Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Latar Belakang Kudeta Militer Burkina Faso dan Penahanan Presiden Roch Kabore

Kompas.com - 25/01/2022, 21:35 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

Sumber CNN

Kelompok-kelompok bersenjata memanfaatkan kehadiran keamanan yang lemah di perbatasan terbuka Burkina Faso, untuk melancarkan lebih banyak serangan dan memperkuat kehadiran mereka.

Kelompok ekstrimis juga menyulut ketegangan sektarian antara komunitas Kristen dan Muslim, yang sebelumnya hidup berdampingan di Burkina Faso.

Para militan mengambil keuntungan dari minimnya kehadiran negara dan kurangnya dukungan kemanusiaan, yang telah membuat masyarakat rentan dan mudah direkrut.

Partisipasi politik juga dirusak oleh kehadiran kelompok militan. Pada 2020, para pemilih yang meninggalkan rumah mereka di bagian utara dan timur tidak dapat berpartisipasi dalam pemilihan presiden. Saat itu Kabore terpilih kembali dengan 58 persen suara.

Tekanan kelompok militan pada masyarakat akhirnya meningkatkan ketidakpuasan publik pada masa jabatan kedua presiden.

Baca juga: 5 Agustus dalam Sejarah: Burkina Faso Merdeka dari Koloni Perancis

Pola yang sama dengan Mali

Perkembangan kudeta Burkina Faso memiliki kesamaan dengan peristiwa di Mali sebelum kudeta militernya sendiri pada Agustus 2020.

Ada serangkaian serangan mematikan terhadap sasaran militer dan sipil, diikuti oleh protes massa yang dipicu oleh semakin kurangnya kepercayaan pada pemerintah Presiden Mali saat itu, Ibrahim Boubacar Keita.

Di Burkina Faso, Pemimpin oposisi utama Eddie Komboigo telah mencoba memanfaatkan ketidakpuasan publik tentang ketidakamanan untuk mengobarkan kemarahan.

Tapi sementara publik di Mali secara luas mendukung kudeta militer, Burkina Faso mungkin perlu waspada terhadap ketidakstabilan lebih lanjut setelah tentara mengambil alih.

Baca juga: Angelina Jolie Kunjungi Pengungsi Korban Konflik Mali di Burkina Faso

Peran sentimen anti-Perancis

Seperti Mali, pasukan keamanan Burkina Faso bergantung pada dukungan dari Perancis yang mengerahkan 5.100 personel di wilayah yang disebut Operasi Barkhane.

Dukungan itu dimulai untuk menghentikan para militan yang menyerbu ibu kota Mali, Bamako pada 2013. Tapi dukungan publik untuk keterlibatan Perancis berkurang karena situasi keamanan memburuk.

Pada Desember, penduduk Kaya memblokir konvoi militer Perancis yang mengirimkan pasokan ke tentara Burkina Faso. Mereka menuduh pasukan Barkhane malah bekerja dengan kelompok ekstremis.

Perancis selanjutnya didorong keluar dari wilayah Sahel, yang mencakup kedua negara, dalam pertikaian diplomatik dengan Mali yang memicu penarikan hampir setengah dari kontingen Barkhane.

Kekosongan keamanan dimanfaatkan oleh para militan. Sementara ketidakstabilan politik yang terus-menerus, merusak kerja sama pertahanan di bawah apa yang disebut pasukan G5 Sahel (mencakup pasukan dari Burkina Faso, Chad, Mali, Mauritania, dan Niger).

Mali beralih ke Rusia untuk mengisi celah keamanan ini. Namun mitra Sahel - termasuk Burkina Faso - sangat menentang langkah kontroversial Mali tersebut.

Baca juga: Ditinggal Perancis, Mali Minta Bantuan Perusahaan Militer Swasta Rusia

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Perang di Gaza, Jumlah Korban Tewas Capai 35.000 Orang

Perang di Gaza, Jumlah Korban Tewas Capai 35.000 Orang

Global
143 Orang Tewas akibat Banjir di Brasil, 125 Lainnya Masih Hilang

143 Orang Tewas akibat Banjir di Brasil, 125 Lainnya Masih Hilang

Global
Serangan Ukraina di Belgorod Rusia, 9 Orang Terluka

Serangan Ukraina di Belgorod Rusia, 9 Orang Terluka

Global
Inggris Selidiki Klaim Hamas Terkait Seorang Sandera Terbunuh di Gaza

Inggris Selidiki Klaim Hamas Terkait Seorang Sandera Terbunuh di Gaza

Global
Serangan Drone Ukraina Sebabkan Kebakaran di Kilang Minyak Volgograd Rusia

Serangan Drone Ukraina Sebabkan Kebakaran di Kilang Minyak Volgograd Rusia

Global
PBB Serukan Gencatan Senjata di Gaza Segera, Perang Harus Dihentikan

PBB Serukan Gencatan Senjata di Gaza Segera, Perang Harus Dihentikan

Global
Pendaki Nepal, Kami Rita Sherpa, Klaim Rekor 29 Kali ke Puncak Everest

Pendaki Nepal, Kami Rita Sherpa, Klaim Rekor 29 Kali ke Puncak Everest

Global
4.073 Orang Dievakuasi dari Kharkiv Ukraina akibat Serangan Rusia

4.073 Orang Dievakuasi dari Kharkiv Ukraina akibat Serangan Rusia

Global
Macron Harap Kylian Mbappe Bisa Bela Perancis di Olimpiade 2024

Macron Harap Kylian Mbappe Bisa Bela Perancis di Olimpiade 2024

Global
Swiss Juara Kontes Lagu Eurovision 2024 di Tengah Demo Gaza

Swiss Juara Kontes Lagu Eurovision 2024 di Tengah Demo Gaza

Global
Korsel Sebut Peretas Korea Utara Curi Data Komputer Pengadilan Selama 2 Tahun

Korsel Sebut Peretas Korea Utara Curi Data Komputer Pengadilan Selama 2 Tahun

Global
Rangkuman Hari Ke-808 Serangan Rusia ke Ukraina: Bala Bantuan untuk Kharkiv | AS Prediksi Serangan Terbaru Rusia

Rangkuman Hari Ke-808 Serangan Rusia ke Ukraina: Bala Bantuan untuk Kharkiv | AS Prediksi Serangan Terbaru Rusia

Global
Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Global
Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Global
Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com