Menurut Yahya, tradisi rantangan ini telah ada sejak masa sebelum Islam dikenal masyarakat Betawi. Dahulu tradisi ini dikenal dengan sebutan ‘nyuguh’ atau sajen.
Upacara dan ritus untuk memuja Tuhan ini menggunakan wadah bambu yang dulu sempat digunakan dalam tradisi rantangan. Di antaranya adalah besek, tampah, dan pincuk daun.
“Wadah itu mengikuti perkembangan teknologi tradisional dan modern yang memanfaatkan pengolahan besi dan baja. Dari tradisional bambu kemudian jadi rantang besi,” jelas Yahya.
Baca juga: Mengenal Budaya Kuliner Betawi, dari Istilah Penting sampai Sajian Lebaran
Lama kelamaan Islam pun datang, dan akhirnya masyarakat mengadopsi kebiasaan ‘nyuguh’ ini untuk dilakukan juga di hari-hari besar seperti Lebaran.
Wadah ini, kata Yahya, berperan sebagai alat pendukung agar lebih mudah membawa makanan-makanan yang jadi simbol perayaan hari besar ini.
Saat hari raya Lebaran misalnya, ada dodol yang jadi simbol keteguhan dan kekuatan persaudaraan. Ada juga tape uli yang jadi simbol rasa sayang, dan masih banyak makanan lainnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.