KOMPAS.com - Sebuah studi yang meneliti pohon-pohon purba berhasil mengungkapkan bukti, musim panas 2023 adalah yang terpanas dalam 2.000 tahun terakhir.
Studi tersebut dipublikasikan dalam jurnal Nature dengan judul 2023 Summer Warmth Unparalleled over the Past 2,000 Years.
Para peneliti menemukan, musim panas 2023 lebih hangat hampir empat derajat Celsius dibandingkan musim panas terdingin pada 536 silam, dikutip dari BBC, Selasa (14/5/2024).
Sebagai informasi, tahun 536 merupakan musim panas terdingin yang pernah tercatat karena pengaruh letusan gunung berapi yang menghasilkan lebih banyak belerang ke atmosfer.
Sementara itu, musim panas terhangat dalam rekonstruksi lingkar pohon terjadi pada tahun 246 silam.
Meski demikian, peneliti mengungkapkan bahwa suhu tersebut tidak mendekati suhu hangat yang terjadi saat ini.
Selain itu, peneliti menyebut musim panas 2023 lebih hangat 2,07 derajat Celsius dibandingkan periode pra-industri, yaitu pada 1850-1900.
Studi tersebut juga menunjukkan, suhu dunia secara global kemungkinkan memanas sekitar seperempat derajat lebih tinggi, dari suhu udara yang biasanya dilaporkan.
Temuan ini menjadi sinyal yang mengkhawatirkan, karena beberapa ilmuwan telah memperingatkan bahwa tahun 2024 akan menjadi tahun yang lebih panas ketimbang 2023.
Baca juga: 20 Daerah di Indonesia dengan Suhu Terpanas Desember 2023 Menurut BMKG
Peneliti berhasil mendapatkan data tersebut melalui analisis data cuaca dan lingkar pohon untuk merekonstruksi gambaran detail pada masa lalu, dikutip dari CNN, Selasa (14/5/2024).
Mereka menggunakan kumpulan catatan lingkaran pohon yang terperinci dari ribuan pohon di sembilan wilayah belahan Bumi utara, termasuk Amerika Utara dan Skandinavia.
Meskipun demikian, peneliti tidak mengambil sampel dari pohon yang terletak di wilayah tropis karena tidak memiliki data pohon yang baik.
Pohon bisa digunakan sebagai salah satu “kapsul waktu” karena pola cincin atau lingkaran pada batang pohon memberikan catatan iklim setiap tahun dalam kehidupan tanaman.
Sebagai informasi, pola lingkaran pohon yang dipengaruhi oleh sinar Matahari, curah hujan, dan suhu dapat terekam selama berabad-abad.
Data lingkaran pohon yang kompleks ini memungkinkan para ilmuwan untuk merekonstruksi suhu tahunan musim panas di belahan Bumi utara antara tahun 1 dan 1849 Masehi.