Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kematian Hakim Agung AS Bisa Picu Pertarungan Politik Paling Berisiko Trump-Biden

Kompas.com - 21/09/2020, 14:35 WIB
Miranti Kencana Wirawan

Penulis

Janji Biden lainnya adalah, jika dia terpilih, dia akan memilih hakim agung dari kaum wanita keturunan Afro-Amerika dan itu akan menjadi yang pertama dalam sejarah pengadilan di Amerika.

Baca juga: Profil Ruth Bader Ginsburg, Hakim Agung Ternama AS yang Juga Pejuang Hak Perempuan

Apa pentingnya Mahkamah Agung AS?

Mengutip BBC, pengadilan tertinggi di AS sering kali menjadi institusi yang memberi keputusan akhir tentang Undang-undang yang sangat kontroversial, perselisihan antara negara bagian dan pemerintah federal, dan banding terakhir untuk menghentikan eksekusi.

Dalam beberapa tahun terakhir, pengadilan telah memperluas pernikahan gay ke semua 50 negara bagian, mengizinkan larangan perjalanan Presiden Trump diberlakukan dan menunda rencana AS untuk mengurangi emisi karbon sementara banding diajukan.

Meninggalnya Ginsburg akan memicu pertarungan politik tentang siapa yang akan menggantikannya, memicu perdebatan tentang masa depan Mahkamah Agung menjelang pemilihan presiden November.

Donald Trump telah menunjuk dua hakim sejak menjabat, dan pengadilan Mahkamah Agung saat ini dipandang memiliki mayoritas konservatif 5-4 dalam banyak kasus.

Senat AS harus menyetujui hakim baru yang dicalonkan oleh presiden, dan pemimpin mayoritas Senat Mitch McConnell mengatakan pada Jumat malam bahwa jika seorang calon diajukan sebelum pemilihan umum, akan ada pemungutan suara atas pilihan Trump.

Namun penantang Trump dari partai Demokrat Joe Biden mengatakan, "Tidak ada keraguan - biar saya jelaskan - bahwa para pemilih harus memilih presiden dan presiden harus memilih keadilan untuk dipertimbangkan Senat."

Baca juga: Hakim Agung AS Ini Meninggal, Dampaknya ke Pertarungan Politik Trump dan Joe Biden

Sekarang, Gedung Putih tidak hanya akan dipertaruhkan pada bulan November, tetapi keseimbangan ideologis dari Mahkamah Agung juga dapat dipertaruhkan, menurut analis Anthony Zurcher.

Itu semua tergantung pada pilihan Presiden Trump dan partai Republik untuk langkah selanjutnya.

Mereka dapat mencoba untuk mengisi kursi sebelum akhir tahun, terlepas dari siapa yang memenangkan kursi kepresidenan pada pemilu bulan November, kemungkinan besar menggantikan ikon liberal dengan suara konservatif yang dapat diandalkan.

Atau mereka bisa menunggu dan menahan kursi kosong, sebagai 'hadiah' bagi pemilih konservatif, terutama evangelis yang melihat peluang untuk membatalkan hak aborsi, berkumpul di tempat pemungutan suara untuk presiden.

Mengisi kursi akan membuat marah Demokrat, yang akan mencatat bahwa Partai Republik menolak kesempatan mantan Presiden Barack Obama untuk mengisi kursi kosong pada tahun 2016 selama berbulan-bulan.

Di sisi lain, menunggu akan berisiko membiarkan calon presiden dari Partai Demokrat Joe Biden menunjuk pengganti Ginsburg pada 2021.

Dengan demikian, semua mengindikasikan Partai Republik akan mencoba pilihan pertama. 

Bagaimanapun, ini menciptakan pertarungan politik yang brutal dan berisiko tinggi, yang terjadi pada saat AS sudah penuh dengan perselisihan partisan dan tekanan psikologis.

Baca juga: Biden Sebut Langkah Trump Ganti Hakim Agung AS adalah Penyalahgunaan Kekuasaan

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com