Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Harga Pangan Jadi Lebih Mahal karena Perubahan Iklim: Studi

KOMPAS.com - Sebuah studi menunjukkan perubahan iklim bisa mendorong harga pangan jadi jauh lebih tinggi pada dekade selanjutnya.

Menurut penelitian yang dilakukan bekerja sama dengan European Central Bank, pada tahun 2035, suhu yang lebih tinggi akan memicu kenaikan pangan dunia antara 0,9 hingga 3,2 persen setiap tahunnya.

Hal tersebut akan menambah antara 0,3 hingga 1,2 persen tingkat inflasi secara keseluruhan.

"Sering kali ada rasa kaget melihat besarnya dampak perubahan iklim ini," kata Maximilian Kotz dari Potsdam Institute for Climate Impact Research di Jerman.

Mengutip New Scientist, Sabtu (20/4/2024) cuaca ekstrem yang dipicu oleh pemanasan semakin memengaruhi produksi pangan di seluruh dunia.

Dan jika para petani tidak beradaptasi, kerugian yang ditimbulkan akan semakin besar karena suhu dunia terus memanas.

Untuk mengetahui bagaimana hal ini mempengaruhi harga pangan, Kotz dan rekan-rekannya membandingkan data harga bulanan berbagai barang dan jasa di 121 negara antara tahun 1996 dan 2021, serta kondisi cuaca yang dialami negara-negara tersebut.

Peneliti kemudian mencari korelasi antara harga pangan dan faktor-faktor seperti suhu rata-rata bulanan, variabilitas suhu dan ukuran kekeringan dan curah hujan ekstrem.

Mereka menemukan hubungan kuat antara suhu rata-rata dan harga pangan sebulan kemudian.

Di wilayah dengan suhu di utara 40 derajat-garis lintang Kota New York, Madrid, dan Beijing, suhu yang lebih hangat dari rata-rata selama musim dingin menyebabkan turunnya harga pangan.

Namun di musim panas dan di seluruh dunia, suhu di atas rata-rata meningkatkan harga pangan.

Terlebih lagi, dampaknya terhadap harga bersifat jangka panjang.

“Saat harga meningkat karena salah satu guncangan ini, harga akan tetap lebih tinggi setidaknya hingga sisa tahun tersebut,” kata Kotz.

Studi ini tidak melihat penyebab harga naik, namun penjelasan yang mungkin adalah bahwa panas ekstrem mengurangi hasil panen.

"Tanaman mungkin mengering ketika seharusnya dipanen," papar Kotz lagi.

Faktor-faktor seperti curah hujan ekstrem berdampak lebih kecil terhadap harga pangan dibandingkan suhu rata-rata.

Hal ini mungkin terjadi karena banjir cenderung terjadi secara lokal, sedangkan suhu di atas rata-rata bisa meluas.

Tim peneliti kemudian melangkah lebih jauh dengan menyelidiki bagaimana harga pangan dapat berubah berdasarkan kenaikan suhu rata-rata dalam proyeksi model iklim.

Dalam skenario emisi terburuk yang dibuat oleh tim, inflasi pangan global akibat perubahan iklim melebihi 4 persen per tahun pada tahun 2060.

Namun, banyak faktor lain yang dapat berubah pada saat itu, sehingga tim menganggap proyeksinya untuk tahun 2035 lebih dapat diandalkan.

“Ada banyak hal yang bisa terjadi yang akan mengubah cara perekonomian merespons guncangan iklim,” kata Kotz.

Misalnya, jika petani menyesuaikan praktik mereka agar dapat mengatasi kenaikan suhu dengan lebih baik, maka tekanan inflasi akan berkurang. Namun, sejauh ini, belum ada tanda-tanda petani beradaptasi.

“Kita perlu menyadari fakta bahwa perubahan iklim membawa tantangan baru yang besar bagi ketahanan pangan dan gizi,” kata Matin Qaim dari Universitas Bonn di Jerman.

Menurut Indeks Harga Pangan Organisasi Pangan dan Pertanian PBB, harga pangan turun secara riil antara tahun 1960 dan 2000, namun terus meningkat sejak saat itu.

Studi ini dipublikasikan di Communications Earth & Environment.

https://www.kompas.com/sains/read/2024/04/21/100700023/harga-pangan-jadi-lebih-mahal-karena-perubahan-iklim--studi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke