Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Sejak Kapan Ada Tradisi Rantangan Betawi Saat Lebaran?

KOMPAS.com – Tradisi rantangan merupakan salah satu tradisi masyarakat Betawi yang biasa dilakukan saat Lebaran.

Masyarakat Betawi akan berkeliling ke rumah-rumah keluarga serta kerabat sambil membawa wadah rantang yang diisi dengan aneka makanan yang khusus disiapkan.

Fungsinya adalah mempererat tali silaturahmi di antara keluarga dan kerabat.

“Hari Lebaran kita bawah rantang, keliling itu. Kadang satu rantang itu isinya empat tingkat ya, itu berarti kita bisa mampir ke empat keluarga,” kata Budayawan Betawi Yahya Andi Saputra ketika dihubungi Kompas.com, Kamis (6/5/2021).

Makanan ala Betawi yang dibawa dalam rantang tersebut bermacam-macam. Biasanya terdiri dari dodol, tape uli, rengginang, hingga rangkambang yang masing-masing punya simbol tersendiri.

Dulu tidak pakai rantang

Dahulu, orang-orang Betawi tidak menggunakan rantang seperti yang dikenal sekarang. Mereka menggunakan wadah yang terbuat dari bambu seperti bongsang, tampah, tenong, atau besek.

“Tenong juga untuk dodol, rangkambang, tape uli, pokoknya kue-kue yang basah gitu lah. Kalau besek itu biasanya untuk nasi dan lauk pauk. Bongsang itu untuk buah-buahan,” terang Yahya.

Kemudian pabrik yang mengolah besi, alumunium, dan juga baja mulai banyak bermunculan.

Mereka memproduksi beragam alat masak, termasuk juga rantang bertingkat seperti yang kita kenal sekarang ini.

“Rantang ini juga sama di bagian atas nasi, bawah sayuran, bagian tengah lauk pauk. Kadang di rantang kita bawa kue juga,” sambung dia.


 

Sudah ada sejak sebelum Islam

Menurut Yahya, tradisi rantangan ini telah ada sejak masa sebelum Islam dikenal masyarakat Betawi. Dahulu tradisi ini dikenal dengan sebutan ‘nyuguh’ atau sajen.

Upacara dan ritus untuk memuja Tuhan ini menggunakan wadah bambu yang dulu sempat digunakan dalam tradisi rantangan. Di antaranya adalah besek, tampah, dan pincuk daun.

“Wadah itu mengikuti perkembangan teknologi tradisional dan modern yang memanfaatkan pengolahan besi dan baja. Dari tradisional bambu kemudian jadi rantang besi,” jelas Yahya.

Lama kelamaan Islam pun datang, dan akhirnya masyarakat mengadopsi kebiasaan ‘nyuguh’ ini untuk dilakukan juga di hari-hari besar seperti Lebaran.

Wadah ini, kata Yahya, berperan sebagai alat pendukung agar lebih mudah membawa makanan-makanan yang jadi simbol perayaan hari besar ini.

Saat hari raya Lebaran misalnya, ada dodol yang jadi simbol keteguhan dan kekuatan persaudaraan. Ada juga tape uli yang jadi simbol rasa sayang, dan masih banyak makanan lainnya.

https://www.kompas.com/food/read/2021/05/08/150900375/sejak-kapan-ada-tradisi-rantangan-betawi-saat-lebaran-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke