Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pasar Tradisional Jorok Penuh Tumpukan Sampah, Pakar Jelaskan Penyebabnya

Kompas.com - 05/05/2023, 12:30 WIB
Erwina Rachmi Puspapertiwi,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Cileunyi, Kabupaten Bandung memiliki pasar tradisional yang dikenal sebagai Pasar Sehat.

Terlepas dari namanya, pasar ini jauh dari kata sehat. Tumpukan sampah di belakang area pasar menimbulkan bau menyengat bahkan hingga ratusan meter dari pintu masuknya.

Diberitakan Kompas.com, Kamis (4/5/2023), barang bekas, sayuran, plastik, hingga kasur menumpuk sepanjang 20 meter dengan tinggi mencapai 5 meter di belakang area perdagangan. Lalat dan belatung yang berkembang di sekitarnya menambah kesan kotor tempat tersebut.

Petugas dan para pedagang berusaha memasang plang pembatas untuk membatasi gunung sampah agar tidak meluas sampai bagian pasar lainnya.

"Kasihan yang di belakang, suka tutup sebelum waktunya karena kalau sampahnya kena panas, pasti sudah itu belatung sama lalat hijau nyamperin, naik sampai ke kios atau ke lantai. Ya, pasti dikeluhkan sama pedagang dan pembeli," ujar Ahmad Mustofa (32), salah seorang pedagang sembako di Pasar Sehat Cileunyi.

Baca juga: 5 Tempat Wisata di Bandung yang Cocok untuk Libur Lebaran 2023, Ada Kawah hingga Pasar Tradisional Unik

Lalu, mengapa tumpukan sampah bisa sampai menggunung di pasar tradisional?


Penyebab penumpukan sampah

Pakar sampah dari Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan (FTSL) Institut Teknologi Bandung (ITB) Mochammad Chaerul mengungkapkan, jenis sampah yang diperkirakan paling dominan dihasilkan di pasar adalah plastik, organik, dan kertas.

Keadaan ini tergantung kios yang ada di pasar tradisional tersebut. Para penjual biasanya akan membuang sampah di tempat sampah terdekat, termasuk pembuangan yang ada di belakang pasar.

"Selain itu, terdapat sistem pengumpulan sampah dari pedagang, antara lain melalui pengumpulan oleh petugas pasar yang ditunjuk atau pedagang sendiri yang harus membawa sampah mereka ke satu tempat titik pengumpul sebelum semuanya dikumpulkan di tempat pembuangan sementara (TPS)," jelasnya kepada Kompas.com, Kamis (4/5/2023).

Baca juga: Saat Sampah Plastik dari Indonesia Ditemukan Terdampar hingga Afrika…

Gunung Sampah di Pasar Sehat Cileunyi kembali terlihat. Para pedagang mengatakan sampah tersebut sudah menggunung sejak pertengah bulan puasa, hingga libur lebaran 2023 usai belum ada penarikan yang dilakukan oleh DLH Kabupaten Bandung, Rabu (3/5/2023).KOMPAS.COM/M. Elgana Mubarokah Gunung Sampah di Pasar Sehat Cileunyi kembali terlihat. Para pedagang mengatakan sampah tersebut sudah menggunung sejak pertengah bulan puasa, hingga libur lebaran 2023 usai belum ada penarikan yang dilakukan oleh DLH Kabupaten Bandung, Rabu (3/5/2023).

Menurutnya, ini yang kemudian menyebabkan sampah menumpuk. Terlebih lagi, layanan pengangkutan sampah menuju ke tempat pembuangan akhir (TPA) sering kali terhambat.

"Saat ini, yang terjadi adalah adanya kerusakan alat berat di TPA Sarimukti sehingga jumlah sampah yang bisa ditimbun di sana menjadi sangat terbatas," ungkapnya.

Chaerul menyatakan, sampah seharusnya dikelola sedekat mungkin dengan sumber penghasil sampah tersebut. Namun kenyataannya, TPA di Bandung berada sangat jauh dari pasar.

"Kalau TPA Sarimukti jauh sekali, sekitar 30 km dari pusat Kota Bandung ke arah Cikalong, apalagi kalau dari Cileunyi," lanjut dia.

