Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Para Peneliti Gunakan Microbots untuk Teliti Jaringan Sel Saraf

Kompas.com - 03/10/2020, 12:24 WIB
Nur Rohmi Aida,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Para peneliti yang berafiliasi dengan beberapa institusi di Korea Selatan menciptakan microbots yang mampu menjadi jembatan antara jaringan sel saraf tikus.

Dalam makalah yang diterbitkan Jurnal Science Advances dijelaskan bagaimana robot mikro tersebut dibentuk dan mampu berfungsi sebagai penghubungan jaringan saraf.

Mengutip Medical Express, banyak peneliti telah mempelajari sel saraf otak.

Sebelumnya, para peneliti mencoba menumbuhkan jaringan sel saraf pada plat kaca yang kemudian disebut dengan jaringan 2-D.

Akan tetapi, dalam penemuan baru-baru ini peneliti menuju pembuatan jaringan saraf 3-D yang menghubungkan jaringan saraf 2-D menggunakan mikrobots.

Science News menuliskan, robot kecil ini beroperasi sebagai penghubung sel saraf tikus yang menjembatani celah dua kelompok sel yang terpisah.

Penemuan ini memberikan harapan untuk perbaikan sel saraf yang terputus pada manusia.

Baca juga: Studi: Ini 2 Bau yang Tidak Bisa Dicium Pasien Covid-19

Insinyur Eunhee Kim dan Hongsoo Choi, dua peneliti yang sama-sama berasal dari Institut Sains dan Teknologi Daegu Gyeohgbuk awalnya membuat robot persegi panjang dengan panjang 300 mikrometer.

Robot tersebut dibuat dari polimer yang dilapisi nikel dan titanium yang kemudian ditumbuhkan jaringan saraf di atasnya

Peneliti juga menumbuhkan jaringan di atas dua piringan kaca dengan jarak 300 mikrometer.

Setelah semua jaringan tumbuh, mikrobot diletakkan di antara piringan kaca dan pergerakan robot dikendalikan dengan menerapkan medan magnet eksternal.

Saat sel tersebut tumbuh, maka akson pengiriman pesan dan dendrit penerima pesan akan mengikuti alur berbaris robot.

Mikrobot tersebut ternyata menjadi area pertumbuhan yang baik bagi sel saraf tikus.

Lambat laun, sel saraf tumbuh dari salah satu ujung mikrobot menuju jaringan saraf lain.

Baca juga: Studi: Kematian akibat Kardiovaskular di Inggris Meningkat Selama Pandemi Corona

Akhirnya, jembatan jaringan saraf asli yang saling terhubung.

Para peneliti kemudian memberikan sedikit muatan ke salah satu jaringan asli.

Muatan tersebut akan dibawa melintasi jembatan ke jaringan lain, untuk membuktikan bahwa mikrobot berfungsi sebagaimana mestinya

Para peneliti menyarankan penelitian ini sebagai upaya menghubungkan jaringan saraf yang ada dan sebagai upaya memperbaiki saraf pada pasien yang cedera.

Hal ini membantu para peneliti merancang replika jaringan sel saraf komplek yang lebih baik di otak.

Baca juga: Studi: Produk Semprotan Hidung di Australia Tekan Pertumbuhan Virus Corona pada Hewan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Bisakah Cairkan JHT BPJS Ketenagakerjaan Tanpa Paklaring Usai Resign?

Bisakah Cairkan JHT BPJS Ketenagakerjaan Tanpa Paklaring Usai Resign?

Tren
Apa Itu Gerakan Blockout 2024 yang Muncul Selepas Met Gala dan Merugikan Taylor Swift juga Zendaya?

Apa Itu Gerakan Blockout 2024 yang Muncul Selepas Met Gala dan Merugikan Taylor Swift juga Zendaya?

Tren
Balon Udara Meledak di Ponorogo, Korban Luka Bakar 63 Persen, Polisi: Masuk Ranah Pidana

Balon Udara Meledak di Ponorogo, Korban Luka Bakar 63 Persen, Polisi: Masuk Ranah Pidana

Tren
Warga Korsel Dilaporkan Hilang di Thailand dan Ditemukan di Dalam Tong Sampah yang Dicor Semen

Warga Korsel Dilaporkan Hilang di Thailand dan Ditemukan di Dalam Tong Sampah yang Dicor Semen

Tren
Harta Prajogo Pangestu Tembus Rp 1.000 Triliun, Jadi Orang Terkaya Ke-25 di Dunia

Harta Prajogo Pangestu Tembus Rp 1.000 Triliun, Jadi Orang Terkaya Ke-25 di Dunia

Tren
Media Asing Soroti Banjir Bandang Sumbar, Jumlah Korban dan Pemicunya

Media Asing Soroti Banjir Bandang Sumbar, Jumlah Korban dan Pemicunya

Tren
Sejarah Lari Maraton, Jarak Awalnya Bukan 42 Kilometer

Sejarah Lari Maraton, Jarak Awalnya Bukan 42 Kilometer

Tren
Rekonfigurasi Hukum Kekayaan Intelektual terhadap Karya Kecerdasan Buatan

Rekonfigurasi Hukum Kekayaan Intelektual terhadap Karya Kecerdasan Buatan

Tren
Basuh Ketiak Tanpa Sabun Diklaim Efektif Cegah Bau Badan, Benarkah?

Basuh Ketiak Tanpa Sabun Diklaim Efektif Cegah Bau Badan, Benarkah?

Tren
BPJS Kesehatan Tegaskan Kelas Pelayanan Rawat Inap Tidak Dihapus

BPJS Kesehatan Tegaskan Kelas Pelayanan Rawat Inap Tidak Dihapus

Tren
Cara Memindahkan Foto dan Video dari iPhone ke MacBook atau Laptop Windows

Cara Memindahkan Foto dan Video dari iPhone ke MacBook atau Laptop Windows

Tren
Video Viral Pusaran Arus Laut di Perairan Alor NTT, Apakah Berbahaya?

Video Viral Pusaran Arus Laut di Perairan Alor NTT, Apakah Berbahaya?

Tren
Sosok Rahmady Effendi Hutahaean, Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta yang Dilaporkan ke KPK

Sosok Rahmady Effendi Hutahaean, Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta yang Dilaporkan ke KPK

Tren
Harta Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Disebut Janggal, Benarkah Hanya Rp 6,3 Miliar?

Harta Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Disebut Janggal, Benarkah Hanya Rp 6,3 Miliar?

Tren
5 Potensi Efek Samping Minum Susu Campur Madu yang Jarang Diketahui

5 Potensi Efek Samping Minum Susu Campur Madu yang Jarang Diketahui

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com