Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ditekan Pemerintah, Facebook Blokir Grup yang Kritik Monarki Thailand

Kompas.com - 25/08/2020, 17:32 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

Sumber BBC

BANGKOK, KOMPAS.com – Facebook telah memblokir grup Facebook beranggotakan sekitar 1 juta akun yang membahas monarki Thailand.

Langkah tersebut diambil Facebook setelah pemerintah Thailand mengancam akan mengambil tindakan hukum.

Perusahaan itu mengatakan kepada BBC bahwa mereka sedang mempersiapkan tindakan hukum untuk menanggapi tekanan dari Bangkok.

Akses ke grup Royalist Marketplace diblokir Facebook pada Senin (24/8/2020) malam.

Akhir-akhir ini gelombang protes anti-pemerintahan di Thailand semakin masif dengan merembet kepada seruan untuk reformasi monarki.

Baca juga: Demo Besar di Thailand Libatkan Anak Muda, Apa Pemicunya?

Sementara itu, lontaran kritik terhadap monarki Thailand adalah tindakan ilegal di Thailand.

Administrator Grup Facebook Royalist Marketplace, Pavin Chachavalpongpun, mengatakan grup tersebut sangat populer di Thailand karena memiliki lebih dari 1 juta anggota.

Dia mengatakan grup itu menyediakan platform untuk diskusi serius tentang monarki Thailand.

Grup itu juga memungkinkan orang Thailand untuk mengekspresikan pandangan mereka secara bebas tentang monarki, mulai dari intervensi politik monarki hingga hubungan intim dengan militer dalam mengkonsolidasikan kekuasaan raja.

Chachavalpongpun adalah seorang akademisi yang mengasingkan diri dan tinggal di Jepang.

Baca juga: Demo Terbesar di Thailand Pecah Sejak 6 Tahun Terakhir

Dia lantas membuat grup Facebook baru yang pada Senin malam. Grup tersebut langsung memperoleh lebih dari 400.000 pengikut dalam semalam.

Facebook mengonfirmasi kepada BBC bahwa mereka dipaksa untuk membatasi akses ke konten yang oleh pemerintah Thailand dianggap ilegal.

"Permintaan seperti ini berat, melanggar hak asasi manusia (HAM), dan memiliki efek mengerikan untuk mengekspresikan diri," ujar Facebook dalam sebuah pernyataan.

Thailand, yang memaksa Facebook untuk membatasi akses ke grup tersebut, juga dikecam keras oleh kelompok HAM.

"Pemerintah Thailand sekali lagi menyalahgunakan undang-undang yang terlalu luas untuk memaksa Facebook membatasi konten yang dilindungi oleh HAM atas kebebasan berbicara," kata John Sifton, Direktur Advokasi Asia di Human Rights Watch, dalam sebuah pernyataan.

Baca juga: Raja Thailand Ulang Tahun Beri Hadiah Hukuman Penjara Seumur Hidup Narapidana Ini

Sifton menambahkan justru Thailand yang melanggar hukum internasional yakni hukum yang melindungi kebebasan berekspresi.

Chachavalpongpun mengatakan kepada BBC bahwa grup Facebook tersebut menggelar diskusi kritis terhadap monarki.

"Beberapa anggota berpikir monarki konstitusional mungkin masih berfungsi, tetapi itu adalah minoritas. Beberapa berpikir reformasi monarki mendesak diperlukan," kata Chachavalpongpun.

Chachavalpongpun sendiri adalah salah satu dari tiga pembangkang yang telah diperingatkan pemerintah Thailand untuk menjauh.

Pembangkang kedua adalah jurnalis asal Inggris, Andrew MacGregor Marshall, yang telah menerbitkan buku berisi kritikan terhadap monarki Thailand.

Baca juga: Tiga Aktivis Ditangkap, Demo di Thailand Makin Panas

Sedangkan pembangkan ketiga adalah profesor sejarah politik Thailand Somsak Jeamteerasakul yang merupakan kritikus monarki Thailand dan hidup dalam pengasingan di Prancis.

