Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Lebih dari 300 Pendaki Tewas di Gunung Everest, Bagaimana Mayatnya?

Selanjutnya sekitar 6.500 misi pendakian untuk menaklukkan puncak Everest telah dilakukan sejak saat itu. 

Pada musim pendakian tahun 2023, pemerintah Nepal memberi izin pendakian Everest kepada 463 orang. Para pendaki akan ditemani warga setempat yang berprofesi sebagai sherpa.

Ini berarti akan ada sekitar 900 orang yang berusaha mencapai puncak gunung pada musim pendakian 2023. Angka tersebut menjadikan 2023 sebagai tahun pendakian terpadat ke gunung tersebut.

300 pendaki telah tewas

Sayangnya, mendaki Everest yang puncaknya ditutupi salju jelas tidak mudah. Nyawa para pendaki dan sherpa bahkan terancam longsor dan badai salju.

Sejak awal pendakian Everest, diperkirakan ada lebih dari 300 orang meninggal di tengah perjalanan. Pendakian tahun 2015 termasuk yang paling mematikan karena menewaskan 19 orang. Sementara tahun ini hingga Mei 2023 ini sudah ada empat pendaki tewas.

Lantas, bagaimana nasib mayat para pendaki atau sherpa yang meninggal di Gunung Everest?

Mayat dibiarkan begitu saja

Mayat pendaki yang meninggal di Everest akan sulit dievakuasi dan dibawa turun. Selain itu, risiko yang dapat terjadi saat evakuasi juga besar.

Dilansir dari Business Insider (13/5/2023), dua pendaki Nepal tewas saat mencoba melakukan evakuasi mayat pendaki dari Everest pada 1984. Oleh karena itu, mayat pendaki yang meninggal di Everest sering kali dibiarkan tetap di tempat dia meninggal. 

Pendaki Everest Alan Arnette menjelaskan para pendaki biasanya akan mengikat mayat yang ditemukan dengan tali, potongan kain, atau diletakkan di kereta luncur salju. Mayat itu kemudian didorong ke dalam jurang atau lereng curam.

Jika memungkinkan, mayat tersebut mungkin ditutupi dengan tumpukan batu sehingga membentuk gundukan kuburan.

Tindakan ini dilakukan untuk mencegah jenazah terlihat pendaki lain maupun fotonya beredar sehingga bisa membuat sedih keluarga yang ditinggalkan.

Arnette mengungkapkan setiap orang yang naik ke Everest akan menandatangani beberapa formulir yang menyatakan bersedia jenazahnya dikuburkan di gunung jika meninggal selama perjalanan.

Diberitakan BBC (9/10/2015), pengembalian mayat pendaki mungkin dilakukan sesuai keinginan pendaki dan keluarganya, serta tergantung lokasi kematian. Namun, mengevakuasi jenazah membutuhkan biaya mahal.

Untuk memulangkan satu mayat dari Everest, diperkirakan membutuhkan biaya hingga 100.000 dolar AS atau setara dengan Rp 1,5 miliar. Proses pemulangan ini mahal karena butuh ekspedisi khusus.

Enam hingga delapan sherpa akan ditugaskan menjalani ekspedisi pengambilan mayat.

Prosesnya tidak mudah karena mayat akan beku di atas gunung. Selain itu, bobotnya akan bertambah daripada tubuh aslinya.

“Mayat yang biasanya berbobot 80 kg mungkin berbobot 150 kg jika dibekukan dan digali dengan es di sekitarnya," kata pendiri perusahaan pemandu pendakian Asian Trekking, Ang Tshering.

Untuk menurunkan mayat, para sherpa akan mengangkut dengan tandu. Penggunaan tandu mencegah mayat yang membeku agar tidak hancur.

Namun, kondisi ini memperlambat perjalanan mereka yang harus menuruni lereng sempit dan berbahaya.

Pembersihan jenazah massal

Karena Everest semakin banyak didaki, masalah tumpukan sampah dan mayat menjadi hal yang tak terelakkan. Untuk mengatasinya, diadakan pembersihan massal.

Dawa Steven dan rekan-rekannya dari Asian Trekking mengadakan upaya pembersihan tahunan di gunung tersebut sejak 2008. Mereka membuang lebih dari 15.000 kg sampah dan lebih dari 800 kg kotoran manusia.

Di tengah proses pembersihan, mereka akan memindahkan mayat atau bagian tubuh yang ditemukan. Mayat tersebut akan dikuburkan.

