KOMPAS.com - Majelis Hakim Mahkmah Konstitusi (MK) menyampaikan hasil sidang putusan sengketa pemilihan presiden (Pilpres) 2024, pada hari ini atau Senin (22/4/2024).
Beberapa hasil putusan MK hari ini memuat dugaan cawe-cawe Presiden Joko Widodo (Jokowi) selama Pilpres 2024 berlangsung.
Sebagai informasi, putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka maju dalam kontestasi Pilpres 2024 bersama dengan Prabowo Subianto.
Sejak awal, pencalonannya menjadi kontroversi dan diduga mendapat dukungan dari ayahnya, Jokowi.
Baca juga: Profil Ketua MK Suhartoyo yang Pimpin Sidang Putusan Sengketa Pilpres 2024
Baca juga: Alasan MK Hanya Dalami 14 Amicus Curiae dari 52 yang Diterima
Berikut hasil putusan MK soal dugaan cawe-cawe Jokowi pada Pilpres 2024:
Dalam pembacaan putusan MK, Majelis Hakim MK menilai bahwa Jokowi tidak terbukti mengintervensi perubahan syarat pencalonan presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) Pilpres 2024.
"Tidak ada bukti yang meyakinkan Mahkamah telah terjadi intervensi Presiden karena perubahan syarat pasangan calon tahun 2024,” kata hakim konstitusi Arief Hidayat, dilansir dari Kompas.com, Senin.
Perubahan syarat pencalonan presiden dan wakil presiden tertuang dalam Putusan MK Nomor 90 Tahun 2023.
Arief menyampaikan, berlakunya syarat pencalonan presiden dan wakil presiden dalam Putusan MK Nomor 90 Tahun 2023 telah ditegaskan Mahkamah melalui Putusan MK Nomor 141 Tahun 2023, Putusan MK Nomor 145 Tahun 2023, dan Putusan MK Nomor 150 Tahun 2023.
Kendati putusan Majelis Kehormatan MK (MKMK) Nomor 2 Tahun 2023 menyatakan bahwa Ketua MK terdahulu, Anwar Usman, melakukan pelanggaran etik berat akibat Putusan MK Nomor 90 Tahun 2023, Arif berkata bahwa hal tersebut tidak membuktikan adanya cawe-cawe yang dilakukan Jokowi dalam perubahan syarat pencalonan capres cawapres 2024.
Baca juga: Alasan MK Tolak Permohonan Anies-Muhaimin, Intervensi Presiden dan Bansos Tak Terbukti
MK juga menolak tuduhan pasangan capres cawapres Anies-Muhaimin yang mengatakan bahwa Jokowi ikut campur atau cawe-cawe dalam Pilpres 2024.
Diberitakan Kompas.com, Senin, MK menilai tidak ada korelasi antara pernyataan Jokowi yang mengaku ingin cawe-cawe dalam Pilpres 2024 terhadap hasil Pilpres 2024.
"Mahkamah juga tidak mendapatkan bukti adanya korelasi antara bentuk cawe-cawe dimaksud dengan potensi perolehan suara salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden pada Pemilu Tahun 2024," ungkap hakim MK Daniel Yusmic Foekh.
MK menilai bukti berupa artikel berita yang diberikan kubu Anies-Muhaimin pada saat persidangan tidak cukup kuat untuk membuktikan bahwa Jokowi melakukan kehendak cawe-cawe.
MK juga menolak dalil yang menyebut bahwa dukungan Jokowi terhadap salah satu kandidat dilakukan karena kegagalan wacana tiga periode.
Baca juga: LINK Live Streaming Pembacaan Putusan Sengketa Hasil Pilpres 2024, Mulai Pukul 09.00 WIB
Putusan MK berikutnya menyatakan bahwa Jokowi tidak terbukti melakukan nepotisme karena menyetujui dan mendukung pencalonan Gibran sebagai cawapres 2024.
MK menolak dalil kubu Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar yang menuding Jokowi melanggar ketentuan mengenai nepotisme di Ketetapan MPR Nomor XI/MPR/1998, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999, serta Undang-Undang Pemilu.
"Mahkamah berpendapat dalil pemohon mengenai pelanggaran atas Ketetapan MPR Nomor XI/MPR/1998, UU 28/1999, dan Pasal 282 UU Pemilu adalah tidak beralasan menurut hukum," kata Daniel, dilansir dari Kompas.com, Senin.
Menurut MK, kubu Anies-Muhaimin tidak menguraikan lebih lanjut dan tidak membuktikan dalilnya sehingga MK tidak yakin akan keberatan dalil tersebut.
Terlebih lagi, jabatan wakil presiden yang dipersoalkan adalah jabatan yang diisi melalui pemilihan, bukan jabatan yang ditunjuk atau diangkat secara langsung.
Baca juga: 3 Alasan Prabowo-Gibran Unggul dalam Pilpres 2024, Termasuk di Kandang Banteng
Menurut Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur, tindakan Jokowi membagikan bantuan sosial (bansos) belum dikategorikan sebagai pelanggaran hukum.
"Selama persidangan, MK tidak menemukan bukti yang menyakinkan adanya korelasi dan hubungan kausalitas antara penyaluran bansos dengan pilihan pemilih," tutur Ridwan, dikutip dari Kompas.id.
Kendati demikian, MK mengkritik supaya penyaluran bansos yang berdekatan dengan penyelenggaraan pemilu diatur secara lebih jelas.
Pengaturan itu menyangkut tata cara penyaluran, baik waktu, tempat, dan pihak-pihak yang menyalurkannya.
Hal tersebut dimaksudkan supaya tidak ditengarai sebagai tindakan kepentingan elektoral.
Baca juga: Sederet Kritik Pedas PDI-P untuk Jokowi yang Kini Berbeda Haluan...
Ridwan juga menyampaikan bahwa MK tidak menemukan landasan hukum terkait tuduhan ketidaknetralan Jokowi pada Pilpres 2024.
"Mahkamah tak menemukan landasan hukum untuk dilakukan tindakan terkait dengan ketidaknetralan Presiden yang mengakibatkan keuntungan bagi pihak Prabowo-Gibran," kata Ridwan, masih dari sumber yang sama.
Ridwan menyampaikan, tidak ditemukannya landasan hukum itu lantaran tolok ukur atau parameter ketidaknetralan presiden dalam pemilu belum diatur dengan tegas dalam peraturan perundang-undangan.
Oleh sebab itu, MK menegaskan perlunya perubahan paradigma mengenai netralitas kekuasaan eksekutif demi mewujudkan pemilu yang jujur dan adil sesuai amanat UUD 1945.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.