Rusia Kuasai Luhansk

IMF pekan lalu mengatakan lebih banyak hal perlu dikerjakan untuk mengatur keuangan negara dengan benar dan memperbaiki defisit fiskal yang tak terkendali, sebelum kesepakatan dapat dicapai terkait pengaturan pendanaan untuk mengatasi krisis neraca pembayaran.

Organisasi dunia itu juga mengatakan kepada pemerintah Sri Lanka untuk berbuat lebih banyak soal pemberantasan korupsi, dan mengakhiri subsidi energi mahal yang telah lama menguras anggaran pemerintah.

Sri Lanka hampir seluruhnya tanpa memiliki stok bensin. Pemerintah juga telah menutup layanan publik yang tidak penting dalam upaya menghemat bahan bakar.

Puluhan ribu orang mengantri dengan peluang tipis untuk mendapat persediaan terbatas, dan tidak ada stok baru yang bisa diharapkan datang setidaknya selama dua minggu.

Sementara itu, ada bentrokan di luar beberapa pom bensin yang masih menjual bahan bakar.

Perserikatan Bangsa-Bangsa memperkirakan bahwa sekitar 80 persen masyarakat melewatkan makan untuk mengatasi kekurangan pangan dan rekor lonjakan harga.

Baca juga: Kenapa Sri Lanka Krisis BBM dan Bangkrut? Begini Ceritanya...

Baca juga: Sri Lanka Bangkrut, IMF Minta 2 Hal Ini untuk Keluar dari Krisis

Baca juga: 5 Negara yang Bangkrut Sebelum Sri Lanka, Bagaimana Cara Mereka Bertahan?

Wickremesinghe mengatakan IMF memperkirakan ekonomi Sri Lanka menyusut tujuh persen tahun ini, bahkan lebih buruk dari perkiraan mengerikan yang dikeluarkan oleh bank sentral negara itu.

Dia mengatakan inflasi bisa naik di atas 60 persen, dan depresiasi mata uang yang cepat selama beberapa bulan terakhir telah menghapus nilai warga tabungan hingga setengahnya.

"Pikirkan tentang bagaimana situasi ini mempengaruhi warga senior kita," kata perdana menteri berusia 73 tahun itu. "Kemiskinan menyebar di antara mereka semua."

"Nilai uang yang mereka terima turun 50 persen. Daya beli mereka turun sekitar 50 persen."

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com