BANGKOK, KOMPAS.com - Demo anti-pemerintahan terbesar di Thailand sejak enam tahun lalu pecah pada Minggu (16/8/2020).
Sekitar 10.000 demonstran turun ke jalan di Bangkok dan meneriakkan “turunkan kediktatoran” dan “negara milik rakyat” sebagaimana dilansir dari Reuters.
Ada juga teriakan untuk mengekang kekuatan monarki Thailand di mana pelecehan terhadap Kerajaan Thailand sangat dilarang.
Para demonstran juga menuntut Perdana Menteri Thailand, Prayuth Chan-ocha, untuk mundur dari jabatannya.
Para pelajar telah menginisiasi protes hampir setiap hari selama sebulan terakhir. Namun aksi demonstrasi yang pecah pada Minggu adalah yang terbesar sejak 2014 di Thailand.
Baca juga: Tiga Aktivis Ditangkap, Demo di Thailand Makin Panas
Salah satu aktivis, Patsalawalee Tanakitwiboonpon, menuntut pemilihan ulang dan anggota parlemen baru dari rakyat.
“Yang terakhir, impian kami adalah memiliki monarki yang benar-benar di bawah konstitusi,” kata Tanakitwiboonpon.
Juru bicara pemerintah, Traisulee Traisoranakul, mengatakan kepada wartawan bahwa Prayuth memerintahkan kabinet mengambil langkah membangun pemahaman antar-generasi
"Perdana menteri menyampaikan keprihatinannya kepada para pejabat dan kepada pengunjuk rasa untuk menghindari kekerasan," kata Traisoranakul.
Hingga saat ini, belum ada komentar langsung dari pihak Kerajaan Thailand.
Baca juga: Di Tengah Demo Besar, Kerajaan Thailand Berpesta Rayakan Ulang Tahun Ibu Ratu
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.