Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

9 Kendala Penanaman Kakao di Indonesia, Produktivitas Lahan sampai Perbubahan Iklim

Kompas.com - 16/11/2022, 14:06 WIB
Krisda Tiofani,
Yuharrani Aisyah

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kakao merupakan salah satu komoditas unggulan Indonesia yang memiliki peranan penting dalam perekonomian negara.

Hal tersebut disampaikan oleh Ir. Hendrat Atmojo Bagus Hudoro, Direktur Tanaman Pangan dan Penyegar Direktorat Jenderal Perkebunan, mewakili Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian RI.

Hendrat menuturkan, kakao berperan sebagai sumber pendapatan petani, sumber lapangan kerja, dan penyediaan bahan baku industri yang juga andil dalam kelestarian lingkungan.

Indonesia sendiri saat ini menduduki posisi ke-3 sebagai negara pengolah cokelat terbesar di dunia, serta peringkat ke-6 negara penghasil biji kakao terbesar di dunia.

"Indonesia saat ini memiliki area kurang lebih sekitar 1,5 juta hektar dengan produksi kurang lebih sekitar 721.000 ton dan rata-rata produktivitas sekitar 700-800 kilogram per hektar per tahun," ungkap Hendrat.

Angka tersebut dinilai masih jauh dari harapan bila merujuk dengan potensi Indonesia yang bisa mencapai produksi kakao sebesar 2-2,5 ton per hektar per tahun.

Bukan tanpa alasan, sejumlah penyebab disampaikan Hendrat sebagai kendala penanaman kakao di Indonesia yang saat ini harus dihadapi.

Selengkapnya, simak 9 kendala penanaman kakao di Indonesia yang disampaikan Hendrat dalam sambutannya pada Seminar Peringatan Hari Cokelat Indonesia di Sial Interfood JiExpo, Sabtu (12/11/2022) berikut ini.

Baca juga:

1. Produktivitas lahan

Perkembangan kakao di hilir atau pengolahan dan pemasaran dinilai sudah cukup bagus. Berbanding terbalik dengan pemenuhan bahan bakunya.

Hulu atau mula tempat produksi cokelat harus ikut berkembang demi pemenuhan bahan baku cokelat.

"Melihat dari sisi tanaman kebun kita, sebagian besar kurang lebih 20-30 persen sudah termasuk kategori tanaman tua, rusak, dan tidak produktif," kata Hendrat.

2. Hama tanaman

Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) atau hama juga menjadi kendala penanaman kakao di Indonesia.

Menurut Hendrat, kendala ini sudah sejak lama menjadi fokus dan masih belum tertangani maksimal hingga saat ini.

Baca juga:

3. Tata kelola budidaya

Bukan enggan, menurut Hendrat, perolehan hasil dari usaha tani kakao yang belum sepadan dengan hasil keringatnya masih menjadi pertimbangan para petani kakao.

"Artinya, ketika harga kakao yang belum signifikan diterima oleh petani dengan kondisi biji kakao kita yang sebagian besar belum berfermentasi, tentunya juga menjadi pertimbangan petani untuk ke kebun, sehingga kebunnya kurang terawat, kurang terpelihara, berdampak pada produksi yang rendah," jelasnya.

4. Penanganan pascapanen belum optimal

Selanjutnya, penanganan pascapanen kakao Indonesia juga masih belum optimal sehingga berdampak pada rendahnya angka produksi.

Hal ini tentu berkaitan dengan harga jual biji kakao yang masih jauh dari harapan para petani.

5. Keterbatasan SDM

Ilustrasi Petani Kakao di Sulawesi sedang mengangkut hasil panen.Shutterstock/Zakariya AF Ilustrasi Petani Kakao di Sulawesi sedang mengangkut hasil panen.

Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia yang berkaitan dengan kakao juga masih terbatas. Baik itu petani maupun tenaga pendampingnya.

Selain jumlah, pemahaman akan keterampilan mengelola kebun yang tepat juga belum mendukung.

6. Rantai pemasaran yang panjang

Selesai diproduksi petani, kakao masih harus melewati rantai pemasaran yang panjang dan belum merata menurut Hendra.

"Kita ketahui, industri pengolahan berada di area Jawa dan sekitarnya. Namun demikian, kalau melihat dari sentra produksi kakao kita, berada dari ujung barat Aceh hingga ujung timur di Papua yang sangat jauh dari rantai pasok industri," ujarnya.

Baca juga:

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com