“Hal ini tidak selalu mungkin dilakukan jika ada mayat membeku di lereng pada ketinggian 8.000 meter. Namun, setidaknya kita dapat menutupinya dan memberikan penghormatan agar orang tidak mengambil gambarnya," jelasnya, dikutip dari South China Morning Post  (2/8/2020).

Pemerintah India juga pernah berupaya mengambil mayat tiga pendaki dengan menghabiskan sekitar 200.000 dolar AS atau lebih dari Rp 3 miliar. Misi ini menjadi bukti ada kemungkinan menemukan mayat pendaki di Gunung Everest.

https://www.kompas.com/tren/read/2023/09/04/090000965/lebih-dari-300-pendaki-tewas-di-gunung-everest-bagaimana-mayatnya-

Terkini Lainnya

Situs Panganku.org Beralih Fungsi Jadi Judi Online, Kemenkes dan Kemenkominfo Buka Suara

Situs Panganku.org Beralih Fungsi Jadi Judi Online, Kemenkes dan Kemenkominfo Buka Suara

Tren
Kapan Pengumuman Hasil Tes Online 1 Rekrutmen Bersama BUMN 2024?

Kapan Pengumuman Hasil Tes Online 1 Rekrutmen Bersama BUMN 2024?

Tren
Ramai soal Surat Edaran Berisi Pemkab Sleman Tak Lagi Angkut Sampah Organik, Ini Kata DLH

Ramai soal Surat Edaran Berisi Pemkab Sleman Tak Lagi Angkut Sampah Organik, Ini Kata DLH

Tren
Saat Penyambut Tamu Acara Met Gala Dipecat karena Lebih Menonjol dari Kylie Jenner...

Saat Penyambut Tamu Acara Met Gala Dipecat karena Lebih Menonjol dari Kylie Jenner...

Tren
Kronologi dan Motif Ibu Racuni Anak Tiri di Rokan Hilir, Riau

Kronologi dan Motif Ibu Racuni Anak Tiri di Rokan Hilir, Riau

Tren
Rumah Sakit di Rafah Kehabisan Bahan Bakar, WHO: Penutupan Perbatasan Halangi Bantuan

Rumah Sakit di Rafah Kehabisan Bahan Bakar, WHO: Penutupan Perbatasan Halangi Bantuan

Tren
Cerita Rombongan Siswa SD 'Study Tour' Pakai Pesawat Garuda, Hasil Nabung 5 Tahun

Cerita Rombongan Siswa SD "Study Tour" Pakai Pesawat Garuda, Hasil Nabung 5 Tahun

Tren
Viral, Video Kucing Menggonggong Disebut karena 'Salah Asuhan', Ini Kata Ahli

Viral, Video Kucing Menggonggong Disebut karena "Salah Asuhan", Ini Kata Ahli

Tren
Seekor Kuda Terjebak di Atap Rumah Saat Banjir Melanda Brasil

Seekor Kuda Terjebak di Atap Rumah Saat Banjir Melanda Brasil

Tren
Link Live Streaming Indonesia vs Guinea U23 Kick Off Pukul 20.00 WIB

Link Live Streaming Indonesia vs Guinea U23 Kick Off Pukul 20.00 WIB

Tren
Prediksi Susunan Pemain Indonesia dan Guinea di Babak Play-off Olimpiade Paris

Prediksi Susunan Pemain Indonesia dan Guinea di Babak Play-off Olimpiade Paris

Tren
Alasan Semua Kereta Harus Berhenti di Stasiun Cipeundeuy, Bukan untuk Menaikturunkan Penumpang

Alasan Semua Kereta Harus Berhenti di Stasiun Cipeundeuy, Bukan untuk Menaikturunkan Penumpang

Tren
Indonesia Vs Guinea, Berikut Perjalanan Kedua Tim hingga Bertemu di Babak Playoff Olimpiade Paris 2024

Indonesia Vs Guinea, Berikut Perjalanan Kedua Tim hingga Bertemu di Babak Playoff Olimpiade Paris 2024

Tren
Pelatih Guinea soal Laga Lawan Indonesia: Harus Menang Bagaimanapun Caranya

Pelatih Guinea soal Laga Lawan Indonesia: Harus Menang Bagaimanapun Caranya

Tren
8 Pencetak Gol Terbaik di Piala Asia U23 2024, Ada Dua dari Indonesia

8 Pencetak Gol Terbaik di Piala Asia U23 2024, Ada Dua dari Indonesia

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke