Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

[Biografi Tokoh Dunia] Abiy Ahmed, Pemenang Nobel Perdamaian yang Kini Pimpin Perang Saudara di Ethiopia

Kompas.com - 20/02/2021, 21:46 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

Setelah beberapa kontrol ketat Ethiopia dia cabut, ketegangan etnis justru membara di negara yang beragam ini. Aksi kekerasan bahkan memaksa sekitar 2,5 juta orang mengungsi.

Pada Juni 2019, dua sekutu dekat Abiy tewas dalam apa yang digambarkan sebagai upaya untuk merebut kendali wilayah Amhara, tempat beberapa kekerasan terburuk terjadi.

Baca juga: Internet di Ethiopia Mati di Tengah Protes Kematian Seorang Penyanyi

Dukungan oposisi

Ketika Abiy berkuasa, dia dipandang oleh banyak orang sebagai orang yang blak-blakan dan kompeten, dengan gaya kepemimpinan partisipatif. Sikap itu membuat tokoh-tokoh oposisi optimistis akan masa depan, selama dia menangani masalah di balik kerusuhan yang kerap terjadi.

Pemimpin oposisi Berhanu Nega, yang pernah dicap sebagai teroris di Ethiopia, telah kembali ke rumah. Nega berjanji akan bekerja dengan erat bersama pemerintah "untuk menstabilkan negara".

Tetapi dia tidak membebaskan Sang Perdana Menteri termuda di kawasan Afrika itu begitu saja. "Banyak lembaga dan banyak undang-undang perlu direformasi untuk menciptakan demokrasi yang berarti.” tegasnya.

Ethiopia telah mengadakan pemilihan umum setiap lima tahun sejak 1995. Tetapi dalam pemungutan suara terakhir pada 2015 tidak ada satu pun anggota parlemen dari oposisi yang terpilih.

Jurnalis dan aktivis Jawar Mohammed pernah dituduh memicu protes anti-pemerintah. Dia telah mengakhiri pengasingannya dan menggambarkan penunjukan Abiy sebagai "kesempatan unik untuk transisi damai menuju demokrasi".

"Intinya adalah dia harus menjadi seseorang yang memahami tuntutan publik dan keinginan publik untuk perubahan. Dia harus mereformasi institusi yang sangat membutuhkan reformasi,” kata pemimpin oposisi Partai Biru Yeshiwas Assefa kepada BBC.

Baca juga: PM Etiopia Perintahkan Serangan Terakhir untuk Menggempur Ibu Kota Tigray

Konflik Tigray

Perdana Menteri Ethiopia Abiy Ahmed dianugerahi Hadiah Nobel Perdamaian pada 2019.

Penghargaan itu diberikan karena mengakhiri "keadaan perang" selama dua dekade antara Ethiopia dan Eritrea. Banyak yang memuji era baru perdamaian di wilayah tersebut.

Sayangnya hanya satu tahun kemudian, militer Ahmed telah mengungsikan puluhan ribu warga sipil dalam kampanye militer di wilayah Tigray Utara.

Pada November 2020, pemerintah Ethiopia telah mengungkapkan pasukan federal yang menembaki dan menahan pekerja PBB di wilayah Tigray utara, karena berusaha memasuki daerah yang mereka katakan terlarang.

Menanggapi perkembangan ini, Awol Allo, Profesor di Fakultas Hukum Universitas Keele Inggris mengubah pandangannya terhadap Abiy. Padahal sang profesor termasuk di antara mereka yang menominasikan Ahmed untuk Hadiah Nobel Perdamaian.

Menurutnya, Perdana Menteri Ethiopia itu telah memupuskan harapan untuk perdamaian di wilayah tersebut.

“Ethiopia selama dua tahun terakhir bergerak dari momen harapan dan optimisme yang sangat tinggi, transformasi visi, menjadi perang saudara total yang terancam tidak hanya mengguncang negaranya, tetapi juga wilayah Tanduk Afrika yang lebih luas," keluhnya.

Ethiopia menolak seruan untuk penyelidikan independen atas kekerasan tersebut. Seorang pejabat tinggi pemerintah Ethiopia mengatakan "tidak membutuhkan pengasuh anak."

Ini terjadi di tengah pemadaman komunikasi dan ketika Ethiopia mengakui pasukan federal menembaki dan menahan pekerja PBB di wilayah Tigray utara karena berusaha memasuki daerah yang mereka katakan terlarang.

Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia Michelle Bachelet berbicara tentang konflik tersebut sebagai "pelanggaran berat hak asasi manusia."

Baca juga: Konflik Etiopia: Pemimpin Pasukan Tigray Belum Mau Menyerah

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com