Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Ditekan Pemerintah, Facebook Blokir Grup yang Kritik Monarki Thailand

BANGKOK, KOMPAS.com – Facebook telah memblokir grup Facebook beranggotakan sekitar 1 juta akun yang membahas monarki Thailand.

Langkah tersebut diambil Facebook setelah pemerintah Thailand mengancam akan mengambil tindakan hukum.

Perusahaan itu mengatakan kepada BBC bahwa mereka sedang mempersiapkan tindakan hukum untuk menanggapi tekanan dari Bangkok.

Akses ke grup Royalist Marketplace diblokir Facebook pada Senin (24/8/2020) malam.

Akhir-akhir ini gelombang protes anti-pemerintahan di Thailand semakin masif dengan merembet kepada seruan untuk reformasi monarki.

Sementara itu, lontaran kritik terhadap monarki Thailand adalah tindakan ilegal di Thailand.

Administrator Grup Facebook Royalist Marketplace, Pavin Chachavalpongpun, mengatakan grup tersebut sangat populer di Thailand karena memiliki lebih dari 1 juta anggota.

Dia mengatakan grup itu menyediakan platform untuk diskusi serius tentang monarki Thailand.

Grup itu juga memungkinkan orang Thailand untuk mengekspresikan pandangan mereka secara bebas tentang monarki, mulai dari intervensi politik monarki hingga hubungan intim dengan militer dalam mengkonsolidasikan kekuasaan raja.

Chachavalpongpun adalah seorang akademisi yang mengasingkan diri dan tinggal di Jepang.

Dia lantas membuat grup Facebook baru yang pada Senin malam. Grup tersebut langsung memperoleh lebih dari 400.000 pengikut dalam semalam.

Facebook mengonfirmasi kepada BBC bahwa mereka dipaksa untuk membatasi akses ke konten yang oleh pemerintah Thailand dianggap ilegal.

"Permintaan seperti ini berat, melanggar hak asasi manusia (HAM), dan memiliki efek mengerikan untuk mengekspresikan diri," ujar Facebook dalam sebuah pernyataan.

Thailand, yang memaksa Facebook untuk membatasi akses ke grup tersebut, juga dikecam keras oleh kelompok HAM.

"Pemerintah Thailand sekali lagi menyalahgunakan undang-undang yang terlalu luas untuk memaksa Facebook membatasi konten yang dilindungi oleh HAM atas kebebasan berbicara," kata John Sifton, Direktur Advokasi Asia di Human Rights Watch, dalam sebuah pernyataan.

Sifton menambahkan justru Thailand yang melanggar hukum internasional yakni hukum yang melindungi kebebasan berekspresi.

Chachavalpongpun mengatakan kepada BBC bahwa grup Facebook tersebut menggelar diskusi kritis terhadap monarki.

"Beberapa anggota berpikir monarki konstitusional mungkin masih berfungsi, tetapi itu adalah minoritas. Beberapa berpikir reformasi monarki mendesak diperlukan," kata Chachavalpongpun.

Chachavalpongpun sendiri adalah salah satu dari tiga pembangkang yang telah diperingatkan pemerintah Thailand untuk menjauh.

Pembangkang kedua adalah jurnalis asal Inggris, Andrew MacGregor Marshall, yang telah menerbitkan buku berisi kritikan terhadap monarki Thailand.

Sedangkan pembangkan ketiga adalah profesor sejarah politik Thailand Somsak Jeamteerasakul yang merupakan kritikus monarki Thailand dan hidup dalam pengasingan di Prancis.

Kritik terhadap monarki di bawah aturan lese majeste yang ketat dan undang-undang lain memberikan ancaman hukuman hingga 15 tahun atas penghinaan terhadap keluarga kerajaan.

Rakyat Thailand sendiri telah diajari untuk menghormati monarki Thailand sejak berusia muda.

Namun ketabuan itu dilanggar dalam beberapa pekan terakhir ketika beberapa aktivis mulai secara terbuka menyerukan reformasi monarki di tengah protes anti-pemerintah.


