KOMPAS.com - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) operasikan teknologi modifikasi cuaca untuk mencegah cuaca ekstrem sepanjang penyelenggaraan KTT G20 di Bali. Apa itu teknologi modifikasi cuaca?
Guna memperlancar jalannya kegiatan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali, BMKG melakukan mitigasi cuaca dengan menaburkan 29 ton garam di langit Bali.
Cara ini adalah bagian dari operasi teknologi modifikasi cuaca (TMC) yang dilakukan untuk mencegah potensi hujan atau cuaca ekstrem di lokasi KTT G20 Bali.
Sedikitnya, disiapkan 28 sorti penerbangan dengan total bahan semai atau NaCl atau garam yang ditaburkan sebanyak 29 ton.
Tabur garam di langit Bali dilakukan menggunakan pesawat Cassa 212 dan CN 295 dalam operasi TMC yang berlangsung hingga hari ini, Rabu (16/11/2022).
"TMC ini bagian dari skenario mitigasi cuaca yang dipersiapkan untuk mengantisipasi cuaca ekstrem agar gelaran KTT G20 di Bali berjalan dengan lancar dan sukses, serta semua kepala negara dan delegasi dapat melaksanakan pertemuan dengan aman dan nyaman," ungkap Kepala BMKG Dwikorita Karnawati di Bali, Rabu (16/11/2022).
Sebelumnya, menurut Dwikorita, BMKG telah memprakirakan potensi curah hujan yang cukup tinggi di wilayah Bali selama bulan November 2022.
Baca juga: Hujan Lebat Hari Ini, Berikut Prakiraan Cuaca Seluruh Indonesia
Lantas, teknologi apa itu modifikasi cuaca yang digunakan untuk mencegah cuaca ekstrem selama penyelenggaraan KTT G20 di Bali?
Dikutip dari Britannica, modifikasi cuaca adalah pergantian kondisi atmosfer yang disengaja atau tidak disengaja oleh aktivitas manusia. Metode ini dilakukan dengan cukup mengubah cuaca pada skala lokal atau regional.
Mitigasi cuaca dengan mengubah fenomena atmosfer telah lama dilakukan, yakni dengan mengubah fenomena atmosfer seperti awan, hujan, salju, hujan es, kilat, badai petir, tornado, angin topan atau siklon.
Di era modern, modifikasi cuaca secara ilmiah telah dimulai pada tahun 1946 oleh Vincent J. Schaefer dan Irving Langmuir General Electric Research Laboratories di Schenectady, N.Y. Schaefer.
Keduanya menemukan bahwa cuaca dapat dimodifikasi yakni saat melihat butiran es kering atau karbon dioksida beku yang dijatuhkan ke dalam awan yang terdiri dari air.
Tetesan air dengan cepat digantikan oleh kristal es, yang ukurannya bertambah dan kemudian jatuh ke dasar kotak.
Eksperimen modifikasi cuaca yang dilakukan Schaefer-Langmuir di laboratorium dan atmosfer menunjukkan bahwa apa yang disebut awan superdingin, yakni awan yang terdiri dari tetesan air pada suhu di bawah titik beku, dapat menghilang.
Baca juga: Video Viral Pesawat Gagal Mendarat di Bali Putar Balik ke Jakarta akibat Cuaca Ekstrem