Kritik terhadap monarki di bawah aturan lese majeste yang ketat dan undang-undang lain memberikan ancaman hukuman hingga 15 tahun atas penghinaan terhadap keluarga kerajaan.

Rakyat Thailand sendiri telah diajari untuk menghormati monarki Thailand sejak berusia muda.

Namun ketabuan itu dilanggar dalam beberapa pekan terakhir ketika beberapa aktivis mulai secara terbuka menyerukan reformasi monarki di tengah protes anti-pemerintah.

Baca juga: Di Tengah Demo Besar, Kerajaan Thailand Berpesta Rayakan Ulang Tahun Ibu Ratu

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Pria Rusia Dituntut karena Mewarnai Rambutnya Kuning, Biru, dan Hijau

Pria Rusia Dituntut karena Mewarnai Rambutnya Kuning, Biru, dan Hijau

Global
Otoritas Cuaca AS Sebut Dampak Badai Matahari Kuat yang Hantam Bumi

Otoritas Cuaca AS Sebut Dampak Badai Matahari Kuat yang Hantam Bumi

Global
Tabrakan 2 Kereta di Argentina, 57 Orang Dilarikan ke Rumah Sakit

Tabrakan 2 Kereta di Argentina, 57 Orang Dilarikan ke Rumah Sakit

Global
Inggris Cabut Visa Mahasiswa Pro-Palestina yang Protes Perang Gaza

Inggris Cabut Visa Mahasiswa Pro-Palestina yang Protes Perang Gaza

Global
3 Warisan Dokumenter Indonesia Masuk Daftar Memori Dunia UNESCO

3 Warisan Dokumenter Indonesia Masuk Daftar Memori Dunia UNESCO

Global
Israel Kirim 200.000 Liter Bahan Bakar ke Gaza Sesuai Permintaan

Israel Kirim 200.000 Liter Bahan Bakar ke Gaza Sesuai Permintaan

Global
China Buntuti Kapal AS di Laut China Selatan lalu Keluarkan Peringatan

China Buntuti Kapal AS di Laut China Selatan lalu Keluarkan Peringatan

Global
AS Kecam Israel karena Pakai Senjatanya untuk Serang Gaza

AS Kecam Israel karena Pakai Senjatanya untuk Serang Gaza

Global
9 Negara yang Tolak Dukung Palestina Jadi Anggota PBB di Sidang Majelis Umum PBB

9 Negara yang Tolak Dukung Palestina Jadi Anggota PBB di Sidang Majelis Umum PBB

Global
Jumlah Korban Tewas di Gaza Dekati 35.000 Orang, Afrika Selatan Desak IJC Perintahkan Israel Angkat Kaki dari Rafah

Jumlah Korban Tewas di Gaza Dekati 35.000 Orang, Afrika Selatan Desak IJC Perintahkan Israel Angkat Kaki dari Rafah

Global
Rangkuman Hari Ke-807 Serangan Rusia ke Ukraina: Putin Angkat Lagi Mikhail Mishustin | AS Pasok Ukraina Rp 6,4 Triliun

Rangkuman Hari Ke-807 Serangan Rusia ke Ukraina: Putin Angkat Lagi Mikhail Mishustin | AS Pasok Ukraina Rp 6,4 Triliun

Global
ICC Didesak Keluarkan Surat Perintah Penangkapan Netanyahu

ICC Didesak Keluarkan Surat Perintah Penangkapan Netanyahu

Global
143 Negara Dukung Palestina Jadi Anggota PBB, AS dan Israel Menolak

143 Negara Dukung Palestina Jadi Anggota PBB, AS dan Israel Menolak

Global
AS Akui Penggunaan Senjata oleh Israel di Gaza Telah Langgar Hukum Internasional

AS Akui Penggunaan Senjata oleh Israel di Gaza Telah Langgar Hukum Internasional

Global
[POPULER GLOBAL] Netanyahu Tanggapi Ancaman Biden | Pembicaraan Gencatan Senjata Gaza Gagal

[POPULER GLOBAL] Netanyahu Tanggapi Ancaman Biden | Pembicaraan Gencatan Senjata Gaza Gagal

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com