Chachavalpongpun mengatakan pemerintah Thailand berusaha membungkam aksi protes seperti menangkap para aktivis dan memblokir akses ke grup Facebook.

“Jika pelajar tetap bertahan (menggelar aksi protes), tindakan yang lebih keras dapat diambil, seperti penumpasan," kata Chachavalpongpun.

Pekan lalu, polisi Thailand menangkap sembilan aktivis yang terlibat dalam aksi protes.

https://www.kompas.com/global/read/2020/08/25/173255970/ditekan-pemerintah-facebook-blokir-grup-yang-kritik-monarki-thailand

Terkini Lainnya

Warga Palestina Berharap Perang Berakhir, Tapi Pesimis Gencatan Senjata Cepat Terwujud

Warga Palestina Berharap Perang Berakhir, Tapi Pesimis Gencatan Senjata Cepat Terwujud

Global
Politikus Muslim Sadiq Khan Menang Pemilihan Wali Kota London untuk Kali Ketiga

Politikus Muslim Sadiq Khan Menang Pemilihan Wali Kota London untuk Kali Ketiga

Global
Hamas Tuntut Gencatan Senjata Abadi, Israel: Itu Menghambat Proses Negosiasi

Hamas Tuntut Gencatan Senjata Abadi, Israel: Itu Menghambat Proses Negosiasi

Global
Makna di Balik Lagu Pop Propaganda Korea Utara yang Ternyata banyak Disukai Pengguna TikTok

Makna di Balik Lagu Pop Propaganda Korea Utara yang Ternyata banyak Disukai Pengguna TikTok

Global
Rangkuman Hari Ke-801 Serangan Rusia ke Ukraina: Rusia Resmi Buru Zelensky | Ukraina Tembak Sukhoi Su-25

Rangkuman Hari Ke-801 Serangan Rusia ke Ukraina: Rusia Resmi Buru Zelensky | Ukraina Tembak Sukhoi Su-25

Global
China Luncurkan Chang'e-6 ke Sisi Jauh Bulan, Ini Misinya

China Luncurkan Chang'e-6 ke Sisi Jauh Bulan, Ini Misinya

Global
Rangkuman Terjadinya Protes Pro-Palestina oleh Mahasiswa di 8 Negara

Rangkuman Terjadinya Protes Pro-Palestina oleh Mahasiswa di 8 Negara

Global
Rusia Masukkan Presiden Zelensky ke Dalam Daftar Orang yang Diburu

Rusia Masukkan Presiden Zelensky ke Dalam Daftar Orang yang Diburu

Global
[UNIK GLOBAL] Viral Pria India Nikahi Ibu Mertua | Galon Air Jadi Simbol Baru Protes Pro-Palestina

[UNIK GLOBAL] Viral Pria India Nikahi Ibu Mertua | Galon Air Jadi Simbol Baru Protes Pro-Palestina

Global
Rusia Jatuhkan 4 Rudal Jarak Jauh ATACMS Buatan AS yang Ditembakkan Ukraina

Rusia Jatuhkan 4 Rudal Jarak Jauh ATACMS Buatan AS yang Ditembakkan Ukraina

Global
Kelompok Bersenjata di Gaza Rampok Bank Palestina Rp 1,12 Triliun

Kelompok Bersenjata di Gaza Rampok Bank Palestina Rp 1,12 Triliun

Global
Pembicaraan Gencatan Senjata Gaza Dilanjutkan di Mesir

Pembicaraan Gencatan Senjata Gaza Dilanjutkan di Mesir

Global
Penembakan di Dekat Paris, 1 Tewas dan Melukai 6 Orang

Penembakan di Dekat Paris, 1 Tewas dan Melukai 6 Orang

Global
Populasi Menurun, Nyaris 4 Juta Rumah Kosong di Jepang

Populasi Menurun, Nyaris 4 Juta Rumah Kosong di Jepang

Global
Zebra Kabur di Jalan Raya AS, Penunggang Rodeo Datang Menyelamatkan

Zebra Kabur di Jalan Raya AS, Penunggang Rodeo Datang Menyelamatkan

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke