Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harga Pangan Jadi Lebih Mahal karena Perubahan Iklim: Studi

Kompas.com - 21/04/2024, 10:07 WIB
Monika Novena,
Resa Eka Ayu Sartika

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sebuah studi menunjukkan perubahan iklim bisa mendorong harga pangan jadi jauh lebih tinggi pada dekade selanjutnya.

Menurut penelitian yang dilakukan bekerja sama dengan European Central Bank, pada tahun 2035, suhu yang lebih tinggi akan memicu kenaikan pangan dunia antara 0,9 hingga 3,2 persen setiap tahunnya.

Baca juga: Perubahan Iklim Bikin Sulit Tentukan Waktu yang Tepat, Kok Bisa?

Hal tersebut akan menambah antara 0,3 hingga 1,2 persen tingkat inflasi secara keseluruhan.

"Sering kali ada rasa kaget melihat besarnya dampak perubahan iklim ini," kata Maximilian Kotz dari Potsdam Institute for Climate Impact Research di Jerman.

Mengutip New Scientist, Sabtu (20/4/2024) cuaca ekstrem yang dipicu oleh pemanasan semakin memengaruhi produksi pangan di seluruh dunia.

Dan jika para petani tidak beradaptasi, kerugian yang ditimbulkan akan semakin besar karena suhu dunia terus memanas.

Untuk mengetahui bagaimana hal ini mempengaruhi harga pangan, Kotz dan rekan-rekannya membandingkan data harga bulanan berbagai barang dan jasa di 121 negara antara tahun 1996 dan 2021, serta kondisi cuaca yang dialami negara-negara tersebut.

Peneliti kemudian mencari korelasi antara harga pangan dan faktor-faktor seperti suhu rata-rata bulanan, variabilitas suhu dan ukuran kekeringan dan curah hujan ekstrem.

Mereka menemukan hubungan kuat antara suhu rata-rata dan harga pangan sebulan kemudian.

Di wilayah dengan suhu di utara 40 derajat-garis lintang Kota New York, Madrid, dan Beijing, suhu yang lebih hangat dari rata-rata selama musim dingin menyebabkan turunnya harga pangan.

Namun di musim panas dan di seluruh dunia, suhu di atas rata-rata meningkatkan harga pangan.

Terlebih lagi, dampaknya terhadap harga bersifat jangka panjang.

“Saat harga meningkat karena salah satu guncangan ini, harga akan tetap lebih tinggi setidaknya hingga sisa tahun tersebut,” kata Kotz.

Studi ini tidak melihat penyebab harga naik, namun penjelasan yang mungkin adalah bahwa panas ekstrem mengurangi hasil panen.

"Tanaman mungkin mengering ketika seharusnya dipanen," papar Kotz lagi.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com