Meski begitu, Chaerul tidak menampik kalau TPA memang membutuhkan lahan yang sangat luas. Kondisi ini tidak akan bisa ditemui di tengah kota.

"Kalaupun ada pasti harganya mahal dan pasti mendapatkan penolakan dari masyarakat sekitar," tambahnya.

Baca juga: Video Viral Kamar Kos Penuh Sampah, Apa Penyebabnya?

Halaman Berikutnya
Halaman:

Terkini Lainnya

[POPULER TREN] Beda Penampilan Sandra Dewi Saat Diperiksa | Peringatan Dini Kekeringan di Jateng

[POPULER TREN] Beda Penampilan Sandra Dewi Saat Diperiksa | Peringatan Dini Kekeringan di Jateng

Tren
Viral, Video Pelajar di Yogyakarta Dikepung Usai Tertinggal Rombongan

Viral, Video Pelajar di Yogyakarta Dikepung Usai Tertinggal Rombongan

Tren
Daftar Pelayanan Rawat Inap Rumah Sakit yang Tidak Menerapkan KRIS

Daftar Pelayanan Rawat Inap Rumah Sakit yang Tidak Menerapkan KRIS

Tren
Pohon Purba Beri Bukti Musim Panas 2023 adalah yang Terpanas dalam 2.000 Tahun

Pohon Purba Beri Bukti Musim Panas 2023 adalah yang Terpanas dalam 2.000 Tahun

Tren
7 Makanan Tinggi Kalori yang Menyehatkan, Cocok untuk Menaikkan Berat Badan

7 Makanan Tinggi Kalori yang Menyehatkan, Cocok untuk Menaikkan Berat Badan

Tren
Sosok Kemal Redindo, Anak SYL yang Minta Uang ke Pejabat Kementan untuk Aksesori Mobil

Sosok Kemal Redindo, Anak SYL yang Minta Uang ke Pejabat Kementan untuk Aksesori Mobil

Tren
Sejumlah Pemerintah Daerah Larang dan Batasi 'Study Tour', Pengamat Pendidikan: Salah Sasaran

Sejumlah Pemerintah Daerah Larang dan Batasi "Study Tour", Pengamat Pendidikan: Salah Sasaran

Tren
Gerbang Dunia Bawah di Siberia Semakin Terbuka Lebar Imbas Es Mencair

Gerbang Dunia Bawah di Siberia Semakin Terbuka Lebar Imbas Es Mencair

Tren
Viral, Video Penumpang KRL Terperosok Celah Peron Stasiun Sudirman

Viral, Video Penumpang KRL Terperosok Celah Peron Stasiun Sudirman

Tren
WNA Rusia Mengaku Dideportasi Usai Ungkap Kasus Narkoba, Ini Kata Polda Bali dan Imigrasi

WNA Rusia Mengaku Dideportasi Usai Ungkap Kasus Narkoba, Ini Kata Polda Bali dan Imigrasi

Tren
Video Viral Petugas Dishub Medan Disebut Memalak Pedagang Martabak, Ini Faktanya

Video Viral Petugas Dishub Medan Disebut Memalak Pedagang Martabak, Ini Faktanya

Tren
21 Layanan yang Tidak Ditanggung BPJS Kesehatan dalam Perpres Nomor 59 Tahun 2024, Apa Saja?

21 Layanan yang Tidak Ditanggung BPJS Kesehatan dalam Perpres Nomor 59 Tahun 2024, Apa Saja?

Tren
Rincian Penerimaan Gratifikasi Rp 23,5 Miliar Eks Kepala Bea Cukai DIY Eko Darmanto

Rincian Penerimaan Gratifikasi Rp 23,5 Miliar Eks Kepala Bea Cukai DIY Eko Darmanto

Tren
Persib Bandung Gandeng Pinjol sebagai Sponsor, Bagaimana Aturannya?

Persib Bandung Gandeng Pinjol sebagai Sponsor, Bagaimana Aturannya?

Tren
Berkaca pada Kasus Anak Depresi karena HP-nya Dijual, Psikolog: Kenali Bocah yang Berpotensi Depresi

Berkaca pada Kasus Anak Depresi karena HP-nya Dijual, Psikolog: Kenali Bocah yang Berpotensi Depresi

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com