"Saya tidak menyalahkan sepenuhnya. Bagaimanapun, vaksinasi ini sekarang adalah opsi utama, kita enggak punya opsi lain untuk mengatasi pandemi di Indonesia," ungkapnya.
"Kalau lockdown, PPKM, dan lain sebagainya, semakin ke sini sekarang semakin enggak relevan."
"Saya pikir, pendekatan yang soft (halus) termasuk pendekatan sosial sudah dilakukan. Tapi tampaknya pemerintah akan menggeser ke upaya yang istilahnya mandatory (wajib). Karena ya itu tadi, ingin segera memulai kehidupan normal," sambungnya.
Meskipun bertujuan baik, namun Ilham melihat kenyataan penerapan di lapangan kurang tepat. Terutama ketika kebanyakan hal mengandalkan aplikasi PeduliLindungi.
Tidak hanya itu, aplikasi ini justru dapat membuat gap atau kesenjangan sosial yang baru di tengah masyarakat.
Hal ini karena tidak semua orang dapat mengunduh aplikasi tersebut, apalagi mereka yang tidak memiliki gadget.
Baca juga: Satpol PP Jakpus Tertibkan 45 Lokasi yang Terpasang Iklan Rokok
"Hal semacam ini akhirnya menimbulkan masalah sosial baru, yakni orang jadi tidak mempunyai kesempatan yang sama untuk mengakses ke suatu tempat, misalnya ke mal, masuk ke supermarket," kata Ilham.
Ilham menyarankan untuk memberikan pilihan lain kepada masyarakat, seperti mencetak sertifikat vaksin. Dibanding hanya mengandalkan PeduliLindungi yang sampai saat ini tidak dimiliki semua orang.
Dia menilai, ketika Satpol PP meminta secara sepihak ke Indomaret untuk dipasang barcode PeduliLindungi, pendekatan yang dilakukan kurang tepat karena gerai waralaba seperti itu pengelolaannya terpusat, tidak hanya di Bekasi.
Harus adanya uji coba kebijakan
Dia mengingatkan, ketika suatu kebijakan diterapkan di publik, seharusnya sudah melewati sejumlah uji coba.
Maksud dari uji coba kebijakan adalah membuat beberapa skenario yang akan terjadi jika suatu kebijakan dibuat.
Hal ini untuk mengetahui dampak yang akan terjadi jika suatu kebijakan diberlakukan.
"Misalnya skenaria A hasilnya begini, skenario B hasilnya seperti ini, dan skenario C hasilnya seperti apa," kata Ilham.
"Harus dilakukan banyak skenario dulu. Jangan langsung menerapkan skenario A karena dinilai bagus, tapi ketika diterapkan (di masyarakat) ternyata punya problem baru," pungkasnya.
(Sumber: Kompas.com Penulis Gloria Setyvani Putri | Editor Gloria Setyvani Putri)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.