BANGKOK, KOMPAS.com - Ribuan anak muda Thailand turun ke jalan-jalan di Bangkok, dalam salah satu demonstrasi anti-pemerintah terbesar sepanjang sejarah negara itu.
Mereka meluapkan amarah, menyerukan perubahan, meski aturan di pandemi virus corona melarang adanya perkumpulan massa dalam jumlah besar.
Mereka mengatakan, akan terus berdemonstrasi jika tiga tuntutan utamanya tidak dipenuhi, yaitu:
Selain itu, mereka juga menyuarakan aspirasi dengan beragam cara kreatif, seperti penggunaan Hamtaro karakter anime Jepang dan melakukan salam 3 jari ala film dan novel The Hunger Games.
Baca juga: Demo Terbesar di Thailand Pecah Sejak 6 Tahun Terakhir
BBC pada Sabtu (1/8/2020) memberitakan, Thailand memiliki sejarah panjang dalam kerusuhan dan protes politik, tetapi gelombang demonstrasi baru telah dimulai pada Februari tahun ini.
Pemicunya adalah perintah pembubaran partai oposisi.
Pada Maret 2019 pemilihan umum pertama dilaksanakan sejak militer merebut kekuasaan pada 2014.
Bagi banyak anak muda dan pemilih pemula, ini dipandang sebagai peluang untuk perubahan setelah bertahun-tahun pemerintahan "Negeri Gajah Putih" dipegang militer.
Namun militer justru mengambil langkah-langkah untik memperkuat kedudukan politiknya.
Buntutnya adalah terpilihnya lagi Prayuth Chan-o-cha sebagai Perdana Menteri Thailand. Prayuth adalah pemimpin militer yang memimpin kudeta.
Baca juga: Raja Thailand Ulang Tahun Beri Hadiah Hukuman Penjara Seumur Hidup Narapidana Ini
Namun pada Februari pengadilan memutuskan FFP telah menerima dana pinjaman dari Thanathorn yang dianggap sebagai sumbangan, sehingga membuat dana itu ilegal. Kasus ini berujung pada pembubaran partai secara paksa.
Ribuan orang kemudian memprotesnya. Mereka turun ke jalan, tapi sempat terhenti akibat pandemi Covid-19.
Baru pada Juni situasi memanas lagi ketika hilangnya seorang aktivis pro-demokrasi terkemuka.
Wanchalearm Satsaksit yang telah diasingkan ke Kamboja sejak 2014, dilaporkan diculik di jalan dan dimasukkan ke kendaraan.