Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lebih dari 300 Pendaki Tewas di Gunung Everest, Bagaimana Mayatnya?

Kompas.com - 04/09/2023, 09:00 WIB
Erwina Rachmi Puspapertiwi,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Gunung Everest di Nepal menjadi salah satu puncak tertinggi yang berusaha ditaklukan para pendaki seluruh dunia. Puncak Gunung Everest pertama kali dicapai pada 1953.

Selanjutnya sekitar 6.500 misi pendakian untuk menaklukkan puncak Everest telah dilakukan sejak saat itu. 

Pada musim pendakian tahun 2023, pemerintah Nepal memberi izin pendakian Everest kepada 463 orang. Para pendaki akan ditemani warga setempat yang berprofesi sebagai sherpa.

Ini berarti akan ada sekitar 900 orang yang berusaha mencapai puncak gunung pada musim pendakian 2023. Angka tersebut menjadikan 2023 sebagai tahun pendakian terpadat ke gunung tersebut.

300 pendaki telah tewas

Sayangnya, mendaki Everest yang puncaknya ditutupi salju jelas tidak mudah. Nyawa para pendaki dan sherpa bahkan terancam longsor dan badai salju.

Sejak awal pendakian Everest, diperkirakan ada lebih dari 300 orang meninggal di tengah perjalanan. Pendakian tahun 2015 termasuk yang paling mematikan karena menewaskan 19 orang. Sementara tahun ini hingga Mei 2023 ini sudah ada empat pendaki tewas.

Lantas, bagaimana nasib mayat para pendaki atau sherpa yang meninggal di Gunung Everest?

Baca juga: 5 Pendaki Meninggal di Gunung Everest Seminggu Terakhir, Total 9 Orang di Periode April-Mei 2023


Mayat dibiarkan begitu saja

Mayat pendaki yang meninggal di Everest akan sulit dievakuasi dan dibawa turun. Selain itu, risiko yang dapat terjadi saat evakuasi juga besar.

Dilansir dari Business Insider (13/5/2023), dua pendaki Nepal tewas saat mencoba melakukan evakuasi mayat pendaki dari Everest pada 1984. Oleh karena itu, mayat pendaki yang meninggal di Everest sering kali dibiarkan tetap di tempat dia meninggal. 

Pendaki Everest Alan Arnette menjelaskan para pendaki biasanya akan mengikat mayat yang ditemukan dengan tali, potongan kain, atau diletakkan di kereta luncur salju. Mayat itu kemudian didorong ke dalam jurang atau lereng curam.

Jika memungkinkan, mayat tersebut mungkin ditutupi dengan tumpukan batu sehingga membentuk gundukan kuburan.

Tindakan ini dilakukan untuk mencegah jenazah terlihat pendaki lain maupun fotonya beredar sehingga bisa membuat sedih keluarga yang ditinggalkan.

Arnette mengungkapkan setiap orang yang naik ke Everest akan menandatangani beberapa formulir yang menyatakan bersedia jenazahnya dikuburkan di gunung jika meninggal selama perjalanan.

Baca juga: Apa Itu Sherpa, yang Videonya Viral Selamatkan Pendaki Malaysia di Gunung Everest? 

Halaman:

Terkini Lainnya

Rumput Lapangan GBK Jelang Kualifikasi Piala Dunia usai Konser NCT Dream Disorot, Ini Kata Manajemen

Rumput Lapangan GBK Jelang Kualifikasi Piala Dunia usai Konser NCT Dream Disorot, Ini Kata Manajemen

Tren
Bukan UFO, Penampakan Pilar Cahaya di Langit Jepang Ternyata Isaribi Kochu, Apa Itu?

Bukan UFO, Penampakan Pilar Cahaya di Langit Jepang Ternyata Isaribi Kochu, Apa Itu?

Tren
5 Tokoh Terancam Ditangkap ICC Imbas Konflik Hamas-Israel, Ada Netanyahu

5 Tokoh Terancam Ditangkap ICC Imbas Konflik Hamas-Israel, Ada Netanyahu

Tren
Taspen Cairkan Gaji ke-13 mulai 3 Juni 2024, Berikut Cara Mengeceknya

Taspen Cairkan Gaji ke-13 mulai 3 Juni 2024, Berikut Cara Mengeceknya

Tren
Gaet Hampir 800.000 Penonton, Ini Sinopsis 'How to Make Millions Before Grandma Dies'

Gaet Hampir 800.000 Penonton, Ini Sinopsis "How to Make Millions Before Grandma Dies"

Tren
Ramai soal Jadwal KRL Berkurang saat Harpitnas Libur Panjang Waisak 2024, Ini Kata KAI Commuter

Ramai soal Jadwal KRL Berkurang saat Harpitnas Libur Panjang Waisak 2024, Ini Kata KAI Commuter

Tren
Simak, Ini Syarat Hewan Kurban untuk Idul Adha 2024

Simak, Ini Syarat Hewan Kurban untuk Idul Adha 2024

Tren
BMKG Keluarkan Peringatan Dini Kekeringan di DIY pada Akhir Mei 2024, Ini Wilayahnya

BMKG Keluarkan Peringatan Dini Kekeringan di DIY pada Akhir Mei 2024, Ini Wilayahnya

Tren
8 Bahaya Mencium Bayi, Bisa Picu Tuberkulosis dan Meningitis

8 Bahaya Mencium Bayi, Bisa Picu Tuberkulosis dan Meningitis

Tren
3 Alasan Sudirman Said Maju sebagai Gubernur DKI Jakarta, Siap Lawan Anies

3 Alasan Sudirman Said Maju sebagai Gubernur DKI Jakarta, Siap Lawan Anies

Tren
Starlink Indonesia: Kecepatan, Harga Paket, dan Cara Langganan

Starlink Indonesia: Kecepatan, Harga Paket, dan Cara Langganan

Tren
AS Hapuskan 'Student Loan' 160.000 Mahasiswa Senilai Rp 123 Triliun

AS Hapuskan "Student Loan" 160.000 Mahasiswa Senilai Rp 123 Triliun

Tren
Apakah Setelah Pindah Faskes, BPJS Kesehatan Bisa Langsung Digunakan?

Apakah Setelah Pindah Faskes, BPJS Kesehatan Bisa Langsung Digunakan?

Tren
Apakah Gerbong Commuter Line Bisa Dipesan untuk Rombongan?

Apakah Gerbong Commuter Line Bisa Dipesan untuk Rombongan?

Tren
Kapan Tes Online Tahap 2 Rekrutmen BUMN 2024? Berikut Jadwal, Kisi-kisi, dan Syarat Lulusnya

Kapan Tes Online Tahap 2 Rekrutmen BUMN 2024? Berikut Jadwal, Kisi-kisi, dan Syarat Lulusnya

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com