COLOMBO, KOMPAS.com - Dana Moneter Internasional (IMF) menyebutkan dua syarat agar Sri Lanka yang bangkrut bisa keluar dari krisis.
Dalam pembicaraan bailout (bantuan keuangan guna menyelamatkan dari kebangkrutan) tentang krisis Sri Lanka, IMF pada Kamis (30/6/2022) mengatakan bahwa negara di Asia Selatan itu harus membasmi korupsi dan menaikkan pajak secara substansial.
Perwakilan dari IMF baru saja menyelesaikan kunjungan 10 hari ke ibu kota Colombo untuk memetakan resolusi krisis Sri Lanka bangkrut yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Baca juga: 5 Negara yang Bangkrut Sebelum Sri Lanka, Bagaimana Cara Mereka Bertahan?
Pertemuan IMF dan Sri Lanka digelar setelah berbulan-bulan pemadaman listrik yang panjang dan antrean berhari-hari untuk membeli bensin, karena krisis keuangan membuat Sri Lanka bangkrut dan tidak memiliki dana untuk memenuhi kebutuhan energinya.
Namun, IMF mengatakan bahwa ada pekerjaan lebih banyak yang harus dilakukan Sri Lanka untuk mengatur keuangan negara dengan benar dan memperbaiki defisit fiskal yang tidak terkendali, sebelum mencapai kesepakatan pendanaan untuk mengatasi krisis neraca pembayaran.
"Mengingat tingkat pendapatan yang rendah, reformasi pajak yang luas sangat dibutuhkan," kata IMF dikutip dari AFP.
IMF menambahkan, Sri Lanka perlu mengurangi kerentanan korupsi, menahan inflasi yang melonjak, dan mengakhiri subsidi energi mahal yang sejak lama menguras anggaran pemerintah, tanpa merugikan warga yang lebih rentan.
Baca juga:
Sri Lanka sejauh ini sudah mencabut pemotongan pajak drastis tahun 2019 yang diperkenalkan oleh Presiden Gotabaya Rajapaksa yang dituding memicu krisis ekonomi.
Negara juga mengurangi subsidi energi, dengan biaya bahan bakar naik hingga 400 persen tahun ini. Kemudian, pada April Sri Lanka gagal bayar utang luar negerinya sebesar 51 miliar dollar AS (Rp 761,55 triliun).
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.